Pendidik adalah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha membentuk sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang makin berkembang. Dalam arti khusus dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.
Peserta didik merupakan salah satu komponen terpenting dalam pendidikan. Tanpa anak didik, proses kependidikan tidak akan terlaksana. Oleh karena itu pengertian tentang peserta didik dirasa perlu diketahui dan dipahami secara mendalam oleh seluruh pihak. Sehingga dalam proses pendidikannya nanti tidak akan terjadi kemelencengan yang terlalu jauh dengan tujuan pendidikan yang direncanakan. Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.
A. Persyaratan Seorang Pendidik (Guru)
Untuk dapat melakukan peran dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, maka untuk menjadi seorang pendidik harus memenuhi beberapa persyaratan. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1. Persyaratan Administratif
Syarat-syarat administratif ini antara lain meliputi: berkewarganegaraan yang baik (Indonesia), umur minimal 18 tahun, mengajukan permohonan. Selain itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan yang ada.
2. Persyaratan teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal. Yakni harus berijazah pendidikan guru. Kemudian persyaratan yang lain adalah menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta mempunyai motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.
3. Persyaratan psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah, dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkoeban dan memiliki jiwa pengabdian. Pendidik dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tetapi juga memiliki pandangan yang mendasar dan filosofi. Pendidik harus mematuhi norma yang berlaku serta memiliki semangat yang membangun.
4. Persyaratan fisik
Persyaratan fisik ini antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat/diamati dan bahkan dinilai oleh para peserta didik.
Sesuai dengan tugas profesionalnya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spektrum yang lebih luas, yakni pendidik harus: memiliki kemampuan professional, memiliki kapasitas intelektual, memiliki sifat edukasi sosial.
Ketiga syarat kemampuan tersebut diharapkan telah dimiliki oleh setiap pendidik, sehingga mampu memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru di sekolah dan pemimpin di masyarakat
B. Peranan Seorang Pendidik (Guru)
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pendidik dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagi peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya baik dengan siswa (yang terutama) , sesama guru, maupun dengan staf yang lain.
Peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut.
1. Sebagai Informator
Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2. Sebagai Organisator
Pendidik sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektifitas dan efesiensi dalam belajar pada diri siswa.
3. Sebagai Motivator
Peran pendidik sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. pendidik harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika dalam proses belajar mengajar.
4. Sebagai Pengarah/Direktor
Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Pendidik dalam hal ini harus membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, guru harus juga “handayani”.
5. Sebagai Inisiator
Pendidik dalam hal ini sebagi pensetus ide-ide dalam proses balajar. Sudah barang tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya. Jadi termasuk pula dalam lingkup semboyan “ing ngarso sungtulodo”.
6. Sebagai Transmitter
Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyabar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
7. Sebagai Fasilitator
Berperan sebagai fasilitator, guru mamberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar, misalnya dengan menciptakan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar-mengajar berangsung secara efektif. Hal ini bergayut dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”.
8. Sebagai Mediator
Pendidik sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kefiatan belajar siswa. Misalnya memberikan lajan keluar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa. Megiator juga diartikan penyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasikan penggunaan media.
9. Sebagai Evaluator
Evaluator yang dimaksud adalah evaluasi yang mencangkup pola evaluasi intrinsic. Untuk ini guru harus hati-hati dalam menjatuhkan nilai atau kriteria keberhasilan
C. Peserta Didik Atau Anak Didik
Paradigma di atas menjelaskan bahwasanya peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.
Menurut Samsul Nizar (2002) beberapa hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu :
Menurut Samsul Nizar (2002) beberapa hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu :
- Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunia sendiri.
- Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
- Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
- Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual.
- Peserta didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
- Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
D. Kedudukan pendidik dan peserta didik di dalam pembelajaran
Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 ayat 1 bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia sera keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut ayat 6 Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan
Seorang pendidik dalam kegiatan pembelajaran selalu berusaha memberi nilai-nilai positif baik berupa sikap, cara penyampaian materi, metode, serta penampilan yang baik. Kesemuanya bertujuan supaya peserta didik merasa nyaman dan menilai gurunya sebagai orang yang berwibawa. Oleh karena itu pendidik haruslah memiliki kelebihan yang lebih tinggi dari pada anak didiknya. Sebaliknya, dalam pembelajaran seorang peserta didik juga harus menonjolkan sikap hormat terhadap pendidiknya. Ia harus menempatkan dirinya lebih sederhana ketimbang pendidiknya. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi seorang anak didik untuk selalu berlaku sopan terhadap pendidiknya.
E. Pandangan ibnu khaldun terhadap anak didik.
Kita sepakat bahwa untuk dapat membangun peradaban yang tinggi harus dimulai dengan memajukan pendidikan terlebih dahulu. Oleh karena itu maju tidaknya suatu negara ditentukan oleh tingkat kualitas pendidikan di dalamnya. Semakin bagus mutu / kualitas pendidikan suatu negara maka semakin maju peradaban yang dibangunnya. Peserta didik sebagai salah satu komponen pendidikan di dalamnya merupakan salah satu faktor terpenting dalam terlaksananya proses pendidikan. Selain sebagai objek manusia juga sebagai subjek dalam pendidikan, sehingga kedudukannya dalam proses kependidikan menempati posisi urgen sebagai syarat terjadinya proses pendidikan. Berangkat dari urgensitas pendidikan dalam membangun sebuah peradaban, maka banyak para kaum intelektual yang mencoba mengkajinya lebih dalam sampai keakar permasalahannya.
Ibn Khaldun, seseorang yang terkenal sebagai sejarawan, sosiolog, dan juga antropolog, mencoba mengemukakan gagasan pemikirannya mengenai anak didik, yang dalam hal ini peserta didik menduduki objek sekaligus subjek dalam pendidikan. Menurut Husayn Ahmad Amin (1995), dengan latar belakang seorang sosiolog, maka dalam bebagai kajiannya Ibn Khaldun bersandar sepenuhnya kepada pengamatan terhadap fenomena sosial dalam berbagai bangsa yang di dalamnya dia hidup.
Begitu pula dalam pemikirannya mengenai peserta didik, ia mengaitkannya dengan aspek sosial yaitu hubungan peserta didik dengan lingkungan dan masyarakat disekitarnya.
Lebih lanjut diterangkan, Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiolog dan antropolog.
Lebih lanjut diterangkan, Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiolog dan antropolog.
Menurutnya, keberadaan masyarakat sangat penting untuk kehidupan manusia, karena sesungguhnya manusia memiliki watak bermasyarakat.
Ini merupakan wujud implementasi dari kedudukan manusia sebagai makhluk sosial, yang secara harfiahnya selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Salah satu contoh yaitu dengan adanya oganisasi kemasyarakatan.
Melalui organisasi kemasyarakatan tersebut manusia juga dapat belajar bagaimana seharusnya menjadi orang yang dapat diterima oleh lingkungannya. Dengan demikian maka secara tidak langsung manusia lambat laun akan menemukan watak serta kepribadiannya sendiri.
Manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya, akan tetapi, lingkungan sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu, lingkungan sosial merupakan pemegang tanggungjawab dan sekaligus memberikan corak perilaku seorang manusia. Hal ini memberikan arti, bahwa pendidikan menempati posisi sentral dalam rangka membentuk manusia ideal yang diinginkan.
Pendidikan sebagai suatu upaya dalam membentuk manusia ideal, mencoba mengajarkan dan mengajak manusia untuk berpikir mengenai segala sesuatu yang ada di muka bumi, sehingga hasrat ingin tahunya dapat terpenuhi.
Manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya, akan tetapi, lingkungan sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu, lingkungan sosial merupakan pemegang tanggungjawab dan sekaligus memberikan corak perilaku seorang manusia. Hal ini memberikan arti, bahwa pendidikan menempati posisi sentral dalam rangka membentuk manusia ideal yang diinginkan.
Pendidikan sebagai suatu upaya dalam membentuk manusia ideal, mencoba mengajarkan dan mengajak manusia untuk berpikir mengenai segala sesuatu yang ada di muka bumi, sehingga hasrat ingin tahunya dapat terpenuhi.
Ibn Khaldun memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan berbagai makhluk lainnya. Manusia, kata Ibn Khaldun adalah makhluk berpikir. Oleh karena itu ia mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dan teknologi. Dan hal itu sebagai bukti bahwa manusia memang memiliki tingkatan berpikir yang lebih tinggi dibanding dengan makhluk lainnya.
Disamping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, manusia juga memiliki sikap sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat yang antara satu dengan yang lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia yang demikian itu maka timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain yang telah lebih dahulu mengetahuinya. Mereka itulah yang kemudian disebut guru. Agar tercapai proses pencapaian ilmu yang demikian itu, maka perlu diselenggarakan kegiatan pendidikan.
Pada bagian lain, Ibn Khaldun berpendapat bahwa dalam proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Menurutnya, dalam mencapai pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya menumbuhkan ketekunan, tetapi juga bakat. Berhasilnya suatu keahlian dalam satu bidang ilmu atau disiplin memerlukan pengajaran.
Dalam Al Qur`an sendiri manusia terdiri dari materi (jasad) dan immateri (ruh, jiwa, akal, qalb). Jika dihubungkan dengan pendidikan, maka manusia yang diberi pendidikan itu adalah jiwa dan akalnya. Pendidikan pada manusia adalah suatu proses pengembangan potensi jiwa dan akal yang tumbuh secara wajar dan seimbang, dalam masyarakat yang berkebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Team. 1993. Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum Proses Belajar Mengajar. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sardiman, A. M. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudiana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Amin, Husyain Ahmad. Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1995
Madjidi, Busyairi, H. Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim. Yogyakarta: Al Amin Press. 1997
Nata, Abudin, H. Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997
Nizar, Syamsul, H. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis) Jakarta: Ciputat Pers. 2002
Madjidi, Busyairi, H. Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim. Yogyakarta: Al Amin Press. 1997
Nata, Abudin, H. Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997
Nizar, Syamsul, H. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis) Jakarta: Ciputat Pers. 2002