1. PENGANTAR TUJUH HURUF DALAM AL-QURAN
Orang Arab mempunyai aneka ragam lahjah (dialek) yang timbul dari fitrah mereka dalam langgam, suara dan huruf-huruf sebagaimana diterangkan secara komprehensip dalam kitab-kitab sastra. Setiap kabilah mempunyai irama sendiri dalam mengucapkan kata-kata yang tidak dimiliki oleh kabilah-kabilah lain.
Namun kaum quraisy mempunyai faktor-faktor yang menyebabkan bahasa mereka lebih unggul daiantara cabang-cabang bahasa arab lainnya. Yang antara lain karena tugas mereka menjaga Baitullah, menjamu para jema'ah haji, memakmurkan masjidil Haram dan menguasai perdagangan. Oleh sebab itu, semua suku bangsa arab menjadikan bahasa quraisy sebagai bahasa induk bagi bahasa-bahasa mereka karena adanya karak teristik-karakteristik tersebut. Dengan demikian wajarlah jika Qur'an diturunkan dalam logat quraisy, kepada Rasullah yang quraisy pula untuk mempersatukan bangsa arab dan mewujudkan kemukjizatan Qur'an ketika mereka gagal mendatangkan satu surah yang seperti Qur'an.
Apa bila orang arab berbeda lahjah dalam pengungkapan sesuatu makna dengan perbedaan tertentu, maka Qur'an yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad , menyempurnakan makna kemukjizatannya karena ia mencakup semua huruf dan wajah qiraah pilihan diantara lahjah-lahjah itu. Dan ini merupakan salah satu sebab yang memudahkan mereka untuk membaca , menghafal dan memahaminya.
2. RIWAYAT / DALIL DITURUNKANNYA AL-QURAN DENGAN TUJUH HURUF
Nash-nash sunah cukup banyak mengemukakan hadis mengenai turunnya Qur'an dengan tujuh huruf. Diantaranya :
a. Dari Ibn Abbas, ia berkata : "Rasulullah berkata: 'Jibril membacakan (Qur'an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan iapun menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf." (HR Bukhori Muslim)
b. Dari Ubai bin Ka'ab: "Ketika Nabi berada didekat parit Bani Ghafar, ia didatangi jibril seraya berkata: 'Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu dengan sau huruf,' ia menjawab : 'Aku mohon kepada Allah ampunan dan meghfirah-Nya, karena umatku tidak dapat melaksanakan perintah itu,' kemudian jibril datang lagi untuk yang kedua kalinya dan berkata : 'Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu dengan dua huruf,' Nabi menjawab : 'Aku memohon kan kepada Allah ampunan dan maghfirahNya umatku tidak kuat melaksanakannya.' Jibril datang lagi untuk yang ketiga kalinya, lalu mengatakan : 'Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu dengan tiga huruf,' jawab Nabi : 'Aku memohon kepada Allah ampunan dan MaghfirhNya, sebab umatku tidak kuat melaksanakannya.' Kemudian jibril datang lagi untuk yang ketiga kalinya seraya berkata : ' Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur'an kepada umatmu dengan tujuh huruf,' dengan huruf mana saja mereka membaca, mereka tetap benar."' ( HR Muslim)
Catatan : Hadis-hadis yang berkenaan dengan hal diatas amat banyak jumlahnya dan sebagian besar telah diselidiki oleh Ibn Jarir didalam pengantar tafsirnya. As-Suyuti menyebutkan bahwa hadis-hadis tersebut diriwayatkan dari dua puluh orang sahabat. Abu 'Ubaid al Qasim bin Salam menetapkan kemutawatiran hadis mengenai turunnya Qur'an dengan tujuh huruf.
3. PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG PENGERTIAN TUJUH HURUF
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan tujuh huruf ini dengan perbedaan yang bermacam-macam. hingga Ibn Hayyan mengatakan : 'Ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf menjadi tiga puluh lima pendapat." namun kebanyakan pendapat itu bertumpang tindih. Disini kami akan kemukakan beberapa pendapat diantaranya yang dianggap paling mendekati kebenaran.
Pendapat Pertama : bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna;
Dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka Qur'an pun diturunkan dengan sejumlah lafal sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Qur'an hanya mendatangkan satu lafaz atau lebih saja. Ini adalah pendapat sebagian besar ulama.
Pendapat Kedua : bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab dengan nama Qur'an diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Qur'an secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi.
Yaitu bahasa paling fasih diantara kalangan bangsa arab. Meskipun sebagian besarnya dalam bahasa Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Huzail, Saqif, Hawazin , Kinanah, Tamim atau Yaman; karena itu maka secara keseluruhan Qur'an mencakup ketujuh macam bahasa tersebut.
Catatan : Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya, karena yang dimaksud dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran diberbagai surah Qur'an. Bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna.
Pendapat Ketiga : bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh wajah (bentuk/tema), yang meliputi : amr (perintah), nahyu (larangan), wa'd (janji), wa'id (ancaman), jadal (perdebatan), qasas (cerita), dan masal (perumpamaan). Atau amr, nahyu, halal, haram ,muhkam, mutasyabih dan amsal.
Pendapat Keempat : Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah : tujuh macam hal yang diantaranya terjadi ihtilaf (perbedaan) dalam tata bahasa.
Tujuh ikhtilaf dalam tata bahasa tersebut meliputi :
1) Ikhtilaful asma'(perbedaan kata benda): dalam bentuk mufrad, muzakkar dan cabang-cabangnya, seperti tasniyah, jamak dan ta'nis.
2) Perbedaan dalam segi I'rab (harakat akhir kata),
3) Perbedaan dalam tasrif,
4) Perbedaan dalam taqdhim (mendahulukan) dan takhir (mengakhirkan) ,
5) Perbedaan dalam segi ibdal (penggantian), baik penggantian huruf dengan huruf, maupun penggantian pada sedikit perbedaan mahraj atau tempat keluar huruf.
6) Perbedaan karena ada penambahan dan pengurangan. Ihtilaf dengan penambahan (ziyadah) misalnya firman Allah: "Wa 'aaddalahum jannatin tajri tahtahal anhar" (at Taubah:100) yang dibaca juga "Min tahtihal anhar" dengan tambahan "Min" , keduanya merupakan qiraat yang mutawatir.
7) Perbedaan lahjah seperti bacaan tafkhim (menebalkan) dan tarqiq (menipiskan), fatah dan imalah , idzhar dan idgham, hamzah dan tashil, isyman dll.
Pendapat Kelima : bahwa yang dimaksud bilangan tujuh itu tidak diartikan secara harfiah (maksudnya bukan bilangan antara enam dan delapan), tetapi bilangan tersebut hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut kebiasaan orang arab.
Dengan demikian, maka kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan Qur'an merupakan batas dan sumber utama bagi perkataan semua orang arab yang telah mencapai puncak kesempurnaan tertinggi. Sebab lafaz sab'ah (tujuh) dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam bilangan satuan , seperti kata tujuh puluh' dalam bilangan bilangan puluhan, dan 'tujuh ratus' dalam ratusan. Tetapi kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bilangan tertentu.
Pendapat Keenam : Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf tersebut adalah qiraat tujuh.
Pendapat ini dapat dijawab bahwa Qur'an itu bukanlah qiraat. Qur'an adalah wahyu yang diturunkan kepada Muhammad sebagai bukti risalah dan mukjizat. Sedang qiraat adalah perbedaan dalam cara mengucapkan lafal-lafal wahyu tersebut, seperti meringankan (takhfif), memberatkan (tasqil) membaca panjang dan sebagainya.
Nampaknya apa yang menyebabkan mereka terperosok kedalam kesalahan ini ialah adanya kesamaan "bilangan tujuh" (dalam hadis ini dengan qiraat yang populer), sehingga permasalahannya menjadi kabur bagi mereka;
Catatan :Setelah menganalisa beberapa pendapat di atas Mannaul Qathan mengatakan : " Dengan demikian , jelaslah bahwa pendapat pertama yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa dari bahasa orang arab mengenai satu makna yang sama adalah pendapat yang sesuai dengan zahir nas-nas dan didukung oleh bukti-bukti yang sahih. "
4. HIKMAH TURUNNYA QUR'AN DENGAN TUJUH HURUF
Hikmah turunnya al-Quran dalam tujuh huruf dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis, yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing, namun belum terbiasa menghafal syari'at, apa lagi mentradisikannya.
2) Bukti kemukjizatan Qur'an bagi naluri atau watak dasar kebahasan orang arab. Qur'an mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang arab, sehingga setiap orang arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama yang telah menjadi watak dasar mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap keberadaan Qur'an sebagai mukjizat yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka. Dan mereka tidak mampu menghadapi tantangan tersebut. Sekalipun demikian, kemukjizatan itu bukan terhadap bahasa melainkan terhadap naluri kebahasaan mereka itu sendiri.
3) Kemukjizatan Qur'an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab perubahan-perubahan bentuk lafaz pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan dari padanya bebagai hukum. Hal inilah yang mentebabkan Qur'an relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para fuqaha dalam istinbat (penyimpulan hukum) dan ijtihad berhujjah dengan qiraat bagi ketujuh huruf ini.