Pembinaan Generasi Muda

A. PEMBAHASAN
LATAR BELAKANG
Generasi Muda adalah kata yang mempunyai banyak pengertian, namun dari pengertian-pengertian generasi muda mengarah pada satu maksud yaitu kumpulan orang-orang yang masih memunyai jiwa, semangat, dan ide yang masih segar dan dapat menjadikan Negara ini lebih baik, orang-orang yang mempunyai pemikiran yang visioner. Bahkan revolusi suatu bangsa itu biasanya didobrak oleh generasi mudanya, terlepas dari apakah pemuda itu perlu digolongkan berdasarkan umur atau tidak.
Bahkan revolusi suatu bangsa itu biasanya didobrak oleh generasi mudanya. Terlepas dari apakah pemuda itu perlu digolongkan berdasarkan umur atau tidak. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Mentri Pemuda dan Olah raga Adiaksa Daud bahwa nanti akan ada pengaturan pemuda itu berdasarkan umur atau semangat.
Pelopor yang melakukan langkah-langkah konkret bagi perubahan bangsa kearah yang lebih baik dan kepekaan terhadap realita social yang ada di masyarakat, memang menjadi ciri utama yang melekat pada pemuda tetap jika kita menyaksikan kondisi mayoritas ummat Islam saat ini, maka terlihat bahwa sebagian besar ummat berada pada keadaan yang sangat memprihatinkan, mereka bagaikan buih terbawa banjir, tidak memiliki bobot dan tidak memiliki nilai. Jika dilakukan analisis secara mendalam dari sudut pandang agama maka akan ditemukan beberapa ayat yang menyagkut masalah pembinaan pemuda, makalah ini berusaha membahas beberapa ayat yang menyangkut pembinaan generasi muda dengan beberapa rumusaan masala sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kaitan surah an-nisa ayat 9 dengan pembinaan generasi muda?
2. Bagaimanakah kaitan surah an-nisa ayat 95 dengan pembinaan generasi muda?
3. Bagaimanakah kaitan surah at-tahrim ayat 6 dengan pembinaan generasi muda?
4. Bagaimanakah kaitan surah at-taghabun ayat 14-15 dengan pembinaan generasi muda?




B. PEMBAHASAN
1. Surat An-Nisaa Ayat 9

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS. 4:9)
Kosakata:
Anak-anak yang lemah: ضعا فا
Perkataaan yang benar: وَلْيَخْشَ
Hubungan ayat sebelumnya:
Ayat tersebut masih memiliki hubungan dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara dalam konteks pemeliharaan harta anak-anak yatim. Yaitu ayat yang mengharamkan memakan harta anak yatim serta perintah untuk menyerahkan harta tersebut apabila anak yatim itu telah dewasa, serta larangan memakan mas kawin kaum wanita, atau menikahinya tanpa mahar.
Asbabun nuzul:
Pada suatu waktu Rasulullah SAW datang kepada Sa'ad bin Abi Waqash yang kala itu sedang sakit keras. Sa'ad berkata: "Wahai Rasulullah, kami seorang kaya raya yang tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. Adakah boleh aku menyedekahkan dua pertiga dari hartaku?. "Tidak boleh", jawab Rasulullah. Kemudian Sa'ad berkata lagi: "Adakah separuh dari harta kekayaanku?". Jawab Rasulullah: "Tidak!". Kata Sa'ad: "Apakah sepertiga itu sangat banyak". Kemudian Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan kaya adalah lebih baik daripada meninggalkan ahli waris yang miskin meminta-minta kepada umat manusia". Sehubungan dengan sabda Rasullah maka turunlah ayat ini.
Kandungan:
Allah memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya supaya mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari. Untuk itu selalulah bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggung jawab mereka. Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak kandung sendiri.
(Dan hendaklah bersikap waspada) maksudnya terhadap nasib anak-anak yatim (orang-orang yang seandainya meninggalkan) artinya hampir meninggalkan (di belakang mereka) sepeninggal mereka (keturunan yang lemah) maksudnya anak-anak yang masih kecil-kecil (mereka khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah) mengenai urusan anak-anak yatim itu dan hendaklah mereka lakukan terhadap anak-anak yatim itu apa yang mereka ingini dilakukan orang terhadap anak-anak mereka sepeninggal mereka nanti (dan hendaklah mereka ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang benar) misalnya menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan selebihnya untuk para ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan menderita.
Selanjutnya ayat 9 di atas menganjurkan jangan sampai meninggalkan anak-anak yatim sebagai calon generasi muda berada dalam keadaan lemah baik fisik maupun mental. Pesan tersebut disampaikan terutama bagi mereka yang diberikan wasiat dan menjadi wali bagi anak-anak yatim yang masih kecil. Mereka harus berupaya memelihara anak yatim dengan baik juga menjaga harta anak yatim yang dititipkan kepadanya. Orang yang diberi wasiat tersebut harus pula membina akhlak anak yatim dengan memberikan keteladanan perbuatan dan perkataan yang baik serta membiasakan berakhlak mulia.
Hubungan dengan pendidikan:
Anak yatim adalah anak yang ditinggalkan mati ayahnya selagi ia belum mencapai umur balig. Dalam Islam, anak yatim memiliki kedudukan tersendiri. Mereka mendapat perhatian khusus dari Rasulullah saw. Ini tiada lain demi untuk menjaga kelangsungan hidupnya agar jangan sampai telantar hingga menjadi orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, banyak sekali hadis yang menyatakan betapa mulianya orang yang mau memelihara anak yatim atau menyantuninya.
Akibat kematian ayah atau ibunya, atau bahkan kedua-duanya, anak merasakan sebuah kekosongan besar dalam hidupnya. Ia merasakan kekosongan dunia dari orang yang memberinya curahan cinta dan kasih sayang dan yang memenuhi semua keperluan hidupnya, seperti makan, minum, pakaian, dan lain. Anak yatim selalu dihantui oleh perasaan cemas dan ketakutan. Kegelisahan selalu datang menggerogoti ketenangan batinnya. Perasaan tidak lagi mendapatkan kasih sayang dapat berakibat buruk pada perkembangan mentalnya.
Realitas yang ada di tengah masyarakat menunjukkan bahwa mayoritas anak yatim yang tidak mendapat perhatian yang semestinya dari orang lain memiliki kepribadian yang labil dan sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena itu, Islam sangat menekankan pentingnya memperhatikan anak yatim secara khusus, lebih dari penekanannya untuk memperhatikan anak kandung kita sendiri. Islam memerintahkan kita untuk berusaha sebisa mungkin memenuhi semua kebutuhan materi dan jiwanya. Bahkan,ayat ini yang secara khusus membicarakan masalah anak yatim adan bagaimana cara kita memberikannya berupa bimbingan.
Salah satu wujud dari perhatian terhadap anak yatim adalah dengan mendidiknya dengan baik dan benar dan mencetaknya menjadi orang yang berguna bagi masyarakatnya di masa yang akan datang.
Imam Amirul Mukminin Ali a.s. berkata:

ادّب اليتيم بما تؤدّب منه ولدك ...

Artinya: Didiklah anak yatim seperti engkau mendidik anakmu sendiri....
Anak yatim yang mendapat perhatian dan kasih sayang yang semestinya akan merasa bahagia dan hidup dengan penuh rasa optimis. Namun bila ia tidak mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan, anak tersebut akan hidup dengan mental yang labil dan hal itu menjadi lebih parah jika ia jatuh ke pangkuan orang yang tidak benar yang mendidiknya secara salah dan membentuknya menjadi pribadi yang merugikan masyarakat.

2. Surat an-Nisa ayat 95


Tidaklah sama antara mu'min yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,
Kosakata:
Bersungguh-sungguh, jihad : الْمُجَاهِدِينَ
Munassabah:
Hubungan ayat ini dengan ayat setelahnya ialah allah mengatakan pada ayat 95 bahwa allah akan menyukai orang-orang yang ingin berjihad di jalan Allah dan pada ayat 96 ia kemudian menegaskan dengan FirmanNya: Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat daripada-Nya, serta ampunan dan rahmat. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Asbabun nuzul:
Pada waktu Zaid bin Tsabit diperintahkan oleh Nabi SAW agar menulis ayat yang baru diturunkan yang berbunyi: Laa yastawil-qaa'uduuna minal mukminiina datanglah Abdillah bin Ummi Maktum seraya berkata: "wahai Rasulullah, aku sangat cinta dan berharap untuk mengikuti jihad meluhurkan agama Allah. Tetapi aku adalah seorang yang beruzur (buta)".
Kandungan:
Orang-orang mukmin yang berjuang untuk membela agama Allah dengan penuh keimanan dan keikhlasan tidaklah sama derajatnya dengan orang-orang yang enggan berbuat demikian. Akan tetapi ayat ml mengemukakan hal tersebut adalah untuk menekankan bahwa perbedaan derajat antara kedua golongan itu adalah sedemikian besarnya. sehingga orang-orang yang berjihad itu pada derajat yang amal tinggi. Apabila orang-orang yang tidak berjihad itu menyadari kerugian mereka dalam hal ini, maka mereka akan tergugah hatinya dan berusaha untuk mencapai derajat yang tinggi itu, dengan turut serta berjihad bersama-sama kaum mukminin lainnya. Untuk itulah ayat ini mengemukakan perbedaan antara kedua golongan itu. Dengan demikian maksud yang terkandung dalam ayat ini sama dengan maksud yang dikandung dalam firman Allah pada ayat lain yang menerangkan perbedaan derajat antara orang-orang mukmin yang berilmu pengetahuan dun orang-orang yang tidak berilmu.
Ayat ini memberikan pengertian bahwa orang-orang yang berilmu pengetahuan itu jauh lebih tinggi derajatnya dari pada orang-orang yang tidak berilmu. Apabila orang-orang yang tidak berilmu diberitakan tentang kekurangan derajatnya itu, semoga tergeraklah hati mereka untuk mencari ilmu pengetahuan dengan giat, sehingga dapat meningkatkan derajat mereka kepada derajat yang tinggi.
Ayat ini turun pada waktu terjadinya perang Badar. Di antara kaum Muslim in ada orang-orang yang tetap tinggal di rumah, dan tidak bersedia berangkat ke medan perang. Lalu turunlah ayat ini untuk mengingatkan mereka bahwa dengan sikap yang semacam itu, mereka berada pada derajat yang rendah, dibanding dengan derajat orang-orang yang berjihad dengan penuh iman dan kesadaran.
Sementara itu ada pula di antara kaum muslimin yang sangat ingin untuk ikut berjihad, akan tetapi niat dan keinginan mereka itu tidak dapat mereka laksanakan karena mereka beruzur, misalnya: karena buta, pincang, sakit dan sebagainya, dan merekapun tidak pula mempunyai benda untuk disumbangkan.
Orang-orang semacam itu, tidak disamakan dengan orang-orang yang enggan berjihad, melainkan disamakan dengan orang-orang yang berjihad dengan harta benda dan jiwa raga mereka Akan tetapi ayat ini menjelaskan bahwa mereka yang benar-benar berjihad dengan harta benda dan jiwa raganya itu memperoleh martabat yang lebih tinggi satu derajat dari mereka yang tidak berjihad karena `uzur. Namun golongan itu akan mendapatkan pahala dari Allah, karena iman dan niat mereka yang ikhlas.
Pada akhir ayat ini, Allah SWT menegaskan pula bahwa Dia akan memberikan pahala yang jauh lebih besar kepada mereka yang berjihad, daripada mereka yang tidak berjihad tanpa uzur. Berjuang atau berjihad "dengan harta benda" ialah: menggunakan harta benda milik sendiri untuk keperluan jihad, atau untuk keperluan orang lain yang turut berjihad, misalnya: bahan-bahan perbekalan berupa makanan, atau kendaraan. senjata dan sebagainya. Dan berjuang dengan "jiwa raga" berarti: ia rela mengorbankan miliknya yang paling berharga baginya, yaitu tenaga bahkan jiwanya, sekalipun ia menerima perbekalan dari orang lain, karena ia tidak mempunyainya.
Hubungan dengan pendidikan:
Ayat ini mengetengahkan bahwa Islam sangat menghargai para pemuda yang aktif dalam mengambil bagisn dalam hal kebaikan, menyuruh mereka agar tidak bermalas-malasan dan berpangku tangan terhadap berbagai permasalahannya, ayat ini menekankan bagi para pelajar agar tekun dan ulet dalam belajar serta selalu berdo’a kepada Allah.SWT. pengaplikasian ayat ini akan melahirkan suatu pemuda muslim yang ideal yang mana menurut Asy-Syahid Hasan Al-Banna rahimahullah bahwa sosok pemuda Islam yang ideal minimal harus memiliki empat syarat utama, yaitu: iman yang kokoh, keikhlasan hati, himmah atau tekad yang kuat, dan yang terakhir memiliki strategi pelaksanaan (perencanaan) yang matang. Beliau menegaskan bahwa bila keempat syarat tersebut dimiliki oleh para pemuda Islam, maka amanah suci yang dilimpahkan bagi mereka akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yang kesemuanya itu mmbutuhkan iman dan harus memiliki pengetahuan.





3. Surah At Tahrim 6

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. 66:6)

Kosakata:
Tanpa ada udzur : غير اولى الضرر
Bahan bakar (neraka) ,manusia dan batu : وقودها الناس والحجارة
Keras dan kasar : غلاظ شداد
Hubungan ayat sebelumnya:
Hubungan anatar ayat at-tahrim ayat 6 dan 7 adalah memerintahkan supaya orang-orang, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka dan mengeluarkan satu ketegasan yang ditujukan kepada orang-orang kafir, bahwa di hari kemudian nanti, tidak ada lagi gunanya mereka itu mengemukakan uzur dan alasan, menginginkan satu kehendak dan harapan Waktu dan kesempatan untuk mengemukakan uzur dan harapan sudah lewat. Hari Kiamat itu, hanyalah hari untuk mempertanggungjawabkan dan menerima pembalasan dari apa yang telah dikerjakan di dunia, sebagaimana firman Allah dalam ayat.
Kandungan:
Dalam ayat ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.
Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah SWT.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu mengerjakannya (Q.S Taha: 132).

dan dijelaskan pula dengan firman-Nya:
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Q.S Asy Syu'ara': 214).
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: "Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?" Rasulullah SAW. menjawab: "Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.
Hubungan dengan pendidikan:
Maksud ayat di atas yaitu : hai orang-orang yang membenarkan adanya Allah dan Rasul-Nya hendaknya sebagian yang satu dapat menjelaskan kepada sebagian yang lain tentang keharusan menjaga diri dari siksa api neraka dan menolaknya, karena yang demikian itu merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan mengikuti segala perintah-Nya, dan juga mengajarkan kepada keluarganya tentang perbuatan ketaatan yang dapat memelihara dirinya dengan cara memberikan nasihat dan pendidikan. Jelasnya ayat tersebut merupakan perintah atau kewajiban terhadap keluarga agar mendidik hukum-hukum agama kepada mereka.
Pengertian tentang pentingnya membina keluarga agar terhindar dari siksaan api neraka ini tidak hanya semata-mata diartikan api neraka yang ada di akhirat nanti melainkan termasuk pula berbagai masalah dan bencana yang menyedihkan, merugikan, dan merusak citra pribadi seseorang. Sebuah keluarga yang anaknya atau salah satu anggota keluarganay terlibat dalam perbuatan tercela seperti mencuri, merampok, membunuh, menipu, berzina, meminun minuman keras, terlibat narkoba dan sebagainya dapat menciptakan dan membawa bencana di muka bumi dan merugikan orang yang melakukannya. Keluarga, istri, anak, menantu, adik dan sebagainya dapat menjadi musuh dan membawa malapetaka jika terlibat perbuatan tersebut.

3. Surat At-Thagabun 14-15

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (14). Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.(15)

Kosakata:
Maka berhati-hatilah : فاحذروا
Memaafkan dan menyantuni (tidak memarahi) : وان تعفوا وتصفحوا
Cobaan : فتنة
Hubungan dengan ayat sebelumnya:
Poin penghubung yang paling penting dari ketiga ayat ini adalah memerintahkan supaya manusia yang mempunyai harta, anak dan istri itu bertakwa kepada-Nya sekuat tenaga dan kemampuannya
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat telah ditemukan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan suatu kaum dari ahli Mekkah yg masuk Islam, akan tetapi isteri dan anak-anaknya menolak untuk hijrah ataupun ditinggal hijrah ke Madinah. Lama kelamaan mereka pun hijrah, sesampainya di Madinah mereka melihat kawan-kawannya yang telah mendapat banyak pelajaran dari Nabi SAW. Karena kemudian mereka bermaksud untuk menyiksa isteri dan anak-anaknya yang menjadi penghalang untuk berhijrah. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam riwayat lain ayat ini turun di Madinah berkenaan dengan Auf bin Malik Al-Asyja'i yang mempunyai anak isteri yang selalu menangisinya apabila akan pergi berperang bahkan menghalanginya dengan berkata: "kepada siapa engkau akan titipkan kami ini". Ia merasa kasihan kepada mereka dan tidak jadi berangkat perang.
Kandungan:
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa ada di antara istri-istri dan anak-anak menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya mencegah mereka berbuat baik yang mendekatkan mereka kepada Allah SWT, menghalang mereka beramal saleh yang berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan mereka kepada perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh agama, sebagaimana yang dijelaskan di dalam satu riwayat bahwa Nabi bersabda:

يأتي زما ن على أمتي يكون فيه هلاك الرجل على يد زوجته وولده يعيرانه بالفقر فيركب مراكب السوء فيهلك
Artinya:
Akan datang suatu zaman kepada umatku, seorang lelaki hancur gara-gara istri dan anaknya. Keduanya mencela dan mengejeknya, karena kemiskinannya. Maka ia melakukan perbuatan yang jahat (untuk menghilangkan kemiskinannya) lalu binasalah ia. (lihat Tafsir Al Maragi hal. 129, juz 28, jilid X).
Karena ia merasa cinta dan sayang kepada istri dan anaknya, supaya kedua hidup mewah dan senang, ia tidak segan berbuat yang dilarang agama, seperti korupsi dan lainnya, menyebabkan ia rusak binasa oleh karena itu, ia harus berhati-hati, penuh kesabaran menghadapi anak istri mereka. Jangan terlalu ditekan. Sebaiknyalah mereka itu dimaafkan; tidak dimarahi tetapi diampuni. Allah sendiri pun Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang, sebagaimana dijelaskan dalam ayat yang berbunyi.
ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (25)
Dan kesabaranmu itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S An Nisa': 25)
Ayat ini juga menerangkan bahwa cinta terhadap harta dan anak adalah cobaan. Kalau kita tidak berhati-hati, akan mendatangkan bencana. Tidak sedikit orang, karena cintanya yang berlebihan kepada harta dan anaknya, berani berbuat yang bukan-bukan, melanggar ketentuan agama. Dalam ayat ini harta didahulukan dari anak karena ujian dan bencana harta itu lebih besar, sebagaimana firman Allah dalam ayat lain.
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى (7)
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup. (Q.S Al Alaq: 6-7)
dan dijelaskan pula oleh sabda Nabi SAW:
إن لكل أمة فتنة وإن فتنة أمتي المال
Sesungguhnya bagi tiap-tiap umat ada cobaan dan sesungguhnya cobaan umatku (yang berat) ialah harta. (H.R Tabrani dari Ka'ab bin Iyad)
Kalau manusia itu dapat menahan diri, tidak akan berlebih cintanya kepada harta dan anaknya, tetapi cintanya kepada Allah lebih besar daripada cintanya kepada yang lainnya. Maka ia akan mendapat pahala yang besar dan berlipat ganda.
Perlu diketahui bahwa orang-orang yang beriman bahwa di antara isteri dan anak-anakmu itu ada yang dapat menjadi musuh, memalingkan kamu dari ketaatan dan kedekatanmu kepada Allah serta amal salih yang bermanfaat di akhirat. Keadaan tersebut terjadi sebab utamanya adalah karena isteri, anak dan anggota keluarga tidak memiliki pendidikan terutama pendidikan agama. Untuk itulah, Allah memerintahkan agar suami sebagai kepala keluarga memberikan pendidikan kepada anggota keluarganya. Seperti yang dicontohkan Luqman al-Hakim ketika membina dan memdidik anak dan keluarganya yang tertulis dalam penjelasan Q.S. Luqman /31 : 13-19 yang memadukan dan mengintegralisasakin antara pendidikan keimanan (Tauhid), Ibadah juga Akhlak dan kesopanan.
Hubungan dengan pendidikan:
Dalam ayat ini tampa sangat jeas bahwa Islam mendorong masyarakat dan orangtua untuk mendidik anak saleh dan tidak durhaka. Terkait hal ini, Nabi saw bersabda,”Allah melaknat orangtua yang membuat anak mereka menjadi durhaka.” Beliau juga bersabda,”Aku menasihati kalian untuk memerhatikan para pemuda, sebab hati mereka lebih rapuh ketimbang yang lain.”
Islam mengajak generasi muda untuk memilih teman yang baik dan berakhlak mulia serta menjauhi orang-orang yang menyimpang. Imam Ali Sajjad as berkata kepada putranya,”Hindarilah berteman dengan pembohong, karena dia ibarat fatamorgana; dia menjauhkan yang dekat darimu dan mendekatkan yang jauh kepadamu.”





C. KESIMPULAN

Pembinaan kehidupan bagi generasi muda baik moral maupun agama menjadi suatu hal yang sangat penting, karena generasi muda merupakan tonggak keberlangsungan suatu bangsa dan negara. Nilai-nilai moral dan agama yang akan menjadi pengendali dan pengaruh dalam kehidupan manusia itu adalah nilai-nilai yang masuk dan terjalin serta terinternalisasi ke dalam pribadinya. Semakin cepat nilai-nilai itu masuk ke dalam pembinaan pribadi, akan semakin kuat tertanamnya dan semakin besar pengaruhnya dalam pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap pada khususnya. Ajaran Islam (Al-Qur’an) amat memperhatikan pembinaan generasi muda. Pembinaan tersebut hendaknya dilakukan melalui kegiatan pendidikan yang dimulai dari rumah tangga atau pendidikan keluarga























DAFTAR PUSTAKA
• Abudin Nata,Tafsir al-ayat at-Tarbawiyyah, 2002, PT.Raja Garfindo Persada: Jakarta.
• Muhali, a. Mudjab. Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an Surah Al-Baqarah – An-Nisa. 2002, PT.Raja Garfindo Persada: Jakarta
• http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir
• http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:5N2g0lEyti8J:www.kumpulantugasmakalah.co.cc/2011/05/pembinaan-generasi-muda-makalah.html+hikmah+pembinaan+generasi+muda+islam&cd=13&hl=id&ct=clnk&gl=id&source=www.google.co.id