KUMPULAN TUGAS TARBIYAH, BAHASA INGGRIS DAN FILE PRIBADI

Assalamu Alaikum dan Selamat Datang…!.

KUMPULAN TUGAS TARBIYAH, BAHASA INGGRIS DAN FILE PRIBADI

Jika ada yang merasa filenya tercopy paste atau materi tidak sesuai, saya dengan penuh hormat meminta maaf.

KUMPULAN TUGAS TARBIYAH, BAHASA INGGRIS DAN FILE PRIBADI

Silahkan Melihat-lihat barangkali saja ada yang menarik, hehehegg….

KUMPULAN TUGAS TARBIYAH, BAHASA INGGRIS DAN FILE PRIBADI

Anda sedang mencari tugas mengenai tugas tarbiyah? Mungkin ini bisa membantu….

KUMPULAN TUGAS TARBIYAH, BAHASA INGGRIS DAN FILE PRIBADI

Kritik dan saran bisa anda kirimkan ke https://plus.google.com/+MarconiKamal/posts atau fadilmarco@yahoo.com .

The Positive Effect of Internet

The term of internet has been growing up very fast in the past ten years. Nowadays, every day millions or even billion of people using internet in any kind of their activities. Internet has big functions for people in their daily lives especially in education, communication and entertainment.

Probably, the most important effect of internet is in education development. The internet offers many powerful resources for developing education. Internet has provided many sites about knowledge and information for the users. Any kind of information on any topic is available on internet. We can almost find any type of data on almost any kind of subject that we are looking for. Furthermore, distance-education has become one of alternative to study that facilitated by internet. The students who are in the abroad or far from their school can use this facility. Therefore, internet makes more easily in the process of learning and teaching.

Moreover, internet has taken a big part on communication development in the world. Communicating with the other people from around the world becomes easier using internet. For instance, someone who stays in Jakarta can be easily to talk with his friend in London via internet. He doesn't need to pay more for it, likes telephone does. Because internet doesn't apply to the customer about roaming, limited area, or additional cost to communicate with the other people in the abroad. Besides, the communication in internet allows people to more easily work from their home, to form and sustain friendships and even romantic attachments from their home, to bank from their home and several activities that only doing from their home. In addition, good and easy communication in internet makes people with easy access to the other would feel better connected and more strongly supported to the others, leading to the happiness and engangement in families, organizations, communities and society more generally.

Besides improving communication, there are millions of website offering all types of entertainment contents. The various kinds of entertainment is provided by the internet such as online games, free music and videos that can be downloaded or can be played on the PC (Computer). The first function of internet in entertainment is in the service of online computer games. There are many sites that are dedicated to the people who want to get free online games. Almost of these games are very popular among the younger generation. Besides, there a lot of sites that provide free access to download any kind of music. Internet also support people who want to get videos as free. In this case, internet even allows the people who want to upload their personal video to the several famous video clip sites especially in youTUBE.

In brief, the internet has been very useful to improving education, communication and entertainment. Therefore, the internet is one of the important thing in this world right now.

Hadis Riwayah dan Dirayah

A. PENDAHULUAN
Perkembangan hadis dari masa ke masa telah menyebabkan munculnya ilmu –ilmu baru yang mempelajari mengenai aspek-aspek yang ada pada hadis atau sering disebut dengan ulumul hadis. Secara kebahasaan berarti ilmu-ilmu tentang hadis Kata ‘uliim adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm (ilmu).
Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadits. (Arabnya: ‘ulumul al-hadist). ‘ulum al-hadist terdiri dari atas 2 kata, yaitu ‘ulum dan Al-hadist. Kata ‘ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-hadist di kalangan Ulama Hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.” dengan demikian, gabungan kata ‘ulumul-hadist mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan Hadis nabi SAW”.
Muhammad bin Nasir al-Hazimi, ahli hadis klasik, mengatakan bahwa juimlah ilmu hadis mencapai lebih dari 100 macam yang masing-masing mempunyai objek kajian khusus sehingga bisa dianggap sebagai suatu ilmu tersendiri.Hasbi ash-Shiddieqy, tokoh hadis Indonesia, mengatakan bahwa ilmu hadis adalah ilmu yang berpautan dengan hadis Nabi SAW. Pemyataannya ini selain bertolak dari makna lugawi- (bahasa) juga mengisyaratkan bahwa ilmu-ilmu yang bersangkut- paut dengan hadis Nabi SAW itu banyak macam dan cabangnya.Kajian llmu Hadis. Secara garis besar ulama hadis mengelompokkan ilmu-ilmu yang bersangkut-paut dengan hadis Nabi SAW tersebut ke dalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadis riwayah ( ‘ilm al-QadIs riwayah) dan ilmu hadis dirayah (‘ilm al-QadIs dirayah).
Pada makalah ini akan dijelaskan secara lebih lanjut mengenai ilmu-ilmu hadis (ulumul hadis) dengan beberpa pokok persolan sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan ilmu hadis riwayah?
2. Bagaimanakah cabang-cabang ilmu yang ada pada ilmu hadisi dirayah?

B. PEMBAHASAN

1. Ilmu Hadis Riwayah
Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Suyuthi, bahwa yang dimaksud Ilmu Hadis Riwayah adalah: Ilmu Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi saw dan perbuatannya, serta periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya. Sedangkan pengertian menurut Muhammad ‘ajjaj a-khathib adalah: Yaitu ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti atau terperinci.
Definisi yang hampir sama senada juga dikemukkan oleh Zhafar Ahmad ibn Lathif al-‘Utsmani al-Tahanawi di dalam Qawa’id fi ‘ulum al-Hadist, Ilmu hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengan perkataan, perbuatan dan keadaan Rasulullah saw serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya.
Dari ketiga definisi di atas dapat dipahami bahwa Ilmu Hadis Riwayah pada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadis Nabi saw.
Objek kajian ilmu Hadis Riwayah adalah Hadis Nabi saw dari segi periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
• Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain;
• Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan pembukuannya.

Ilmu Hadis Riwayah ini sudah ada semenjak Nabi saw masih hidup, yaitu bersamaan dengan dimulainya periwayatan dengan hadis itu sendiri. Para Sahabat Nabi saw menaruh perhatian yang tinggi terhadap Hadis Nabi saw. Mereka berusaha untuk memperoleh Hadis-Hadis Nabi saw dengan cara mendatangi Majelis Rasul saw serta mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan beliau. Sedemikian besar perhatian mereka, sehingga kadang-kadang mereka berjanji satu sama lainnya untuk bergantian menghadiri majelis Nabi saw. Tersebut, manakala di antara mereka ada yang sedang berhalangan. Hal tersebut seperti yang dilakukan Umar r.a., yang menceritakan, “Aku beserta tetanggaku dari kaum Ansar, yaitu Bani Umayyah ibn Zaid, secara bergantian menghadiri majelis Rasul saw. Apabila giliranku yang hadir, maka aku akan menceritakan kepadanya apa yang aku dapatkan dari Rasul SAW pada hari itu; dan sebaliknya, apabila giliran dia yang hadir, maka dia pun akan melakukan hal yang sama. (“Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, h. 67).

Demikianlah periwayatan dan pemeliharaan Hadis Nabi saw berlangsung hingga usaha penghimpunan Hadis secara resmi dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz (memerintah 99 H/717 M- 124 H/ 742 M). Al-Zuhri dengan usahanya tersebut dipandang sebagai pelopor Ilmu Hadis Riwayah; dan dalam sejarah perkembangan Hadis, dia dicatat sebagai ulama pertama yang menghimpun Hadis Nabi saw atas perintah Khalifah ‘Umar ibn ‘abd al-Aziz.

Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan, dan pembukuan Hadis secara besar-besaran terjadi pada abad ke 3 H yang dilakukan oleh para ulama, seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam al-Tarmidzi, dan lain-lain. Dengan dibukukan Hadis-Hadis Nabi saw oleh para Ulama di atas, dan buku mereka pada masa selanjutnya telah jadi rujukan para Ulama yang datang kemudian, maka dengan sendirinya Ilmu Hadis Riwayah tidak banyak lagi berkembang.

Faedah mempelajari Ilmu Hadits Riwayah adalah untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penukilan atau pengutipan sebuah Hadits yang bersumber dari Nabi SAW. Objeknya adalah bagaimana cara menerima Hadits tersebut, menyampaikan dan membukukannya. Baik ditinjau dari segi Matan dan Sanadnya sebuah Hadits. Namun, Ilmu Hadits Riwayah tidak dikonsentrasikan kepada penilaian terhadap sebuah Hadits dari kebenarannya atau sebaliknya. Juga tidak pada penilaian sanadnya, baik berhubungan antar satu sanad dengan lainnya atau terputusnya sanad.

2. Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu Hadis Dirayah oleh para Ulama disebut juga dengan ‘Ilm Mushthalah al-Hadist atau ‘Ilm Ushul al-Hadist. Ibn al-Akfani memberikan Ilmu Hadis Dirayah sebagai berikut: dan Ilmu Hadis yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya . Ilmu Hadits Diroyah adalah kaidah-kaidah atau undang-undang untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan Hadits, sifat-sifat rawi dan lain sebagainya. Ilmu ini juga dipahami sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana caranya untuk mengetahui kedudukan sebuah Hadits.
Hasbi ash Shidiqi mengatakan, Ilmu Hadits Diroyah adalah ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan dari sisi diterima atau ditolaknya sebuah Hadits dan yang berkaitan dengan itu. Ibnu al Akfani berpendapat, Ilmu Hadits yang khusus dengan Diroyah adalah ilmu yang padanya kita mengetahui hakikat Riwayat, syarat-syarat, macam-macamnya, hukum-hukumnya, keadaan perawi, syarat-syarat para perawi, macam-macam yang diriwayatkan, dan segala yang berkaitan dengan itu.
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwasannya Ilmu Hadits Diroyah adalah sekumpulan kaidah dan masalah untuk mengetahui keadaan marwi dan perawi, dari segi diterimanya sebuah riwayat atau tidaknya suatu riwayat. Objek kajian Ilmu Hadits Diroyah ini adalah sebuah penelitian terhadap para perawi Hadits dan Keadaan mereka yang meriwayatkan Hadits, begitu juga halnya dengan sanad dan matannya. Faedah dan tujuan Ilmu Hadits Diroyah adalah untuk menetapkan diterimanya atau ditolaknya sebuah Hadits, sebagai pengamalan dari Hadits yang diterima dan meninggalkan dari Hadits yang ditolak.
Uraian dan elaborasi dari definisi di atas diberikan oleh Imam al-Suyuthi, sebagai beikut: Hakikat riwayat, adalah kegiatan sunah (Hadis) dan penyandaran kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits, yaitu perkataan seorang perawi “haddatsana fulan”, (telah menceritakan kepada kami si Fulan), atau Ikhbar, seperti perkataannya “akhbarana fulan”, (telah mengabarkan kepada kami si Fulan).
Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam penerimaan riwayat (cara-cara tahammul al-Hadits), seperti sama’ (perawi mendengarkan langsung bacaan Hadis dari seorang guru), qira’ah (murid membacakan catatan Hadis dari gurunya di hadapan guru tersebut), ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu Hadis dari seorang ulama tanpa dibacakan sebelumnya), kepada seorang untuk diriwayatkan), kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang), munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada seseorang untuk diriwayatkan), kitabah, (menuliskan hadis untuk seseorang), i’lam (memberitahu seseorang bahwa Hadis-Hadis tertentu adalah koleksinya), washiyyat (mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang dikoleksinya), dan wajadah (mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari seorang guru). (M.M Azami, Studies ih Hadith Methologi and Literature.16: Mahmud al-thahhan. Taisir Mushthalah al-Hadist, h. 157-164)
Muttashil, yaitu periwayatan yang bersambung mulai dari perawi pertama sampai perawi terakhir, atau munqathi’, yaitu periwayatan yang terputus, baik di awal, di tengah, ataupun di akhir, dan lainnya. Hukum riwayat, adalah al-qabul, yaitu diterimanya suatu riwayat karena telah memenuhi persyaratan tertentu, dan al-radd, yaitu ditolak, karena adanya persyaratan tertentu yang tidak terpenuhi.
Keadaan para perawi, maksudnya adalah, keadaan mereka dari segi keadilan mereka (al’adalah) dan ketidakadilan mereka (al-jarh). Syarat-syarat mereka, yaitu syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang perawi ketika mereka menerima riwayat (syarat-syarat pada tahammul) dan syarat ketika menyampaikan riwayat (syarat pada al-adda’).
Jenis yang diriwayatkan (ashnaf al-marwiyyat), adalah penulisan Hadis di dalam kitab al-musnad, al-mu’jam, atau al-ajza’ dan lainnya dari jenis-jenis kitab yang menghimpun Hadis Nabi saw. Definisi yang lebih ringkas namun komprehensif tentang Ilmu Hadis Dirayah dikemukakan oleh M. ‘Ajjaj al-Khathib, sebagai berikut : Ilmu Hadis Dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marawi dari segi diterima atau ditolaknya.
Al-khatib lebih lanjut menguraikan definisi di atas sebagai berikut: al-rawi atau perawi, adalah orang yang meriwatkan atau menyampaikan Hadis dari satu orang kepada yang lainnya; al-marwi adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw atau kepada yang lainnya, seperti sahabat atau yang lainnya Tabi’in; keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya adalah, mengetahui keadaan para perawi dari segi jarh dan ta’dil ketika tahammul dan adda’ al-Hadist, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dalam kaitannya dengan periwayatan Hadis; keadaan marwi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ittishal al-sanad (persambungan sanad) atau terputusnya, adanya ‘illat atau tidak, yang menentukan diterima atau ditolaknya suatu Hadis.
Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini, berdasarkan definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadis.
Pembahasan tentang sanad meliputi: (i) segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadis haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai pada Periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan Hadis tersebut; oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar: (ii) segi kepercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yatu setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu Hadis harus memiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Hadisnya ); (iii) segi keselamatan dan kejanggalan (syadz); (iv) keselamatan dan cacat (‘illat); dan (v) tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.
Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahih-an atau ke dhaifan-nya. Hal tersebut dapat dilihat dari kesejalananya dengan makna dan tujuan yang terkandung di dalam al-quran, atau selamatnya: (i) dari kejanggalan redaksi (rakakat al-faz); (ii) dari cacat atau kejanggalan dari maknanya (fasad al- ma’na), karena bertentangan dengan akal dan panca indera, atau dengan kandungan dan makna Al-Qur’an, atau dengan fakta sejarah; dan(iii) dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal.
Tujuan dan urgensi Ilmu Hadis Dirayah adalah untuk mengetahui dan menetapkan Hadis-Hadis yang maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk diamalkan) dan yang mardud (yang ditolak).
Ibnu Kholdun dalam kitabnya "Muqoddimah" menyatakan, salah satu faedahnya adalah sebagai penelitian bagi kita pada sisi sanad yang sempurna syarat dan ketentuannya, agar diketahui Hadits yang wajib diamalkan. Sehingga dalam pengamalannya itu tidak menimbulkan keraguan lagi kecuali hanya keyakinan atau Zhonn (dugaan keras) atas kebenaran sebuah Hadits itu yang benar-benar bersandar dari Rasulullah SAW. Maka hendaklah bagi kita untuk berijtihad agar dapat mengahasilkan Zhonn tersebut. Yaitu dengan mengetahui Para Perawi Hadits dalam hal 'adl dan tsiqohnya.
Ilmu Hadis Dirayah inilah yang pada masa selanjutnya secara umum dikenal dengan Ulumul Hadis, mushthalah al-Hadits, atau Ushul al-Hadits. Keseluruhan nama-nama di atas, meskipun bervariasi, namun mempunyai arti dan tujuan yang sama, yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah untuk mengetaui keadaan perawi (sanad) dan marwi (matan) suatu Hadis, dari segi diterima dan ditolaknya.
Para ulama Hadis membagi Ilmu Hadis Dirayah atau Ulumul Hadis ini kepada beberapa macam, berdasarkan kepada permasalahan yang dibahas padanya, seperti pembahasan tentang pembagian Hadis Shahih, Hasan, Dan Dha’if, serta macam-macamnya, pembahasan tentang tata cara penerimaannya (tahmmul) dan periwayatan (adda’) Hadis, pembahasan al-jarih dan al-ta’dil serta tingkatan-tingkatannya, pembahasan tentang perawi, latar belakang kehidupannya, dan pengklasikasiannya antara yang tsiqat dan yang dha’if, dan pembahasan lainnya. Masing-masing pembahasan di atas dipandang sebagai macam-macam dari Ulumul Hadis, sehingga, karena banyaknya, Imam al-Suyuthi menyatakan bahwa macam-macam Ulumul Hadis tersebut banyak sekali, bahkan tidak terhingga jumlahnya. Ibn al-Shaleh menyebutkan ada 65 macam Ulumul Hadis, sesuai dengan pembahasannya, seperti yang dikemukakan di atas.
Di samping kitab ulumul hadis yang bersifat umum, dalam perkembangan selanjutnya muncul pula kitab ulumul hadis yang bersifat khusus, yakni kitab yang membahas satu cabang ilmu hadis tertentu dengan pembahasan yang lebih luas dan mendalam. Ilmu hadis dirayah memiliki cabang-cabang yang berkaitan dengan sanad, rawi, dan matan hadis. Cabang-cabang yang berkaitan dengan sanad dan rawi yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut :
a. ‘Ilm rijal al-hadis, Yakni ilmu yang mengkaji keadaan para rawi hadis dan perikehidupan mereka, baik dari kalangan sahabat, tabiin maupun tabi’ at- tabi’fn, dan generasi sesudahnya. Bagian dari ‘ilm rijal al-hadis ini adalah ‘ilm tarikh rijal al-hadis Ilmu ini secara khusus membahas perihal para rawi hadis dengan penekanan pada aspek-aspek tanggal kelahiran, nasab atau garis keturunan, guru sumber hadis, jumlah hadis yang diriwayatkan, dan murid-muridnya. Di antara kitab-kitab terkenal dalam cabang ilmu hadis ini ialah al-Isti’ab fi Ma’rifah al- Ashab karya Ibnu Abdul Bar (w. 463 H), al-Isab fi Tamyiz as-Sahab dan Tahzib at- Tahzib karya Ibnu Hajar al-Asqalani, serta Tahzib al-Kamal karya Abul Hajjaj Yusufbin az-Zakki al-Mizzi (w. 742 H).
b. ‘Ilm al-jarh wa at-ta’dil, yakni ilmu yang membahas hal ihwal rawi dengan menyoroti kesalehan dan kejelekannya, sehingga dengan demikian periwayatannya dapat diterima atau ditolak. Muhammad Ajaj al-Khatib, ahli hadis kontemporer dari Suriah, mengelompokkan sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat tercela para periwayat masing-masing ke dalam enam tingkatan dan setiap tingkatan dilambangkan dengan istilah-istilah tertentu.Untuk sifat-sifat terpuji digunakan istilah ausaq an-nas (orang yang paling dipercaya, baik kepribadian maupun hafalannya), la yus’al ‘anh (tidak perlu dipertanyakan lagi), siqah-siqah (tepercaya kuat), sabat (kokoh), la ba’sa bih (tidak masalah) dan laisa bi ba’id min as- sawwab (tidak jauh dari kebenaran). Untuk sifat-sifat tercela digunakan istilah akzab an-nas (manusia paling pendusta), muttaham kazib (suka berdusta), muttaham bl al-kai[b (dituduh berdusta). la yuktab hadisuh (tidak perlu ditulis hadisnya), la yuhtajj bih (tidak dapat dijadikan hujah), dan fIhi maqal (dipertanyakan). Untuk periwayat yang memiliki sifat terpuji hadisnya dapat diterima dengan peringkat kehujahan sesuai dengan peringkat sifat terpuji yang dimilikinya. Sebaliknya, periwayat yang memiliki sifat tercela hadisnya ditolak dengan peringkat penolakan sesuai dengan peringkat sifat jelek yang dimilikinya. Kitab-kitab terkenal dalam cabang ilmu hadis ini antara lain al-Jarh wa at- Ta dill karya Ibnu Abi Hatim ar-Razi (w. 328 H) dan al-Jar~ wa at-Ta’di1 karya Muhammad Jamaluddin bin Muhammad bin Sa ‘id bin Qasim al-Qasimi.
c. ‘Ilm ‘ilal al-hadis, yakni ilmu yang membahas perihal cacat tersembunyi yang mungkin terdapat dalam suatu hadis yang keberadaannya dapat menjatuhkan nilai hadis yang secara lahir tampak sahih. Misalnya, hadis yang tampak muttasil (hadis yang sanadnya menyambung sampai kepada Nabi SAW atau sahabat) setelah diteliti lebih jauh temyata munqati’ (hadis yang salah seorang periwayatnya gugur tidak pada sahabat, tetapi bisa terjadi pada periwayat yang di tengah atau di akhir) .Untuk dapat mempelajari cacat tersembunyi ini diperlukan penguasaan ilmu ‘ilm ‘ilal al-hadis secara mendalam karena masalah yang menjadi objek kajiannya lebih rumit.Kitab-kitab terkenal di cabang ini di antaranya ’1lal al-Hadis oleh Ibnu Abi Hatim ar-Razi, al- ‘I1al oleh Imam at-*Tirmizi, dan al- ‘I1al al-Mutananiyah fI al-Ahadis al-Wahiyah oleh Ibnu al-Jauzi (510-97 H).
d. ‘I1m garib al-hadis, yakni ilmu yang membahas masalah kata atau lafal yang terdapat pada matan hadis yang sulit dipahami, baik karena kata atau lafal tersebut jarang sekali dipakai, nilai sastranya yang tinggi, maupun karena sebab yang lain. ‘I1m garib al-hadis ini mempunyai arti penting dalam memahami maksud hadis dengan baik dan tepat karena sering kali suatu lafal tidak dapat dipahami sesuai dengan maknanya yang umum dikenal (makna lahiriah) sehingga harus dipahami dengan makna tersendiri agar maksud yang dituju oleh hadis tersebut dapat diungkap dengan baik dan tepat. Ilmu inilah yang mengantarkan seseorang untuk dapat menemukan makna yang tepat tersebut. Ulama perintis di bidang ini adalah Abu Ubaidah Ma’mar bin Mussana at- Taimi (w. 210 H) dan kemudian Abu al-Hasan an-Nadr bin Syunail al-Mazini (w. 203 H). Keduanya telah menulis kitab tentang garib al-hadis. Namun, Muhammad Adib Salih (ahli hadis kontemporer dari Suriah) mengatakan bahwa kitab tersebut merupakan kitab kecil dan banyak masalah yang belum terdapat di dalamnya. Kitab yang terkenal ialah al-Fa’ iq fiGarib al-hadis karya Abu Kasim Mahmud bin Umar az-*Zamakhsyari dan an-Nihayah ff Gario al-ljadls karya Majduddin Abu as-Sa ‘adah al-Mubarak bin Muhammad yang terkenal dengan nama Ibnu Asir (544-606H).
e. ‘IIm asbab al-wurud al-hadis, yakni ilmu yang membahas sebab atau hal-hal yang melatarbelakangi munculnya suatu hadis. Sebab atau hal tersebut adakalanya berupa pertanyaan yang dilontarkan oleh sahabat, lalu Rasulullah SAW memberikan jawabannya, dan adakalanya berupa peristiwa yang disaksikan atau dialami sendiri oleh Rasulullah SAW bersama sahabatnya, kemudian beliau menjelaskan hukumnya.Hadis-hadis yang mempunyai * asbab al- wurud ini harus dipahami sesuai dengan keter- ikatannya dengan sebab atau hal-hal yang melatarbelakangi munculnya hadis tersebut. Ilmu ini bertujuan mengantarkan seseorang untuk dapat memahami hadis sesuai konteksnya. Ulama yang dipandang sebagai perintis dalam bidang ilmu ini adalah Abu Hafs Umar bin Muhammad bin Raja al-Ukbari (380-458 H), dan kitab yang terkenal dalam bidang ini ialah al-Bayan wa at- Ta ‘rif fi Asbab Wurud al-hadis asy-Syarlf karya Syarib lbrahim Muhammad bin Kamaluddin al-Husaini al-Hanafi ad-Dimasyqi yang lebih terkenal dengan nama Ibnu Hamzah ( 1054 -1112 H).
f. ‘IIm mukhtalif al-hadis, yakni ilmu yang mem- bahas hadis-hadis yang secara lahir tampak saling bertentangan. Ilmu ini mempunyai arti penting dalam mengantarkan seseorang untuk dapat menyelami makna filosofis suatu hadis, karena pada tingkat makna filosofis tidak mungkin hadis-hadis Rasulullah SAW benar-benar bertentangan satu sama lain. Apabila tampak bertentangan, maka pertentangan itu hanyalah pada makna lahiriahnya, bukan pada maksud sesungguhnya yang dituju.Ulama perintis di bidang ini ialah Imam asy-Syafi ‘i dengan karyanya Mukhtalif al-hadis. Kemudian muncul pula Abu Muhammad Abdullah bin Muslim ad-Dinawari bin Qutaibah atau Ibnu Qutaibah (213 H/828 M-276 H/889 M) dengan kitabnya Ta’wi1 Mukhtalif al-Hadis dan Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad at- Tahawi (239-321 H) dengan kitabnya Musykil al-ljadls.
g. ‘IIm nasikh wa mansukh al-hadis, yakni ilmu yang membahas penyelesaian hadis-hadis yang bertentangan dan tidak dapat dikompromikan. Ilmu ini mempelajari sejarah munculnya hadis-hadis yang bertentangan tersebut untuk mengetahui mana di antaranya yang lebih dahulu muncul dan yang kemudian. Penyelesaian dilakukan dengan kaidah an-nasikh, yaitu hadis yang datang kemudian membatalkan ha- dis yang datang lebih dahulu. Selanjutnya, hadis yang membatalkan dijadikan hujah dan diamalkan,sedangkan hadis yang dibatalkan/dihapus ditinggalkan. Kitab-kitab terkenal di bidang ini antara lain NasiKh al-hadis wa Mansukhih karya Abu Hafs Umar bin Ahmad bin Usman yang terkenal dengan nama Ibnu Syahin (297-385 H) dan al-I’tibar fi an-NasiKh wa al-Mansukh min al-Asar karya Abu Bakar Muhammad bin Musa al-Hazimi (547-584 H).
h. ‘I1m takhrij al-Qadis,yakni ilmu yang membahas kualitas hadis. Ilmu ini membicarakan cara yang harus ditempuh dalam mencari dan menemukan hadis di dalam kitab-kitab sumber asli yang memuatnya serta menerangkan kualitas sanad yang mendukung periwayatan hadis tersebut.Yang dimaksud dengan kitab hadis sumber asli adalah kitab hadis yang ditulis langsung oleh periwayat dengan memaparkan jalur sanadnya secara utuh, seperti al-kutub as-sittah (kitab hadis yang enam, yaitu sahih al-Bukhari -sahih -mus lim, Sunan Abi Dawud, sunan at- Tarmizi Sunan an- Nasa’i dan Sunan Ibn Majah), al-Muwatta’ oleh Imam *Malik, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, dan Sunan ad-Darimi ‘I1m takhrij al-Hadis bertujuan mengantarkan seseorang untuk menelusuri kualitas sanad hadis dengan meneliti nama-nama periwayat yang terdapat dalam jalur sanadnya.Kitab-kitab penting di bidang ini di antaranya Turuq Takhrij hadis Rasulillah karya Abu Muhammad Abdul Hadi (ahli hadis kontemporer dari Mesir) dan Usul at- Takhrij wa at- Takhrij wa Dirasah al-Asanid karya Mahmud at- Tahhan (ahli hadis kontemporer dari Mesir).

C. PENUTUP
Mempelajari ilmu hadis mengantakan kita kepada pengetahuan yang mendalam mengenai hadis dimana Para ulama Hadis membagi Ilmu Hadis Dirayah atau Ulumul Hadis ini kepada beberapa macam, berdasarkan kepada permasalahan yang dibahas padanya, seperti pembahasan tentang pembagian Hadis Shahih, Hasan, Dan Dha’if, serta macam-macamnya, pembahasan tentang tata cara penerimaannya (tahmmul) dan periwayatan (adda’) Hadis, pembahasan al-jarih dan al-ta’dil serta tingkatan-tingkatannya, pembahasan tentang perawi, latar belakang kehidupannya, dan pengklasikasiannya antara yang tsiqat dan yang dha’if, dan pembahasan lainnya. Masing-masing pembahasan di atas dipandang sebagai macam-macam dari Ulumul Hadis, sehingga, karena banyaknya, Imam al-Suyuthi menyatakan bahwa macam-macam Ulumul Hadis tersebut banyak sekali, bahkan tidak terhingga jumlahnya.
DAFTAR PUSTAKA:
• http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:zB3oNZpnshYJ:www.canboyz.co.cc/2010/02/ulumul-hadits.html+ulumul+hadis&cd=7&hl=id&ct=clnk&gl=id&source=www.google.co.id
• http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:Dq26AXeLOJ8J:attanzil.wordpress.com/category/ilmu-ilmu-hadits/+ilmu-imu+hadis&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a&source=www.google.co.id

Pembinaan Generasi Muda

A. PEMBAHASAN
LATAR BELAKANG
Generasi Muda adalah kata yang mempunyai banyak pengertian, namun dari pengertian-pengertian generasi muda mengarah pada satu maksud yaitu kumpulan orang-orang yang masih memunyai jiwa, semangat, dan ide yang masih segar dan dapat menjadikan Negara ini lebih baik, orang-orang yang mempunyai pemikiran yang visioner. Bahkan revolusi suatu bangsa itu biasanya didobrak oleh generasi mudanya, terlepas dari apakah pemuda itu perlu digolongkan berdasarkan umur atau tidak.
Bahkan revolusi suatu bangsa itu biasanya didobrak oleh generasi mudanya. Terlepas dari apakah pemuda itu perlu digolongkan berdasarkan umur atau tidak. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Mentri Pemuda dan Olah raga Adiaksa Daud bahwa nanti akan ada pengaturan pemuda itu berdasarkan umur atau semangat.
Pelopor yang melakukan langkah-langkah konkret bagi perubahan bangsa kearah yang lebih baik dan kepekaan terhadap realita social yang ada di masyarakat, memang menjadi ciri utama yang melekat pada pemuda tetap jika kita menyaksikan kondisi mayoritas ummat Islam saat ini, maka terlihat bahwa sebagian besar ummat berada pada keadaan yang sangat memprihatinkan, mereka bagaikan buih terbawa banjir, tidak memiliki bobot dan tidak memiliki nilai. Jika dilakukan analisis secara mendalam dari sudut pandang agama maka akan ditemukan beberapa ayat yang menyagkut masalah pembinaan pemuda, makalah ini berusaha membahas beberapa ayat yang menyangkut pembinaan generasi muda dengan beberapa rumusaan masala sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kaitan surah an-nisa ayat 9 dengan pembinaan generasi muda?
2. Bagaimanakah kaitan surah an-nisa ayat 95 dengan pembinaan generasi muda?
3. Bagaimanakah kaitan surah at-tahrim ayat 6 dengan pembinaan generasi muda?
4. Bagaimanakah kaitan surah at-taghabun ayat 14-15 dengan pembinaan generasi muda?




B. PEMBAHASAN
1. Surat An-Nisaa Ayat 9

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS. 4:9)
Kosakata:
Anak-anak yang lemah: ضعا فا
Perkataaan yang benar: وَلْيَخْشَ
Hubungan ayat sebelumnya:
Ayat tersebut masih memiliki hubungan dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara dalam konteks pemeliharaan harta anak-anak yatim. Yaitu ayat yang mengharamkan memakan harta anak yatim serta perintah untuk menyerahkan harta tersebut apabila anak yatim itu telah dewasa, serta larangan memakan mas kawin kaum wanita, atau menikahinya tanpa mahar.
Asbabun nuzul:
Pada suatu waktu Rasulullah SAW datang kepada Sa'ad bin Abi Waqash yang kala itu sedang sakit keras. Sa'ad berkata: "Wahai Rasulullah, kami seorang kaya raya yang tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. Adakah boleh aku menyedekahkan dua pertiga dari hartaku?. "Tidak boleh", jawab Rasulullah. Kemudian Sa'ad berkata lagi: "Adakah separuh dari harta kekayaanku?". Jawab Rasulullah: "Tidak!". Kata Sa'ad: "Apakah sepertiga itu sangat banyak". Kemudian Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan kaya adalah lebih baik daripada meninggalkan ahli waris yang miskin meminta-minta kepada umat manusia". Sehubungan dengan sabda Rasullah maka turunlah ayat ini.
Kandungan:
Allah memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya supaya mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari. Untuk itu selalulah bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggung jawab mereka. Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak kandung sendiri.
(Dan hendaklah bersikap waspada) maksudnya terhadap nasib anak-anak yatim (orang-orang yang seandainya meninggalkan) artinya hampir meninggalkan (di belakang mereka) sepeninggal mereka (keturunan yang lemah) maksudnya anak-anak yang masih kecil-kecil (mereka khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah) mengenai urusan anak-anak yatim itu dan hendaklah mereka lakukan terhadap anak-anak yatim itu apa yang mereka ingini dilakukan orang terhadap anak-anak mereka sepeninggal mereka nanti (dan hendaklah mereka ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang benar) misalnya menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan selebihnya untuk para ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan menderita.
Selanjutnya ayat 9 di atas menganjurkan jangan sampai meninggalkan anak-anak yatim sebagai calon generasi muda berada dalam keadaan lemah baik fisik maupun mental. Pesan tersebut disampaikan terutama bagi mereka yang diberikan wasiat dan menjadi wali bagi anak-anak yatim yang masih kecil. Mereka harus berupaya memelihara anak yatim dengan baik juga menjaga harta anak yatim yang dititipkan kepadanya. Orang yang diberi wasiat tersebut harus pula membina akhlak anak yatim dengan memberikan keteladanan perbuatan dan perkataan yang baik serta membiasakan berakhlak mulia.
Hubungan dengan pendidikan:
Anak yatim adalah anak yang ditinggalkan mati ayahnya selagi ia belum mencapai umur balig. Dalam Islam, anak yatim memiliki kedudukan tersendiri. Mereka mendapat perhatian khusus dari Rasulullah saw. Ini tiada lain demi untuk menjaga kelangsungan hidupnya agar jangan sampai telantar hingga menjadi orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, banyak sekali hadis yang menyatakan betapa mulianya orang yang mau memelihara anak yatim atau menyantuninya.
Akibat kematian ayah atau ibunya, atau bahkan kedua-duanya, anak merasakan sebuah kekosongan besar dalam hidupnya. Ia merasakan kekosongan dunia dari orang yang memberinya curahan cinta dan kasih sayang dan yang memenuhi semua keperluan hidupnya, seperti makan, minum, pakaian, dan lain. Anak yatim selalu dihantui oleh perasaan cemas dan ketakutan. Kegelisahan selalu datang menggerogoti ketenangan batinnya. Perasaan tidak lagi mendapatkan kasih sayang dapat berakibat buruk pada perkembangan mentalnya.
Realitas yang ada di tengah masyarakat menunjukkan bahwa mayoritas anak yatim yang tidak mendapat perhatian yang semestinya dari orang lain memiliki kepribadian yang labil dan sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena itu, Islam sangat menekankan pentingnya memperhatikan anak yatim secara khusus, lebih dari penekanannya untuk memperhatikan anak kandung kita sendiri. Islam memerintahkan kita untuk berusaha sebisa mungkin memenuhi semua kebutuhan materi dan jiwanya. Bahkan,ayat ini yang secara khusus membicarakan masalah anak yatim adan bagaimana cara kita memberikannya berupa bimbingan.
Salah satu wujud dari perhatian terhadap anak yatim adalah dengan mendidiknya dengan baik dan benar dan mencetaknya menjadi orang yang berguna bagi masyarakatnya di masa yang akan datang.
Imam Amirul Mukminin Ali a.s. berkata:

ادّب اليتيم بما تؤدّب منه ولدك ...

Artinya: Didiklah anak yatim seperti engkau mendidik anakmu sendiri....
Anak yatim yang mendapat perhatian dan kasih sayang yang semestinya akan merasa bahagia dan hidup dengan penuh rasa optimis. Namun bila ia tidak mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan, anak tersebut akan hidup dengan mental yang labil dan hal itu menjadi lebih parah jika ia jatuh ke pangkuan orang yang tidak benar yang mendidiknya secara salah dan membentuknya menjadi pribadi yang merugikan masyarakat.

2. Surat an-Nisa ayat 95


Tidaklah sama antara mu'min yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,
Kosakata:
Bersungguh-sungguh, jihad : الْمُجَاهِدِينَ
Munassabah:
Hubungan ayat ini dengan ayat setelahnya ialah allah mengatakan pada ayat 95 bahwa allah akan menyukai orang-orang yang ingin berjihad di jalan Allah dan pada ayat 96 ia kemudian menegaskan dengan FirmanNya: Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat daripada-Nya, serta ampunan dan rahmat. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Asbabun nuzul:
Pada waktu Zaid bin Tsabit diperintahkan oleh Nabi SAW agar menulis ayat yang baru diturunkan yang berbunyi: Laa yastawil-qaa'uduuna minal mukminiina datanglah Abdillah bin Ummi Maktum seraya berkata: "wahai Rasulullah, aku sangat cinta dan berharap untuk mengikuti jihad meluhurkan agama Allah. Tetapi aku adalah seorang yang beruzur (buta)".
Kandungan:
Orang-orang mukmin yang berjuang untuk membela agama Allah dengan penuh keimanan dan keikhlasan tidaklah sama derajatnya dengan orang-orang yang enggan berbuat demikian. Akan tetapi ayat ml mengemukakan hal tersebut adalah untuk menekankan bahwa perbedaan derajat antara kedua golongan itu adalah sedemikian besarnya. sehingga orang-orang yang berjihad itu pada derajat yang amal tinggi. Apabila orang-orang yang tidak berjihad itu menyadari kerugian mereka dalam hal ini, maka mereka akan tergugah hatinya dan berusaha untuk mencapai derajat yang tinggi itu, dengan turut serta berjihad bersama-sama kaum mukminin lainnya. Untuk itulah ayat ini mengemukakan perbedaan antara kedua golongan itu. Dengan demikian maksud yang terkandung dalam ayat ini sama dengan maksud yang dikandung dalam firman Allah pada ayat lain yang menerangkan perbedaan derajat antara orang-orang mukmin yang berilmu pengetahuan dun orang-orang yang tidak berilmu.
Ayat ini memberikan pengertian bahwa orang-orang yang berilmu pengetahuan itu jauh lebih tinggi derajatnya dari pada orang-orang yang tidak berilmu. Apabila orang-orang yang tidak berilmu diberitakan tentang kekurangan derajatnya itu, semoga tergeraklah hati mereka untuk mencari ilmu pengetahuan dengan giat, sehingga dapat meningkatkan derajat mereka kepada derajat yang tinggi.
Ayat ini turun pada waktu terjadinya perang Badar. Di antara kaum Muslim in ada orang-orang yang tetap tinggal di rumah, dan tidak bersedia berangkat ke medan perang. Lalu turunlah ayat ini untuk mengingatkan mereka bahwa dengan sikap yang semacam itu, mereka berada pada derajat yang rendah, dibanding dengan derajat orang-orang yang berjihad dengan penuh iman dan kesadaran.
Sementara itu ada pula di antara kaum muslimin yang sangat ingin untuk ikut berjihad, akan tetapi niat dan keinginan mereka itu tidak dapat mereka laksanakan karena mereka beruzur, misalnya: karena buta, pincang, sakit dan sebagainya, dan merekapun tidak pula mempunyai benda untuk disumbangkan.
Orang-orang semacam itu, tidak disamakan dengan orang-orang yang enggan berjihad, melainkan disamakan dengan orang-orang yang berjihad dengan harta benda dan jiwa raga mereka Akan tetapi ayat ini menjelaskan bahwa mereka yang benar-benar berjihad dengan harta benda dan jiwa raganya itu memperoleh martabat yang lebih tinggi satu derajat dari mereka yang tidak berjihad karena `uzur. Namun golongan itu akan mendapatkan pahala dari Allah, karena iman dan niat mereka yang ikhlas.
Pada akhir ayat ini, Allah SWT menegaskan pula bahwa Dia akan memberikan pahala yang jauh lebih besar kepada mereka yang berjihad, daripada mereka yang tidak berjihad tanpa uzur. Berjuang atau berjihad "dengan harta benda" ialah: menggunakan harta benda milik sendiri untuk keperluan jihad, atau untuk keperluan orang lain yang turut berjihad, misalnya: bahan-bahan perbekalan berupa makanan, atau kendaraan. senjata dan sebagainya. Dan berjuang dengan "jiwa raga" berarti: ia rela mengorbankan miliknya yang paling berharga baginya, yaitu tenaga bahkan jiwanya, sekalipun ia menerima perbekalan dari orang lain, karena ia tidak mempunyainya.
Hubungan dengan pendidikan:
Ayat ini mengetengahkan bahwa Islam sangat menghargai para pemuda yang aktif dalam mengambil bagisn dalam hal kebaikan, menyuruh mereka agar tidak bermalas-malasan dan berpangku tangan terhadap berbagai permasalahannya, ayat ini menekankan bagi para pelajar agar tekun dan ulet dalam belajar serta selalu berdo’a kepada Allah.SWT. pengaplikasian ayat ini akan melahirkan suatu pemuda muslim yang ideal yang mana menurut Asy-Syahid Hasan Al-Banna rahimahullah bahwa sosok pemuda Islam yang ideal minimal harus memiliki empat syarat utama, yaitu: iman yang kokoh, keikhlasan hati, himmah atau tekad yang kuat, dan yang terakhir memiliki strategi pelaksanaan (perencanaan) yang matang. Beliau menegaskan bahwa bila keempat syarat tersebut dimiliki oleh para pemuda Islam, maka amanah suci yang dilimpahkan bagi mereka akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yang kesemuanya itu mmbutuhkan iman dan harus memiliki pengetahuan.





3. Surah At Tahrim 6

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. 66:6)

Kosakata:
Tanpa ada udzur : غير اولى الضرر
Bahan bakar (neraka) ,manusia dan batu : وقودها الناس والحجارة
Keras dan kasar : غلاظ شداد
Hubungan ayat sebelumnya:
Hubungan anatar ayat at-tahrim ayat 6 dan 7 adalah memerintahkan supaya orang-orang, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka dan mengeluarkan satu ketegasan yang ditujukan kepada orang-orang kafir, bahwa di hari kemudian nanti, tidak ada lagi gunanya mereka itu mengemukakan uzur dan alasan, menginginkan satu kehendak dan harapan Waktu dan kesempatan untuk mengemukakan uzur dan harapan sudah lewat. Hari Kiamat itu, hanyalah hari untuk mempertanggungjawabkan dan menerima pembalasan dari apa yang telah dikerjakan di dunia, sebagaimana firman Allah dalam ayat.
Kandungan:
Dalam ayat ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.
Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah SWT.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu mengerjakannya (Q.S Taha: 132).

dan dijelaskan pula dengan firman-Nya:
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Q.S Asy Syu'ara': 214).
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: "Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?" Rasulullah SAW. menjawab: "Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.
Hubungan dengan pendidikan:
Maksud ayat di atas yaitu : hai orang-orang yang membenarkan adanya Allah dan Rasul-Nya hendaknya sebagian yang satu dapat menjelaskan kepada sebagian yang lain tentang keharusan menjaga diri dari siksa api neraka dan menolaknya, karena yang demikian itu merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan mengikuti segala perintah-Nya, dan juga mengajarkan kepada keluarganya tentang perbuatan ketaatan yang dapat memelihara dirinya dengan cara memberikan nasihat dan pendidikan. Jelasnya ayat tersebut merupakan perintah atau kewajiban terhadap keluarga agar mendidik hukum-hukum agama kepada mereka.
Pengertian tentang pentingnya membina keluarga agar terhindar dari siksaan api neraka ini tidak hanya semata-mata diartikan api neraka yang ada di akhirat nanti melainkan termasuk pula berbagai masalah dan bencana yang menyedihkan, merugikan, dan merusak citra pribadi seseorang. Sebuah keluarga yang anaknya atau salah satu anggota keluarganay terlibat dalam perbuatan tercela seperti mencuri, merampok, membunuh, menipu, berzina, meminun minuman keras, terlibat narkoba dan sebagainya dapat menciptakan dan membawa bencana di muka bumi dan merugikan orang yang melakukannya. Keluarga, istri, anak, menantu, adik dan sebagainya dapat menjadi musuh dan membawa malapetaka jika terlibat perbuatan tersebut.

3. Surat At-Thagabun 14-15

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (14). Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.(15)

Kosakata:
Maka berhati-hatilah : فاحذروا
Memaafkan dan menyantuni (tidak memarahi) : وان تعفوا وتصفحوا
Cobaan : فتنة
Hubungan dengan ayat sebelumnya:
Poin penghubung yang paling penting dari ketiga ayat ini adalah memerintahkan supaya manusia yang mempunyai harta, anak dan istri itu bertakwa kepada-Nya sekuat tenaga dan kemampuannya
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat telah ditemukan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan suatu kaum dari ahli Mekkah yg masuk Islam, akan tetapi isteri dan anak-anaknya menolak untuk hijrah ataupun ditinggal hijrah ke Madinah. Lama kelamaan mereka pun hijrah, sesampainya di Madinah mereka melihat kawan-kawannya yang telah mendapat banyak pelajaran dari Nabi SAW. Karena kemudian mereka bermaksud untuk menyiksa isteri dan anak-anaknya yang menjadi penghalang untuk berhijrah. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam riwayat lain ayat ini turun di Madinah berkenaan dengan Auf bin Malik Al-Asyja'i yang mempunyai anak isteri yang selalu menangisinya apabila akan pergi berperang bahkan menghalanginya dengan berkata: "kepada siapa engkau akan titipkan kami ini". Ia merasa kasihan kepada mereka dan tidak jadi berangkat perang.
Kandungan:
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa ada di antara istri-istri dan anak-anak menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya mencegah mereka berbuat baik yang mendekatkan mereka kepada Allah SWT, menghalang mereka beramal saleh yang berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan mereka kepada perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh agama, sebagaimana yang dijelaskan di dalam satu riwayat bahwa Nabi bersabda:

يأتي زما ن على أمتي يكون فيه هلاك الرجل على يد زوجته وولده يعيرانه بالفقر فيركب مراكب السوء فيهلك
Artinya:
Akan datang suatu zaman kepada umatku, seorang lelaki hancur gara-gara istri dan anaknya. Keduanya mencela dan mengejeknya, karena kemiskinannya. Maka ia melakukan perbuatan yang jahat (untuk menghilangkan kemiskinannya) lalu binasalah ia. (lihat Tafsir Al Maragi hal. 129, juz 28, jilid X).
Karena ia merasa cinta dan sayang kepada istri dan anaknya, supaya kedua hidup mewah dan senang, ia tidak segan berbuat yang dilarang agama, seperti korupsi dan lainnya, menyebabkan ia rusak binasa oleh karena itu, ia harus berhati-hati, penuh kesabaran menghadapi anak istri mereka. Jangan terlalu ditekan. Sebaiknyalah mereka itu dimaafkan; tidak dimarahi tetapi diampuni. Allah sendiri pun Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang, sebagaimana dijelaskan dalam ayat yang berbunyi.
ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (25)
Dan kesabaranmu itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S An Nisa': 25)
Ayat ini juga menerangkan bahwa cinta terhadap harta dan anak adalah cobaan. Kalau kita tidak berhati-hati, akan mendatangkan bencana. Tidak sedikit orang, karena cintanya yang berlebihan kepada harta dan anaknya, berani berbuat yang bukan-bukan, melanggar ketentuan agama. Dalam ayat ini harta didahulukan dari anak karena ujian dan bencana harta itu lebih besar, sebagaimana firman Allah dalam ayat lain.
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى (7)
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup. (Q.S Al Alaq: 6-7)
dan dijelaskan pula oleh sabda Nabi SAW:
إن لكل أمة فتنة وإن فتنة أمتي المال
Sesungguhnya bagi tiap-tiap umat ada cobaan dan sesungguhnya cobaan umatku (yang berat) ialah harta. (H.R Tabrani dari Ka'ab bin Iyad)
Kalau manusia itu dapat menahan diri, tidak akan berlebih cintanya kepada harta dan anaknya, tetapi cintanya kepada Allah lebih besar daripada cintanya kepada yang lainnya. Maka ia akan mendapat pahala yang besar dan berlipat ganda.
Perlu diketahui bahwa orang-orang yang beriman bahwa di antara isteri dan anak-anakmu itu ada yang dapat menjadi musuh, memalingkan kamu dari ketaatan dan kedekatanmu kepada Allah serta amal salih yang bermanfaat di akhirat. Keadaan tersebut terjadi sebab utamanya adalah karena isteri, anak dan anggota keluarga tidak memiliki pendidikan terutama pendidikan agama. Untuk itulah, Allah memerintahkan agar suami sebagai kepala keluarga memberikan pendidikan kepada anggota keluarganya. Seperti yang dicontohkan Luqman al-Hakim ketika membina dan memdidik anak dan keluarganya yang tertulis dalam penjelasan Q.S. Luqman /31 : 13-19 yang memadukan dan mengintegralisasakin antara pendidikan keimanan (Tauhid), Ibadah juga Akhlak dan kesopanan.
Hubungan dengan pendidikan:
Dalam ayat ini tampa sangat jeas bahwa Islam mendorong masyarakat dan orangtua untuk mendidik anak saleh dan tidak durhaka. Terkait hal ini, Nabi saw bersabda,”Allah melaknat orangtua yang membuat anak mereka menjadi durhaka.” Beliau juga bersabda,”Aku menasihati kalian untuk memerhatikan para pemuda, sebab hati mereka lebih rapuh ketimbang yang lain.”
Islam mengajak generasi muda untuk memilih teman yang baik dan berakhlak mulia serta menjauhi orang-orang yang menyimpang. Imam Ali Sajjad as berkata kepada putranya,”Hindarilah berteman dengan pembohong, karena dia ibarat fatamorgana; dia menjauhkan yang dekat darimu dan mendekatkan yang jauh kepadamu.”





C. KESIMPULAN

Pembinaan kehidupan bagi generasi muda baik moral maupun agama menjadi suatu hal yang sangat penting, karena generasi muda merupakan tonggak keberlangsungan suatu bangsa dan negara. Nilai-nilai moral dan agama yang akan menjadi pengendali dan pengaruh dalam kehidupan manusia itu adalah nilai-nilai yang masuk dan terjalin serta terinternalisasi ke dalam pribadinya. Semakin cepat nilai-nilai itu masuk ke dalam pembinaan pribadi, akan semakin kuat tertanamnya dan semakin besar pengaruhnya dalam pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap pada khususnya. Ajaran Islam (Al-Qur’an) amat memperhatikan pembinaan generasi muda. Pembinaan tersebut hendaknya dilakukan melalui kegiatan pendidikan yang dimulai dari rumah tangga atau pendidikan keluarga























DAFTAR PUSTAKA
• Abudin Nata,Tafsir al-ayat at-Tarbawiyyah, 2002, PT.Raja Garfindo Persada: Jakarta.
• Muhali, a. Mudjab. Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an Surah Al-Baqarah – An-Nisa. 2002, PT.Raja Garfindo Persada: Jakarta
• http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir
• http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:5N2g0lEyti8J:www.kumpulantugasmakalah.co.cc/2011/05/pembinaan-generasi-muda-makalah.html+hikmah+pembinaan+generasi+muda+islam&cd=13&hl=id&ct=clnk&gl=id&source=www.google.co.id

"THE SIMILARITIES OF MARRIAGE PROCEDURES IN JAVANESE AND BUGINESE"

Marriage is one of the most important ceremony in entire of life. Every culture in the world especially in Indonesia has difference procedures of marriage ceremony, Javanese and Buginese for example. Marriage process in Javanese is more complex of its rituals than the other culture in Indonesia and Marriage process in Buginese is one of the most expensive in Indonesia. However, a comparison of marriage procedures between Javanese and Buginese reveals that both of them have a great number of the similarities.
The marriage procedures of Buginese and Javanese are similarity in the complex of offering proposal process. There are so many steps before lamaran (the proposal) in the Buginese and Javanese are accepted. The proposal in Buginese is started from Mammanu'-manu or the first visit of the groom's family to know more about the bride, Mappesse'-pesse' is the second visit before offering a proposal, Madduta is the process of offering a proposal where both of family will negotiate about dui' menre' (dawry), and the last step is Mapettu' ada where the bride and groom's family have found an agreement about dui' menre' and the wedding day. The complex of offering a proposal in Buginese is not so different with the offering proposal process in Javanese which is started from babat (the first visit to introduce each other), nontoni (the second meet to ask some obscure questions to the bride and her family about their willing if the groom offering a proposal), nglamar (offering a proposal), and asok tukon (an agreement) which spends a lot of time to get an agreement. During the proposal process, both of Buginese and Javanese really emphasize to the aspect of politeness and high prestige. For instance, several Buginese parents assume that marrying their daughters is one of media to show their social class and financial status therefore their parents will ask high dawry even can be up to hundred millions Rupiah while for almost Javanese parents have high requirements to their son or daughter-in-law, they are from bibit (their offspring history), bebet (their behaviour), and bobot (their financial and their caste in society).
Second, both of these cultures have similar activities in a day or couple days before wedding ceremony. There is a similarity between ritual in Javanese and Buginese for their bride before her wedding day. For example, In Java, siraman is one of important part where the parents and elderly of the bride will be bathing the bride and the groom with flowers and water, aiming of this process is to make them will be pure approaching their wedding day. This process is same with cemme mappepaccing in Buginese ritual. Moreover, separating between the bride and groom is one of the similarity in marriage procedures between Javanese and Buginese, the evening before the ceremony the couple is separated for the goal secluding the bride and give her some advices and also wishing her well to become a good wife.
Furthermore, there is a similarity between Javanese and Buginese to sense the meaning of the wedding ceremony. In this case, there is no question about the value of marriage for Javanese and Buginese, both of them assume that a marriage is a holy ceremony because every ritual has a certain meaning and really sacred. One of the most sacred process in marriage is 'ijab qabul process (consent granted), this process for Javanese and Buginese have been influenced or acculturated with their religion. Therefore, we can find two versions of consent granted, the first is religion version especially Islamic version where the process traditionally held in mosque or KUA (The Religion Department Office) and combining of religion and traditional version where the bride and groom wear traditional clothes and the bride is allowed to absent at this process. Besides, there are similar symbols of marriage for both of these cultures to express how precious the marriage ceremony. For example, seserahan or pappendre' in buginese is one of the process before akad nikah (marriage contract). It's a symbolic of the groom as his responsible to the bride's family especially for her parents. Another similarity of marriage symbol is ring where has a meaning for unifying both of two families. In addition, the bride and groom's family agreed that the bride has a higher value and responsible to hold the wedding day ceremony therefore the marriage process traditionally held in the bride's residence.
The another similarity of marriage procedures in Javanese and Buginese is in the point of how important of the post marriage contract activities. Both of these cultures have same opinion with the statement which says the marriage ceremony will not complete without several activities after 'ijab qabul. For instance, in Javanese, the activities start from Upacara Panggih (Panggih ritual), Balangan Suruh, Wiji Dadi Ritual, Tampa Kaya, Dhahar Klimah, Mertui and they are closed by Sungkeman, while in Buginese, the activities start from Mappasikarawa, Massio', Marola, and Makkasiwiang. After series of traditional activities, the activity that traditionally become a media to share happiness and needs big expence which is always waited for the other people is the reception, where it's held with all of the bride and groom's big family and also all of the invitated guests. In here, there are two types of the reception. The first type is traditional version where the bride and groom wear traditional clothes and the second is western version which gown and tux are weared as their reception clothes. Although, these several activities don't have to be being but both of Javanese and Buginese agreed that the marriage procedures will not complete without them.
It is clear that marriage procedures in Indonesia especially for Javanese and Buginese have large number of similarities. The same of view about marriage is the root and a keyword of these similarities. Therefore, there is no reason for all of the statement that say the one culture is better than the another one because every marriage procedure in Buginese and Javanese have the same purpose to approaching ourselves to the God and keep the forefathers value.