KUMPULAN TUGAS TARBIYAH, BAHASA INGGRIS DAN FILE PRIBADI

Assalamu Alaikum dan Selamat Datang…!.

KUMPULAN TUGAS TARBIYAH, BAHASA INGGRIS DAN FILE PRIBADI

Jika ada yang merasa filenya tercopy paste atau materi tidak sesuai, saya dengan penuh hormat meminta maaf.

KUMPULAN TUGAS TARBIYAH, BAHASA INGGRIS DAN FILE PRIBADI

Silahkan Melihat-lihat barangkali saja ada yang menarik, hehehegg….

KUMPULAN TUGAS TARBIYAH, BAHASA INGGRIS DAN FILE PRIBADI

Anda sedang mencari tugas mengenai tugas tarbiyah? Mungkin ini bisa membantu….

KUMPULAN TUGAS TARBIYAH, BAHASA INGGRIS DAN FILE PRIBADI

Kritik dan saran bisa anda kirimkan ke https://plus.google.com/+MarconiKamal/posts atau fadilmarco@yahoo.com .

Amtsal Al-qur'an

Pengertian Amsal Al-Qur’an
Amsal Al-Qur’an terdiri dari dua kata yakni amsal dan Al-Qur’an. Amsal berasal dari مثل – يمثل – الامثال(masa-yamsilu-amsal) yang berarti sama, serupa, atau perumpamaan. Amsal juga berarti العبر ة artinya contoh atau teladan, dan amsal juga bermakna الشبهة yang berarti kesamaan atau penyempurnaan. Adapun definisi amsal adalah : menonjolkan sesuatu makna yang abstrak dalam bentuk indrawi agar menjadi indah dan menarik.
Kata masal digunakan pula untuk menunjukkan arti “keadaan” dan “kisah yang menakjubkan”. Dengan pengertian inilah ditafsirkan kata-kata “masal” dalam sejumlah besar ayat. Misalnya firman Allah :
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ ءَاسِنٍ
Artinya : (Apakah) masal syurga yang didalamnya ada sungai-sungai dasar liar yang tiada berubah rasa dan baunya…(Muhammad (47): 15). Maksudnya : kisah dan sifat syurga yang sangat menakjubkan.
Ibnu Qayyim mendefinisikan amsal Al-Qur’an dengan menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan yang indrawi (konkret mahsus), atau mendekatkan salah satu dari dua maksud dengan yang lain dan menganggap salah satu sebagai yang lain. Menurut pendapat lain: amsal Al-Qur’an adalah menampakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik yang mengena dalam jiwa baik dalam tasybih maupun majaz mursal. Dari beberapa pengertian di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa amsal Al-Qur’an adalah suatu perumpamaan atau ungkapan-ungkapan dengan gaya bahasa yang indah yang diberikan oleh Allah swt melalui Al-Qur’an berupa ungkapan singkat, jelas dan padat untuk dijadikan sebagai ibarat teladan yang baik dalam rangka meningkatkan iman kita kepada Allah swt.

Macam-Macam Amsal dalam Al-Qur’an
Dalam memahami macam-macam amsal, ulama telah berusaha untuk mengklasifikasikannya sehingga amsal dapat dibagi tiga macam, amsal musarraha, amsal kaminah dan amsal mursalam
1. Amsal Musharah
Amsal musharah ialah yang didalamnya dengan lafaz amsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih. Amsal seperti ini banyak ditemukan dalam Al-Qur’an diantaranya :Firman Allah mengenai orang munafik
“Perumpamaan (masal) mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat kembali (ke jalan yang benar) atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sampai dengan sesungguhnya Allah atas segala sesuatu.”
Mengenai masal mereka yang berkenaan dengan air (maai) Allah menyerupakan mereka dengan keadaan orang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakkan jari jemari untuk menyumbat telinga bahwa Al-Qur’an dengan salah peringatan, perintah larangan dan khitabnya bagi mereka tidak ubahnya dengan petir yang turun sambar menyambar.
2. Amsal Kaminah
Amsal kaminah ialah ayat didalamya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil, tetapi menunjukkan makna-makna yang indah, menarik dalam kepadanya redaksinya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya. Perumpamaan yang tersirat pada amsal kaminah bersifat pada makna dan penuh pesona bahasa, sehingga dapat memberikan perumpamaan yang lebih tepat pada sasaran yang diperbandingkan dan kesannya pun akan lebih mudah diserap.
Adapun contoh mengenai hal ini diantaranya ayat-ayat ilahi yang bertendensikan pada pembentukan cara hidup dalam batas-batas kewajaran misalnya:
Contohnya QS al Baqarah (2) : 68
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لا فَارِضٌ وَلا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ
Terjemahnya : Sapi betina yang ada tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu ……
3. Amsal Mursalat
Mursalat berarti ungkapan lepas yang tidak terkait dengan lafadz tasybih, tetapi ayat-ayat itu digunakan seperti penggunaannya peribahasa.
Secara selintas, ciri utamanya adalah sama dengan ciri utama peribahasa, ungkapan atau kalimatnya ringkas; berisikan perbandingan, perumpamaan, nasehat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku.
Terdapat beberapa contoh :
قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ~…… (الاسراء (17) : 84)
Katakanlah ! Tiap orang berkarya sesuai profesinya….
أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ
Bukankah subuh itu sudah dekat
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.,…..
لا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ
Tidak sama yang buruk dengan yang baik

Manfaat Amsal dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang bisa dijadikan petunjuk mengenai apa manfaat dan kegunaan amsal itu, diantaranya al Hasyr (59) : 21, supaya manusia berpikir, al Ankabut (29) : 43, orang-orang yang berilmu menggunakan akal untuk menganalisisnya, dan az Zumar (39) : 27, supaya manusia berzikir. Ada kesamaan yang bisa terlihat dalam ketiga ayat tersebut, yaitu bahwa amsal itu untuk manusia. Kemudian terlihat pula tiga fungsi jiwa manusia yang terkait dengan amsal itu, yatafakkar, ya’kil, dan yatadzakkar. Ini menunjukkan saat tertentu.
Al Qattan menunjukkan beberapa manfaat amsal Al-Qur’an dimaksudkan untuk memudahkan penggunaannya, yaitu :
a. Menonjolkan sesuatu yang ma’qul (abstrak) ke dalam bentuk yang konkret sehingga dapat dirasakan atau mudah dihayati oleh manusia. Misalnya, Allah membuat masal bagi keadaan orang yang memanfaatkan harta dengan riya’ seperti amsal pada QS. Al Baqarah (2) : 264
كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا
b. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah).
c. Menyingkapkan hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang tidak tampak seakan-akan tampak atau transparansi menjadikan yang gaib seakan dapat langsung disaksikan. Seperti amsal dalam QS. Al Baqarah (2) : 275 :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
Terjemahnya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba’ tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan (tekanan) penyakit gila.

Pengaruh Keterampilan Mengajar Guru Terhadap Prestasi Siswa

Pengaruh Keterampilan Mengajar Guru Terhadap Prestasi Siswa

Pengertian Keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Keterampilan jasmaniah adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak/penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkang keterampilan rohaniah lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan dan keterampilan berfikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.
Pegertian mengajar
1. Menurut Alvin W Howard, mengajar adalah suatu aktivitas untuk memberi, menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan,mengubah atau mengembangkan ide (cita-cita).
2. Menurut Warni Rasyidin mengemukakan bahwa mengajar adalah keterlibatan guru dan siswa dalam interaksi proses belajar mengajar. Guru sebagai koordinator menyusun,mengorganisasi dan mengatur situasi belajar.
3. Menurut AG Soejono mengajar adalah usaha guru memimpin muridnya keperubahan situasi dalam arti kemajuan dalam proses perkembangan intelektual pada khususnya dan proses perkembangan jiwa, sikap, pribadi serta keterampilan pada umumnya.
Berdasarkan dengan pengertian diatas maka dapat dipahami bahwa mengajar adalah usaha yang dilaksanakan oleh guru melalui bahan pengajaran yang diarahkan kepada siswa agar dapat membawa perubahan baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Keterampilan mengajar guru adalah kecakapan atau kemampuan guru dalam menyajikan materi pelajaran. Dengan demikian seorang guru harus mempunyai persiapan mengajar. guru harus menguasai bahan pengajaran mampu memilih metode yang tepat dan penguasaan kelas yang baik.
Keterampilan mengajar sangat penting dimiliki oleh seorang guru sebab guru memegang peranan penting dalam dunia pendidikan.oleh karena itu guru harus memiliki berbagai keterampilan menagajar antara lain:
1. Akan dapat membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap pokok bahasan yang akan dibahas.
2. Dapat memusatkan perhatian siswa terhadap pokok bahasan
3. Dapat mengembangkan keaktifan dan berfikir siswa
4. Dapat mendorong siswa untuk dapat menggunakan pandangan-pandangan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas
5. Sebagai umpan balik bagi guru untuk mengetahui sejauh mana prestasi belajar siswa selama proses belajar mengajar
6. Dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menemukan, mengorganisir dan memberi informasi yang pernah didapat sebelumnya.
 Keterampilan menjelaskan.
Keterampilan menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya, misalnya antara sebab dan akibat, defenisi dan contoh atau dengan sesuatu yang belum diketahui.Penyampaian informasi yang terencana dengan baik dan disajikan dengan urutan yang cocok merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan. Pemberian penjelasan merupakan salah satu aspek yang amat penting dari kegiatan guru dalam berinteraksi dengan siswa didalam kelas.
Tujuan memberikan penjelasan antara lain:
1. Membimbing murid untuk mendapat dan memahami hukum, fakta, definisi dan prinsip secara obyektif.
2. Melibatkan murid untuk berfikir dengan memecahkan masalah-masalah atau pertanyaan
3. Untuk mendapat balikan dari murid mengenai tingkat pemahamannya dan untuk mengatasi kesalapahaman mereka.
4. Membimbing murid untuk menghayati dan mendapat proses penalaran dan menggunakan bukti- bukti dalam pemecahan masalah.
Pengertian Prestasi Belajar
Pengertian prestasi belajar adalah terdiri dari dua kata, yakni “prestasi” dan “belajar” antara prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu prestasi dibahas jauh maka terlebih dahulu penulis akan menjelaskan pengertian prestasi.
Prestasi adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun kelompok.
W.J.S Poerwadarmita berpendapat bahwa “prestasi” adalah prestasi yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Sedangkan menurut Mas’ud khasan Abdul Qoha “prestasi” adalah apa yang telah diciptakan, prestasi pekerjaan, prestasi yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan berusaha. Sementara Nasru Harahap dan kawan-kawannya memberikan batasan bahwa “prestasi” adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.
Dari berbagai pengertian dikemukakan oleh para ahli diatas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan namun intinya sama, yakni prestasi yang dicapai dari suatu kegiatan. untuk itu dapat dipahami bahwa prestasi adalah prestasi suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati dan diperoleh dengan jalan berusaha, baik secara individu maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan itu.
Belajar adalah suatu aktifitas yang sadar akan tujuan. Tujuan dalam belajar adalah tercapainya suatu perubahan dalam diri individu. Perubahan dalam menuju perkembangan pribadi individu seutuhnya. Namun, untuk memperoleh penjelasan yang lebih terarah penulis akan menjelaskan berbagai pendapat tentang belajar
 Menurut Drs.H. Abdurrahman, mengatakan bahwa :
“Belajar adalah suatu perubahan pada diri individu dengan lingkungannya yang menjadikannya mendapat kemampuan yang lebih tinggi untuk hidup secara damai dalam lingkungannya”
 Menurut M. Ngalim Purwanto, mengatakan bahwa
“Belajar adalah tingkah laku yang mengalami perubahan, karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian pemecahan masalah/berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan,ataupun sikap”.
Setelah kita mengetahui dan memahami pengertian diatas, maka dapat dipahami kata “prestasi” dan “belajar”. Prestasi pada dasarnya prestasi yang diperoleh dari suatu aktivitas, sedangkan belajar pada dasarnya adalah proses yang mengakibatkan perubahan pada diri individu yaitu perubahan tingkah laku. Dengan demikian dapat diambil pengertian yang sangat sederhana mengenai hal ini. Prestasi belajar adalah prestasi yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai prestasi dari aktivitas dalam belajar. Prestasi belajar mahasiswa yang diperoleh itu melalui suatu proses yang dinamakan usaha, keuletan untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman.
 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan prestasi interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar individu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan dua golongan yaitu:
1. Faktor internal adalah segala sesuatu yang bersumber dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi lainnya sehingga siswa dapat belajar.
2. Faktor eksternal atau Jasmani (Fisiologis), Faktor jasmani yaitu segala bentuk tubuh secara lahiriah dapat dilihat oleh mata, baik yang bersifat bawaan seperti penglihatan, pendengaran dan sebagainya.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa dalam proses ajar mengajar dalam sebuah lembaga pendidikan harus ada pengajar dan yang diajar. Pengajar harus mempunyai skill tersendiri dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Keterampilan seorang pengajar sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa, karena tanpa keterampilan dalam mengajar para siswa sangat sulit untuk memahami materi.

Pembukuan al-Qur'an

Dalam mempelajari al-Qur’an, ada beberapa hal yang penting untuk dipelajari yangi salah satunya adalah bagaimana al-Qur’an itu dibukukan, pada baik pada zaman Rasulullah ataupun pada masa Kulafaur Rasyidin. Karena dengan mengetahui bagaimana proses pengumpulan al-Qur’an penulis dapat mengerti bagaimana usaha-usaha para sahabat untuk tetap memelihara al-Qur’an .
Secara etimologi, Al-Qur’an berarti qira’at berasal dari kata dasar qara’a yang berarti mengumpulkan atau menghimpun, yaitu menghimpun huruf dan kata yang tersusun menjadi qira’ah (bacaan) yang bermaknakan maqru’ (sesuatu yang dapat dibaca).
Menurut istilah, al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui perantara malaikat Jibril dengan bahasa Arab, diriwayatkan secara mutawatir, merpakan mukjizat dan membacanya merupakan ibadah.

A. PENGERTIAN PENGUMPULAN AL-QUR’AN
Menurut para ulama pengertian jam’ul Qur’an terdiri dari dua ayat yaitu :

1. Pengumpulan dalam arti hifzuhu (menghafalnya dalam hati).
Jumma’ul Qur’an artinya huffazuhu (penghafal – penghafalnya, orang yang menghafalkannya dalam hati). Inilah makna yang dimaksudkan oleh firman Allah kepada nabi – Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Qur’an ketika Qur’an itu turun kepadanya sebelum Jibril selesai membacakannya, karena ingin menghafalkannya.
Sebagaimana yang tercantum pada surah Al-Qiyamah ayat 16-19

Terjemahan
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Qur’an karena
hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan ( membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaaan itu. Kemudian atas tanggungan Kamilah penjelasannya” (Ai-Qiyamah [75] : 16-19).

2. Pengumpulan dalam arti Kitabullaah kullihi (penulisan Qur’an semuanya)
Baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah, sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.
B. Koadifikasi masa Nabi
Semasa hidup Rasulullah saw., pengumpulan al-Qur’an dilakukan melalui dua cara yaitu, hafalan dan penulisan dalam lembaran (shuhuf). Al-Qur’an secara lisan melalui hafalan dari Rasul saw. Kepada para sahabatnya. Rasulullah saw. sendiri telah menghafalnya setelah Jibril a.s. menghadirkan materi al-Qur’an kepada beliau.\
Untuk menjaga keaslian hafalan tersebut, jibril a.s. mengecek hafalan Rasul saw. setiap tahun sekali. Dalam hal ini. Ibn ‘Abbas menuturkan :
“Rasulullah saw. adalah orang yang paling dermawan akan kebaikan. Sesuatu yang menyebabkan beliau paling dermawan di bulan Ramadhan adalah ketika Jibril a.s. datang menemui beliau setiap tahun di bulan Ramadhan hingga berakhirnya malam. Rasulullah saw. mengemukakan (hafalan) al-Qur’an kepada Jibril a.s. ketika Jibril menemuinya. Rasulullah saw. adalah orang yang lebih dermawan akan kebaikan ketimbang angin yang ditiupkan (sekalipun)”

Demikian pula hal yang sama telah dilakukan oleh Rasul saw. Terhadap para sahabat beliau, seperti yang dituturkanoleh Ibn Mas’ud :
Nabi saw. telah bersabda kepadaku, “Bacalah (al-Qur’an) untukku”. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, aku harus membacakan (al-Qur’an) kepadamu, sedangkan kepadamulah (al-Qur’an) diturunkan ? “beliau menjawab,”Benar!”

Ketika Nabi saw. Menyampaikan wahyu (al-Qur’an), disamping beliau menginstruksikan agar dihafalkan, beliau juga meminta kepada para penulis wahyu (kuttab al-wahy) untk mendakumentasikannya. Namun, ketika penulisan al-Qur’an ini dilakukan oleh para penilis wahyu, saati orang Arab belum mengenal kertas. Istilah waraq pada zaman itu digunakan untuk menyebut daun kayusaja, sedangkan qirthas digunakan untuk menyebut benda-benda yang digunakan untuk menulis, seperti kulit binatang (adim), batu tipis (lihaf), pelepah kurma (‘asab), tulang binatang (aktaf), dan lain-lain. Jadi, penulisan al-Qur’an pada masa Nabi saw. dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan tersebut. Setelah itu materi yang ditulis disimpan di rumah Rasulullah saw. semuanya telah terkumpul dalam bentuk lembaran-lembaran. Dalam konteks ini, Allah swt. Menegaskan :


Terjemahan:
(yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (al-Qur’an), di dalamnya terdapat (isi) Kitab-kitab yang lurus. (QS al-Bayinnah [98]:2-3).
Adapun mangenai penilisan (rasm) dan susunan ayat-ayat dalam surat al-Qur’an semuanya telah diatur oleh wahyu dari Allah swt.

C. KODIFIKASI PADA MASA ABU BAKAR
Setelah Nabi wafat, kaum muslimin mengangkat Abu Bakar Shiddiq menggantikan beliau sebagai khalifa yang pertama pada masa permulaan. Kekhalifahan pemerintahan Abu Bakar timbul suatu keadaan yang mendorong mengumpul ayat-ayat al-Qur’an dalam satu mushaf. Keadaan itu ialah sebagian besar orang-orang yang hafal al-Qur’an gugur syahidah dalam perang Yamamah. Timbullah kekhawatiran akan hilangnya beberapa ayat dari al-Qur’an jika semua huffazhul Qur’an sudah tidak ada lagi.
Yanh mula-mula sadar akan hal ini ialah Umar bin Khattab, lalu beliau mengingatkan khalifah akan bahaya yang mengancam al-Qur’an. Umar menyarankan supaya khalifah mengambil langkah-langkah untuk mengamankan al-Qur’an, yaitu dengan mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an dalam suatu mushaf. Umar bin Khattab pergi kekhalifah Abu Bakar dan bermusyawarah dengannya dalam hal itu salah satu yang diucapkan Umar adalah “Saya berpendapat lebih baik anda memerintahkan manusia untuk mengumpulkan al-Qur’an “Abu Bakar menjawab, Umar masih terlibat dialog dengan Abu Bakar sehingga Allah melapangkan dada Abu Bakar (menerima usulan Umar).
Lalu Abu Bakar memanggil Zaid bin Tsabit sembari berkata padanya: : “Sesungguhnya engkau adalah seorang pemuda yang berakal cerdas dan konsisten. Engkau telah menulis wahyu di zaman Rasulullah saw, maka aku memintamu untuk mengumpulkannya”. Zaid menjawab : “Demi Allah, seandainya engkau memaksaku untuk memindahkan satu gunung dari gunung yang lain, maka itu tidak lebih berat bagiku dari pada perintahmu kepadaku mengumpulkan al-Qur’an”. Aku berkata : “Bagaimana engkau melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan Rasulullah saw?” Dia menjawab : “Demi Allah, itu membawa kebaikan”. Abu Bakar senantiasa “membujukku” hingga Allah melapangkan dadaku, sebagaimana sebelumnya Dia melapangkan pelepah kurma, kepingan-kepingan batu dan dari hafalan-hafalan para penghafal, sampai akhirnya akan mendapatkan akhir Surat Taubah berada pada Abu Khuzaimah Al-Ansari. Zaid bin Tsabit bertindak sangat teliti dan hati-hati

D. KODIFIKASI PADA MASA KHALIFAH USMAN
Pada masa khalifah Usman bin Affan timbul hal-hal yang menyadarkan khalifah akan perlunya memperbanyak naskah shuhuf dan mengirimkannya ke kota-kota besar dalam wilayah negara Islam. Kesadaran ini timbul karana para huffazal Qur’an telah bertebaran ke kota-kota besar dan di antara mereka terdapat perbedaan bacaan terhadap beberapa huruf al-Qur’an, karena perbedaan dialek bahasa mereka. Selanjutnya masing- masing menganggap mereka bacaannya yang lebih tepat dan baik.
Berita perselisihan itu sampai ketelinga Usman dan beliau menganggap hal itu sebagai sumber bahaya besar yang harus segera diatasi. Beliau meminta kepada Hafsah binti Umar supaya mengirimkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya.
Kemudian khalifah menugaskan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalin (membukukan) menjadi beberapa shuhuf. Setelah selesai penghimpunannya, mushaf asli dikembalikan ke Hafsah dan tujuh mushaf yang telah disalin, masing-masing dikirimkan ke kota-kota Kufah, Bashrah, Damaskus, Mekah, Madinah, dan Mesir. Khalifah meninggalkan sebuah dari tujuh mushaf itu untuk dirinya sendiri. Dalam penyalinan (pembukuan) al-Qur’an itu amat teliti dan tegas, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Jarir mengatakan berkenaan apa yang telah dilakukan Usman ”Ia telah menyatukan umat Islam dalam satu mushaf dan satu shuhuf, sedangkan mushaf yang lain disobek”

E. PERBEDAAN KODIFIKASI PADA MASA NABI, ABU BAKAR DAN USMAN.
Pengumpulan al-Qur’an telah dilakukan pada zaman Nabi saw.


DAFTAR PUSTAKA

Dr.Asy-Syarbashi Ahmad, Yas’alunak. Jakarta : Lentera, 2001.
Drs. Mudzakir AS, Manna’ Khalil Al-Qattan. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2001

SENGKETA PERCERAIAN AKIBAT KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

SENGKETA PERCERAIAN AKIBAT KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA
(Studi Kasus pada Pengadilan Agama di Kota Parepare)


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sengketa dalam rumah tangga (domestik) adalah masalah yang semakin serius dibicarakan di seluruh penjuru dunia.. Bentuk-bentuk tindak kekerasan yang dilakukan juga bervariasi dengan klasifikasi kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga, Masalah kekerasan terhadap perempuan di Indonesia pada akhir-akhir ini merupakan gejala yang memprihatinkan. Dari tahun 1997 misalnya, dilaporkan perkosaan di Indonesia tercatat 209 kasus. Tahun 1998 meningkat menjadi 338 kasus. Tahun 1999 tercatat 637 kasus perkosaan yang dilaporkan
Sengketa dalam ruang lingkup rumah tangga dapat terjadi pada, ayah, istri dan anak-anak serta mereka yang berada dalam lingkup rumah tangga yang sulit diatasi. Masyarakat pada umumnya menganggap bahwa anggota keluarga itu merupakan milik laki-laki dan masalah kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah pribadi yang tidak dapat dicampuri oleh orang lain. Sementara itu, sistem hukum dan sosial budaya yang ada bukan menjamin perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya mempunyai hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman, bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia berdasarkan azas-azas penghormatan terhadap perempuan, keadilan dan kesetaraan jender serta anti diskriminasi, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 29 tahun 1999 tentang HAM. Segala bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap eksistensi kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi yang harus dihapus karena tidak sesuai dengan deklarasi PBB tentang HAM dan Konvensi Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Undang-undang perkawinan menganut asas atau prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian. Perceraian hanya dapat terjadi di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Adapun alasan terjadinya perceraian dapat ditemukan di Indonesia akibat karena tidak adanya keharmonisan di dalam rumah tangga, dan pada umumnya perceraian banyak diajukan oleh pihak isteri Perceraian diajukan isteri terhadap suami tidak sedikit dikarenakan terjadinya kekersan dalam rumah tangga, baik pada kekerasan fisik maupun psikis.
Superioritas laki-laki dalam struktur kehidupan masyarakat di Indonesia dapat menimbulkan adanya kekerasan suami terhadap isteri.
Dalam beberapa penelitian ditemukan berbagai macam kasus cerai yang terjadi akibat karena kekerasan dalam rumah tangga,,dengan demikian diperlukan adanya perlindungan hukum berupa terjamirmya hak-hak mereka selama proses cerai atau setelah perceraian tersebut diputuskan oleh Hakim di Pengadilan. Perlindungan yang lain dapat diberikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga maupun dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas maka terdapat beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Penyelesaian Sengketa Perceraian menurut hukum syariat Islam?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya sengketa dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama kota Parepare?
3. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menyelesaikan perkara sengketa dalam rumah tangga di Pengadilan Agama Kota.Parepare?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tentang cara penyelesaian sengketa dalam perceraian menurut hukum Islam.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan sengketa dalam perceraian di Pengadilan Agama kota Parepare?.
3. Untuk mendeskripsikan pertimbangan hakim dalam menyelesaikan perkara sengketa dalam rumah tangga di Pengadilan Agama kota. Parepare.
D. Manfaat Penelitian
Adapun mamfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. penelitian ini diharapakan dapat memberi konstribusi pengetahuan kepada masyarakat tentang sengketa dalam rumah tangga dan pertimbangan Hakim dalam mengambil keputusan tentang sengketa tersebut..
2. Sebagai bahan masukan kepaada pihak yang berwenang dalam upaya mengantisipasi terjadinya sengketa dalam rumah tangga
3. Sebagai bahan bacaan dan pengembangan wawasan keilmuan bagi mereka yang berminat terhadap penelitian ini.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian dan Kedudukan Perceraian
Perceraian merupakan bagian dari pernikahan, sebab tidak ada perceraian tanpa diawali pernikahan terlebih dahulu. Pernikahan merupakan awal dari hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita yang diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam semua tradisi hukum, baik civil law, common law, maupun Islamic Law, perkawinan adalah sebuah kontrak berdasarkan persetujuan sukarela yang bersifat pribadi antara seorang pria dan seorang wanita untuk menjadi suami isteri. Dalam hal ini, perkawinan selalu dipandang sebagai dasar bagi unit keluarga yang mempunyai arti penting bagi penjagaan moral atau akhak masyarakat dan pembentukan peradaban.
Perkawinan sebagai perjanjian atau kontrak (‘aqd), maka pihak-pihak yang terikat dengan perjanjian atau kontrak berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia lahir batin dengan melahirkan anak cucu yang meneruskan cita-cita mereka. Bila ikatan lahir batin tidak dapat diwujudkan dalam perkawinan, misalnya tidak lagi dapat melakukan hubungan seksual, atau tidak dapat melahirkan keturunan, atau masing-masing sudah mempunyai tujuan yang berbeda, maka perjanjian dapat dibatalkan melalui pemutusan perkawinan (perceraian) atau paling tidak ditinjau kembali melalui perkawinan kembali setelah terjadi perceraian “ruju’’.
Bagi orang Islam, perceraian lebih dikenal dengan istilah talak. Menurut Sayyid Sabiq, talak adalah
حل رابطة الزواج وانھاء العلاقة الزوجیة
Artinya: “melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.

Menurut H.A. Fuad Sa’id yang dimaksud dengan perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami dengan isteri karena tidak terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain seperti mandulnya isteri atau suami dan setelah sebelumnya diupayakan perdamaian dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak. Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa Pertama; perceraian baru dapat dilaksanakan apabila telah dilakukan berbagai cara untuk mendamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka dan ternyata tidak ada jalan lain kecuali hanya dengan jalan perceraian. Dengan perkataan lain bahwa perceraian itu adalah sebagai way out bagi suami isteri demi kebahagian yang dapat diharapkan sesudah terjadinya perceraian terjadi. Kedua; bahwa perceraian itu merupakan sesuatu yang
dibolehkan namun dibenci oleh agama. Berdasarkan sabda Rasulullah Muhammad SAW::
ابغض الحلال عند الله الطلاق )رواه ابو داود والحاكم (
Artinya: “Hal yang halal tetapi paling dibenci menurut Allah adalah perceraian”
Dalam sebuah hadits, ada ancaman khusus bagi seorang isteri yang meminta jatuhnya talak dari suaminya tanpa disertai alasan yang dibenarkan syara. Rasulullah SAW bersabda:
أیما امرأة سألت زوجھا طلاقا من غیر بأس فحرام علیھا رائحة الجنة
)رواه اصحاب السنن والترمذى حسنھ(
Artinya: ”Siapa saja isteri yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa alasan yang jelas, maka ia haram menghirup wanginya surga” .
Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam pertama, dalam banyak kesempatan selalu menyarankan agar suami isteri bergaul secara ma’ruf dan jangan menceraikan isteri dengan sebab-sebab yang tidak prinsip. Jika terjadi pertengkaran yang sangat memuncak di antara suami isteri dianjurkan bersabar dan berlaku baik untuk tetap rukun dalam rumah tangga, tidak langsung membubarkan perkawinan mereka, tetapi hendaklah menempuh usaha perdamaian terlebih dahulu dengan mengirim seorang hakam dari keluarga pihak suami dan seorang hakam dari keluarga pihak isteri untuk mengadakan perdamaian. Jika usaha ini tidak berhasil dilaksanakan, maka perceraian baru dapat dilakukan.
Secara garis besar hukum Islam membagi perceraian kepada dua golongan besar yaitu talak dan fasakh. Talak adalah perceraian yang timbul dari tindakan suami untuk melepaskan ikatan dengan lafadz talak dan seumpamanya, sedangkan fasakh adalah melepas ikatan perkawinan antara suami isteri yang biasanya dilakukan oleh isteri. Dari dua golongan perceraian ini, Dr. Abdurrahman Taj sebagaimana dikutip oleh H.M. Djamil Latief, S.H. membuat klasifikasi perceraian sebagai berikut, (1) Talak yang terjadi dengan keputusan hakim yaitu li’an, perceraian dengan sebab aib suami seperti impoten dan perceraian dengan sebab suami menolak masuk Islam, (2)Talak yang terjadi tanpa putusan Hakim yaitu talak biasa yakni talak yang diucapkan suami baik sharih maupun kinayah dan ‘ila, (3) fasakh yang terjadi dengan keputusan hakim yaitu dengan sebab perkawinannya anak laki-laki atau perempuan yang masih di bawah umur dan perkawinan itu tidak dilakukan oleh wali yaitu bapaknya atau kakeknya, fasakh dengan sebab salah satu pihak dalam keadaan gila, tidak sekufu, kurangnya mas kawin dari mahar mitsil dan salah satu pihak menolak masuk Islam, (4) fasakh yang terjadi tanpa adanya putusan hakim, yaitu fasakh dengan sebab merdekanya isteri, ada hubungan semenda antara suami isteri dan nikahnya fasid sejak semula.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam Indonesia sebagai bentuk mempositifkan hukum Islam mengklasifikasi penyebab terjadinya perceraian kepada (1) Kematian salah satu pihak, (2) Perceraian karena talak dan perceraian karena gugat, (3) keputusan Pengadilan.


2. Perkembangan Alasan Sengketa
Pada dasarnya hukum Islam menetapkan bahwa alasan perceraian hanya satu macam saja yaitu pertengkaran yang sangat memuncak dan membahayakan keselamatan jiwa yang disebut dengan “syiqaq” sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 35 yang berbunyi:
وان خفتم شقاق بینھما فابعثوا حكما من اھلھ وحكما من اھلھا ان یریدا اصلاحا یوفق الله بینھما ان الله كان علیما خبیرا

Artinya: “Dan jika kamu khawatir terjadinya perselisihan di antara keduanya (suami dan Isteri), maka utuslah seorang hakam dari keluarga suami dan seorang hakam dari keluarga Isteri. Dan jika keduanya menghendaki kebaikan, niscaya Allah memberikan petunjuk kepada keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi”.
Sedangkan menurut hukum Perdata, perceraian hanya dapat terjadi berdasarkan alasan-alasan yang ditentukan Undang-undang dan harus dilakukan di depan sidang Pengadilan. Dalam kaitan ini ada dua pengertian yang perlu dipahami yaitu istilah “bubarnya perkawinan” dan “perceraian”.
Perceraian adalah salah satu sebab dari bubarnya atau putusnya perkawinan. Dalam pasal 199 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) disebutkan Perkawinan dapat bubar karena (1) kematian salah satu pihak, (2) keadaan tidak hadirnya suami atau isteri selama 10 Tahun diikuti perkawinan baru si isteri atau suami setelah mendapat izin dari Hakim, (3) karena putusan hakim setelah adanya perpisahan meja dan ranjang, serta
pembuktian bubarnya perkawinan dalam register catatan sipil, (4). Perceraian. Sedangkan perceraian yang menjadi dasar bubarnya perkawinan adalah perceraian yang tidak didahului oleh perpisahan meja dan ranjang. Tentang hal ini ditentukan dalam pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu (1) Zina baik yang dilakukan oleh suami atau isteri, (2) Meningggalkan tempat tinggal bersama dengan sengaja, (3) Suami atau isteri dihukum selama 5 tahun penjara atau lebih yang dijatuhkan setelah perkawinan dilaksanakan, (4) Salah satu pihak melakukan penganiyaan berat yang membahayakan jiwa pihak lain (suami/isteri). Lebih lanjut dalam pasal 208 KUH Perdata bahwa perceraian tidak dapat dilaksanakan berdasarkan atas persetujuan antara suami dan isteri.
Dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena salah satu pihak meninggal dunia, karena perceraian dan karena adanya putusan pengadilan . Kemudian dalam pasal 39 ayat (2) ditentukan bahwa untuk melaksanakan perceraian harus cukup alasan yaitu antara suami isteri tidak akan hidup sebagai suami isteri . Ketentuan ini dipertegas lagi dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) tersebut dan pasal 19 Peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 disebutkan bahwa alasan yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan perceraian adalah:
a) Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan
b) Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya.
c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung
d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyaan berat yang membahayakan pihak lain.
e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.
f) Antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Alasan perceraian ini adalah sama seperti yang tersebut dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam dengan penambahan dua ayat yaitu:(a) suami melanggar taklik talak dan (b) peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Memperhatikan alasan-alasan perceraian yang diterima dalam hukum Perkawinan Nasional, maka dapat diketahui bahwa hukum positif di Indonesia tidak mengenal lembaga hidup terpisah yaitu perceraian pisah meja dan pisah tempat tidur (scheding van tafel end bed) sebagaimana diatur dalam pasal 424 Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau dalam lembaga hukum keluarga Eropa yang dikenal dengan “separation from bed and board”. Selain dari hal ini, ketentuan yang diatur dalam hukum positif Indonesia hampir sama dengan apa yang tersebut dalam Stb.1933-74 pasal 52 dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 208, kecuali apa yang tersebut dalam Kompilasi Hukum Islam sebagaimana tersebut di atas dilakukan dengan menempuh prosedur hukum acara biasa.
3. Bentuk-bentuk Kekerasan (Ketidakadilan Gender).
Berbagai bentuk ketidakadilan gender yang mungkin terjadi dapat berwujud Marginalisasi, peminggiran dan proses pemiskinan peran kaum perempuan di bidang politik, sosial, ekonomi dan budaya. Kaum perempuan dianggap sebagai warga masyarakat kelas dua. Perempuan sendiri terkadang cenderung enggan menjadi orang nomor satu, alasannya karena takut dijauhi atau dicela kaum pria (Cinderella compleks), perempuan lebih memilih jadi subordinat pria.
Subordinasi Kaum perempuan berada pada posisi subordinat, yaitu tunduk pada laki-laki. Perempuan dianggap sebagai mahluk yang irrasional dan emosional dan hanya layak berada di wilayah domestik karena ketikmampuan dalam memimpin. Pandangan perempuan diistilahkan sebagai kanca wingking, yaitu teman di belakang atau di balik wilayah publik yang ditempati laki-laki. Stereotip adalah pelabelan negatif terhadap jenis kelamin tertentu yaitu jenis kelamin perempuan. Perempuan diberi label kaum yang lemah, bodoh dan emosional, di mana label ini menyebabkan perempuan sukar untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. (Yanti Muhtar, 2006:154). Stereotip Gender membuat kita membatasi pemahaman mengenai apa yang bisa dikerjakan perempuan dan apa yang bisa dikerjakan laki-laki. Misalnya, perempuan hanya di dunia domestik dan laki-laki tugasnya mencari nafkah, padahal tidak selalu keadaan seperti itu. Selain itu, masyarakat juga mempunyai norma tertentu tentang perempuan yang ideal yaitu feminim: lembut, halus, teliti, rajin, patuh, taat, cantik, cermat, dan sebagainya. Sementara kaum laki-laki adalah maskulin: gagah, perkasa, gentleman, kuat, cerdas, kasar, memimpin, macho, dan sebagainya, padahal yang lebih menyehatkan adalah androgen (androgini), yaitu percampuran antara karakteristik feminim sekaligus maskulin dalam kadar yang sangat variatif antara satu orang dengan orang lain. Individu androgini menurut Spence dan Helmreich adalah memilki harga diri yang lebih tinggi, lebih fleksibel, dan lebih efektif dalam hubungan interpersonal.
Beban ganda Pembagian kerja di dunia domestik untuk perempuan, sementara laki-laki di sektor publik sehingga ketika perempuan masuk di sektor publik ada beban ganda yang disandangnya, sementara semestinya ada juga beban ganda untuk kaum laki-laki, karena memang pekerjaan domestik bukanlah kodrat perempuan. Beban perempuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan reproduksi di rumah tangga, dan pekerjaan produktif untuk mendapatkan penghasilan. Perempuan tidak dinilai ketika melakukan pekerjaan reproduksi dan sosial, sementara kerja produksi yang mereka lakukan hanya dianggap sifatnya membantu saja.
Kekerasan. Perempuan dengan fungsi reproduksinya sering mengalami kekerasan (fisik, psikis, dan seksual), yang dilakukan individu, instansi, dan Negara. Kekerasan dalam rumah tangga; perempuan dianggap tidak produktif, sehingga harus menuruti kemauan laki-laki si pencari nafkah utama (misalnya pemukulan terhadap perempuan, membuat istri sakit hati dan rendah diri, dan pemaksaan hubungan seksual). Dalam dunia publik/tempat kerja, perempuan yang haid, mengandung, melahirkan, dan menyusui, sering tidak memperoleh haknya secara wajar, bahkan sering mengalami intimidasi untuk dikeluarkan. Sementara dalam tingkat Negara, kadang kekerasan yang diderita perempuan sering tidak nampak di mata publik karena terjadi di dunia domestik
Kemiskinan. Kenyataan dalam masyarakat kita, banyak anak di bawah umur meninggal akibat gizi buruk/kekurangan gizi. Selain itu, banyak pula ibu meninggal saat melahirkan, salah satu penyebabnya adalah gizi buruk dan tidak punya akses fasilitas kesehatan. Diskriminasi, pembedaan perlakuan terhadap seseorang atau sekelompok orang dikarenakan jenis kelamin, ras, agama, status sosial, ataupun suku. Misalnya, salah satu bentuk diskriminasi berbasis gender adalah memberikan keistimewaan kepada anak laki-laki untuk mendapatkan pendidikan lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Atau pembedaan upah buruh perempuan dan buruh laki-laki untuk jenis pekerjaan yang sama.
Buta Gender. Perencanaan, kebijakan, program yang buta gender, maksudnya mengabaikan perbedaan gender, peran dan hubungan gender, padahal karena perbedaan-perbedaan itu perempuan dan laki-laki bisa mempunyai perbedaan di dalam akses, di dalam mendapatkan manfaat, di dalam partisipasi, dan di dalam kontrol terhadap sumber-sumber keadilan dan kesetaraan gender. Buta gender ini juga mengabaikan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai kebutuhan, kepedulian, dan prioritas yang berbeda. Rumah-tangga (keluarga) adalah unit ekonomi yang mengatur lapangan kerja anggotanya. Bekerja bersama dan saling membantu di bidang produksi, maupun dalam bidang distribusi dan konsumsi.

F. Kerangka Pikir






G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian kualitatif adalah bersifat eksploratif yang memiliki proses tersendiri yang berbeda dengan penelitian kuantitatif.Penelitian kualitatif merupakan rangkaian kegiatan yang sistematis untuk memperoleh jawaban permasalahan yang diajukan. metode ini dimaksudkan untuk memberi gambaran secermat mungkin mengenai bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang menyebabkan sengketa dalam perceraian berdasarkan fakta–fakta yang ada. Suryabrata (1983:18-19) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat pencandraan (pemerian) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dengan demikian, peneliti dalam hal ini akan mengarahkan penelitiannya dengan mengakumulasi data dengan cara deskriptif .
Dalam penelitian kualitatif data merupakan sumber teori atau teori berdasarkan data. Kategori-kategori dan konsep-konsep dikembangkan oleh peneliti di lapangan. Teori juga dapat lahir dan berkembang di lapangan. Data lapangan dapat dimanfaatkan untuk verifikasi teori yang timbul di lapangan. Dan terus-menerus disempurnakan selama proses penelitian berlangsung yang dilakukan secara berulang-ulang.
Selanjutnya Moleong (1994:4-8) mengemukakan “sebelas ciri penelitian kualitatif yaitu; (1) latar alamiah; (2) manusia sebagai alat (instrumen); (3) metode kualitatif; (4) analisis data secara induktif; (5) teori dari dasar (grounded theory); (6) deskriptif; (7) lebih mementingkan proses daripada hasil; (8) adanya “batas” yang ditentukan oleh “fokus”; (9) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; (10) disain yang bersifat sementara; (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama”.
2. Variabel dan disain penelitian
Berdasarkan jenis penelitian yang telah ditetapkan di atas, maka variabel yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah percerain akibat kekerasan dalam rumah tangga secara pisik dan psikis yang mengakibatkan sengketa dalam perceraian.
Sedangkan desain penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif meliputi rangkaian kegiatan yang sistematik untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diajukan. Meskipun demikian dalam penelitian kualitatif desain penelitian bisa diubah atau disempurnakan, disesuaikan dengan data yang diperoleh dan disesuaikan pula dengan pengetahuan baru yang ditemukan.
Desain penelitian kualitatif merupakan rencana dan struktur penyelidikan untuk dapat memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian berupa data deskriptif.
Rencana penelitian ini disusun dalam tiga tahap, yaitu: (1). Tahap persiapan, (2). Tahap pengumpulan data, dan (3). Tahap pengolahan data dan hasilnya akan dideskripsikan sebagai laporan hasil penelitian.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Kota Parepare Sulawesi Selatan. Ada 2 (dua) alasan mengapa kota Parepare dijadikan lokasi penelitian. Pertama, alasan startegis, yaitu masalah kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah sosiologis yang bersifat global serta tidak terbatas pada suatu ruang dan waktu. Kedua praktis, yaitu kota Parepare adalah tempat berdomisili peneliti sehingga memudahkan akses, waktu dan biaya serta alasan-alasan praktis lainnya. Penelitian di lakukan selama kurang lebih Enam bulan.
4. Data dan Sumber data
Menurut Arkuanto (1998) data adalah hasil pencatatan peneliti baik berupa fakta ataupun angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun bahan suatu informasi.
Data yang dimaksud dalam penelitian ini, data yang diperoleh secara garis besar dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu data tertulis dan tidak tertulis. Data tertulis meliputi dokumen, buku petunjuk, atau pedoman. Sementara data yang tidak tertulis meliputi hasil wawancara. Secara umum data adalah seluruh data yang menjadi perhatian dalam suatu lingkup dan waktu yang kita tentukan,
Berdasarkan uraian tersebut, maka data penelitian ini adalah keseluruhan sengketa dalam rumah tangga yang menyebabkan perceraian di pengadilan agama Kota Parepare
Penelitian mengenai sengketa dalam rumah tangga (studi kasus pada pengadilan agama Agama Kota Parepare) peneliti melakukan batasan yaitu sengketa dalam rumah tangga pada tahun 2008 per-Desember sampai sekarang.
5.Teknik pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap peristiwa yang relevan dengan masalah yang diteliti.
2. Wawancara mendalam, yaitu bertanya langsung kepada responden, baik menggunakan daftar pertanyaan maupun tidak.
3. Kuesioner, yaitu mengajukan daftar pertanyaan dan pernyataan terhadap hal-hal yang ada relevansinya dengan masalah yang sedang diteliti.
4. Dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel dari bahan tertulis berupa dokumen, buku-buku yang berhubungan dengan subyek penelitian.
6. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang dipakai untuk mengumpulkan data dan dibuat serta dirancang demikian rupa sehingga menghasilkan data empiris sebagaimana adanya. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah seluruh aktivitas Pengadilan Agama Kota Parepare yang berhubungan dengan subyek penelitian. Instrumen penelitian dapat berfungsi sebagai informasi unsur metodologis, demikian pula dapat berfungsi sebagai informasi unsur materi dalam melakukan interpretasi dan analisis data.
Pada penelitian yang bersifat kualitatif, peneliti sendiri yang bertindak sebagai instrumen. Didasari oleh adanya potensi manusia yang mempunyai sifat dinamis dan memiliki kemampuan untuk mengamati, menilai, memutuskan dan menyimpulkan secara obyektif tentang sesuatu . Dalam rangka memudahkan penelitian, peneliti pun menggunakan pedoman wawancara dan catatan yang berfungsi sebagai alat pengumpulan data.

7. Teknik analisis data
Setelah pengumpulan data dilakukan, selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan deskripsi atau uraian yang bersifat pemaparan dengan menggunakan kata-kata untuk membantu dan mempermudah pemahaman terhadap hasil analisis data mengenai hasil temuan terhadap sengketa dalam rumah tangga yang mungkin terjadi, akibat sosio-psikologis yang menyebabkan perceraian, serta upaya yang dilakukan sebagai solusi untuk mengantisipasi dan melindungi orang-orang yang terlibat dalam sengketa tersebut..
H. Jadwal Kegiatan Penelitian
Penelitian ini direncanakan sekitar enam bulan. Adapun jenis kegiatan dan alokasi waktu pelaksanaan dapat dilihat pada tabel berikut:


DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Leila. Wanita dan Gender dalam Islam, Akar-akar Historis dan Perdebatan Modern. Cet. I; Jakarta: Lentera, 2000.

Al-Qur’an al-Qarim

al- Asykar, Umar Sulaiman. Surga dan Neraka. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2000

Onions, C.T. (ed), The Oxford Dictionary Etimology. Oxford at the Clarendon Press,1979.

al-Sun’aniy, Muhmmad Ibnu Ismail. Subul Al Salam. Jilid.III, Beirut : Dar al-Fikr,1960

asy- Syak’ah, Dr. Mustafa Muhammad. Islam Tidak Bermazhab. Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1994.

Shaleh, Syaikh bin Fauzan Abdillah al Fauza’, Sentuhan Nilai Fikiran Untuk Wanita beriman. Cet.II; Jakarta : Sofwa Pressindo,2003.

Khallaf, Abdul Wahhab. Ilm Ushul Al Fiqh, diterjemahkan oleh Noer Iskandar al Barsaniy dengan judul, Kaidah Kaidah Hukum Islam. Cet.VI; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Bantaniy, Muhammad Ibn Umar. Syarh Uqud Al Lujjain Fiy Huquqi Al Zaujaiyn. Surabaya : Al Hidayah, T.Th.

Bakri, As-Sayyid al-Makki. Merambah Jalan sufi Menuju surga. Cet. I; Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995
Yafie, Alie. Menggagas Fiqh Sosial : Dari soal linkungan Hidup Asuransi Hingga Ukhuwah. Cet. II ; Bandung : Mizan,1994.

Bakri, As-Sayyid al-Makki. Merambah Jalan sufi Menuju surga. Cet. I; Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995

Hasan Sadili, John M. Echols. Kamus Inggris Indonesia Cet. XII; Jakarta: Gramedia: 1983

Kansil, C.S.T. Pancasila dan UUD 1945 dan Falsafah Negara Cet. IV ; Jakarta : Paradya Paramitha, 1997.

Mahmud, Ali Abdul Halim. Karakteristik Umat Terbaik, Telaah Manhaj, Akidah dan Harakah. Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Mulia, Siti Musdah dkk, Keadilan dan Kesetaraan Gender, Perspektif Islam.Cet. II; Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender, 2003.

Mulia, Sitti Musdah. Muslimah Perempuan Pembaru Keagamaan Reformis. Cet.1 ; Bandung : Mizan , 2005.

Muslim, Imam. Shohih Muslim. Juz. I, Mesir : Isa al-Babiy al Halabiy wa syirkahu, t.th

Onions, C.T. (ed), The Oxford Dictionary Etimology. Oxford at the Clarendon Press,1979

Roscoe. “An Introduction to the philosophy of law”, oleh Muhammad Radjab dengan Judul Pengantar Filsafat Hukum. Cet.IV Jakarta : Bharata, 1989.

Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Cet.1 ; Jakarta : Sinar Grafika Offset, 1999.

Shaleh, Syaikh bin Fauzan Abdillah al Fauza’, Sentuhan Nilai Fikiran Untuk Wanita beriman. Cet.II; Jakarta : Sofwa Pressindo,2003.

Umar, Nasaruddin., Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an Cet. 1; Jakarta: Paramadina, 1999.

Yunus, Muhammad. Hukum Perkawinan Dalam Islam. Jakarta : Al hidaya.h ; 1956

Guru dan prestasi belajar siswa

Defenisi yang kita kenal sehari-hari adalah bahwa guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki kharisma atau wibawa hingga perlu untuk ditiru dan diteladani.
Jadi, guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampumenata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.
Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapt dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan.
Pada dasarnya perubahan perilaku dapat ditunjukkan oleh peserta didik harus dippppppengaruhi oleh larat belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru. Atau dengan prkataan lain, guru mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta didik.
Untuk itulah guru harus dapat menjadi contoh (suri teladan) bagi peserta didik, karena pada dasarnya guru adalah representasi dari sekeelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang dapat digugu dan ditiru.
Seorang guru sangat berpengaruh terh dap hasil belajar yang dapat ditunjukan oleh peserta didiknya. Untuk itu, apabila seseorang ingin menjadi guru yang profesional maka sudah seharusnya ia dapat selalu meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan praktis melalui jalur pendidikan berjenjang ataupun up grading dan/atau pelatihan yang bersifat in servicetraining dengan rekan-rekan sejawatnya.
Dalam pembelajaran pendidikan agama islam yaitu proses interaksi yang berlangsung antara guru dan siswa dengan maksud memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap dari pembelejaran Pendidikan Agama Islam menjadi penting adanya bagi seorang guru agama memiliki keterampilan mengelolah kelas dengan baik, karena pendidikan agama islam sebagai mata pelajaran agama yang ada di sekolah tentunya mempunyai peranan yang penting dalam membentuk sikap dan sifat anak didik disamping penguasaan materi dan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang vital, karena mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar, bahwa kegiatan mengajar hanya bermakna apabila terjadi kegiatan belajar murid. Oleh karena itu penting sekali bagi setiap guru untuk memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar murid, agar dapat memberikan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi murid-murid.
Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah profesionalisasi ditemukan sebagai berikut:
Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran dan sebagainya) tertentu. Profesional adalh (1) bersangkutan dengan profesi, (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. “propesionalisasi ialah proses membuat suatu badan organisasi agar menjadi profesional”

Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan dan kecakapan. Seseorang yang dinyatakan kompeten di bidang tertentu adalah seseorang yang menguasai kecakapan kerja atau keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan.
Kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dengan demikian suatu kompetensi ditujukan oleh penampilan atau unjuk kerja yang padat dipertanggungjawabkan (rasional) dalam upaya mencapai suatu tujuan.Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Jadi menurut peneliti, kompetensi adalah kemampuan yang dilakukan seseorang dalam melaksanakan sesuatu/kegiatan berdasarkan ilmu pengetahuannya.

Dimensi islam ( iman, ihsan dan islam)

Islam sebagai agama bisa dilihat dari berbagai dimensi; sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Apa yang diyakini oleh seorang muslim, boleh jadi sesuai dengan ajaran dan aturan Islam, boleh jadi tidak, karena proses seseorang mencapai suatu keyakinan berbeda-beda, dan kemampuannya untuk mengakses sumber ajaran juga berbeda-beda. Diantara penganut satu agama bisa terjadi pertentangan hebat yang disebabkan oleh adanya perbedaan keyakinan. Sebagai ajaran, agama Islam merupakan ajaran kebenaran yang sempurna, yang datang dari Tuhan Yang Maha Benar. Akan tetapi manusia yang pada dasarnya tidak sempurna tidak akan sanggup menangkap kebenaran yang sempurna secara sempurna. Kebenaran bisa didekati dengan akal (masuk akal), bisa juga dengan perasaan (rasa kebenaran). Kerinduan manusia terhadap kebenaran ilahiyah bagaikan api yang selalu menuju keatas. Seberapa tinggi api menggapai ketingian dan seberapa lama api itu bertahan menyala bergantung pada bahan bakar yang tersedia pada setiap orang. Ada orang yang tak pernah berhenti mencari kebenaran, ada juga yang tak tahan lama, ada orang yang kemampuannya menggapai kebenaran sangat dalam (atau tinggi), tetapi ada yang hanya bisa mencapai permukaan saja.

A. Pengertian Dimensi dan Aliran Pemikiran Islam.
o Dalam penggunaan umum menurut Wikipedia, dimensi berarti parameter atau pengukuran yang dibutuhkan untuk mendefinisikan sifat-sifat suatu objek-yaitu panjang, lebar, dan tinggi atau ukuran dan bentuk. Pengertian dimensi dalam Kamus Oxford yaitu dari kata “dimension” artinya :
- Ukuran dari panjang, lebar atau berat dari sesuatu.
- Ukuran dan luas dari suatu situasi.
- Aspek atau cara untuk melihat suatu permasalahan.
o Pengertian aliran dalam Kamus Oxford yaitu “ideology” yang artinya suatu kepercayaan yang dianut oleh kelompok atau seseorang, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) haluan; pendapat; paham (politik, pandangan hidup, dsb).
o Pengertian pemikiran Islam yaitu pandangan atau kepercayaan dari kelompok atau seseorang terhadap Islam. Pemikiran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)adalah proses, cara, perbuatan memikir: problem yg memerlukan dan pemecahan; Dalam proses pemikiran seorang individu mengirimkan hasil penginderaannya terhadap suatu realitas ke dalam otak melalui alat-alat indera, dan kemudian menghubungkan hasil penginderaannya itu dengan informasi awal tentang realitas tersebut, hingga menghasilkan sesuatu yang disebut pemikiran. Suatu pemikiran juga acapkali disandarkan pada kaidah dasar (al-qa’idah al-asasiyyah) yang menjadi landasan pemikiran tersebut sehingga dinyatakan, misalnya pemikiran Islam. Disebut demikian karena kaidah dasar yang membangun pemikiran tersebut adalah aqidah Islam. Pemikiran Islam adalah upaya menilai fakta dari sudut pandang Islam dengan demikian pemikiran Islam mengandung tiga hal, yaitu fakta, hukum, dan keterkaitan fakta dengan hukum.
o Dari pengertian dimensi, aliran dan pemikiran Islam dapat disimpulkan bahwa dimensi pemikiran Islam yaitu aspek atau cara untuk melihat suatu permasalahan pada pandangan atau kepercayaan dari kelompok atau seseorang terhadap Islam. Sedangkan pengertian aliran pemikiran Islam yaitu suatu kepercayaan atau pandangan yang dianut oleh seseorang atau kelompok yang bercorak Islam.





B. Dimensi Islam.
Dimensi Islam terbagi dalam Islam, Iman dan Ihsan.
Di dalam Islam dan iman terkumpul agama secara keseluruhan. Sebagaimana Nabi SAW membedakan Islam, iman dan ihsan. Dalam hadits berikut Bukhori dan Muslim meriwayatkannya dari Abu Hurairah,
Pada suatu hari kami (Umar r.a. dan para sahabat r.a.) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah Saw, seraya berkata, “Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam.” Lalu Rasulullah Saw menjawab,
الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِىَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

“Islam adalah engkau bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan kamu haji ke Baitullah jika kamu telah mampu melaksanakannya”
Laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan aku tentang iman. Rasulullah saw. menjawab:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan qadar (ketentuan) Allah yang baik dan yang buruk.”
Laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan aku tentang Ihsan itu. Rasulullah saw. menjawab:
َنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

Pembahasan secara berurutan pengertian istilah-istilah di atas yaitu Islam, iman dan akhirnya ihsan dilakukan tanpa harus dipahami sebagai pembuatan kategori-kategori yang terpisah sebagaimana sudah diisyaratkan melainkan karena keperluan untuk memudahkan pendekatan analitis belaka. Dan di akhir pembahasan ini kita akan mencoba melihat relevansi nilai-nilai keagamaan dari iman, Islam dan ihsan itu bagi hidup modern, dengan mengikuti pembahasan oleh seorang ahli psikologi yang sekaligus seorang pemeluk Islam yang percaya pada agamanya dan mampu menerangkan bentuk-bentuk pengalaman keagamaan Islam.

a. Islam
Islam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. berpedoman pada kitab suci Alquran yg diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt. Dimensi Islam mempunyai lima penyangga (rukun): Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa Ramadhan dan Haji, Dimensi Islam dibahas secara mendalam dalam buku-buku tentang Ilmu Fiqh. Ada dua sisi yang kita dapat gunakan untuk memahami pengertian agama islam, yatu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi pengertian tentang islam ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dari segi kebahasan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian.
Senada dengan pendapat diatas, sumber lain mengatakan Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat dan sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat, sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk , patuh, dan taat. Dari pengertian itu, kata islam dekat dengan arti kata agama yang berarti mengusai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan.
Rasulullah saw banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam, umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati), salamat unnas minal lisan wal yad (tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan), memberi makan, serta ucapan yang baik. Semua perkara ini, yang disebut Rasulullah sebagai Islam mengandung nilai penyerahan diri, ketundukkan dan kepatuhan yang nyata.
Ada indikasi bahwa Islam adalah inisial seseorang masuk ke dalam lingkaran ajaran Ilahi. Sebuah Ayat Suci melukiskan bagaimana orang-orang Arab Badui mengakui telah beriman tapi Nabi diperintahkan untuk mengatakan kepada mereka bahwa mereka belumlah beriman melainkan baru ber-Islam, sebab iman belum masuk ke dalam hati mereka (QS. al-Hujarat:14). Jadi, iman lebih mendalam daripada Islam, sebab dalam konteks firman itu, kaum Arab Badui tersebut barulah tunduk kepada Nabi secara lahiriah, dan itulah makna kebahasaan perkataan "Islam", yaitu "tunduk" atau "menyerah." Tentang hadits yang terkenal yang menggambarkan pengertian masing-masing Islam, iman dan ihsan, Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa agama memang terdiri dari tiga unsur: Islam, iman dan ihsan, yang dalam ketiga unsur itu terselip makna kejenjangan: orang mulai dengan Islam, berkembang ke arah iman, dan memuncak dalam ihsan.
Selanjutnya, penjelasan yang sangat penting tentang makna "al-Islam" ini juga diberikan oleh Ibn Taimiyah. Ia mengatakanbahwa "al-Islam" mengandung dua makna adalah: pertama, ialah sikap tunduk dan patuh, jadi tidak sombong; kedua, ketulusan dalam sikap tunduk kepada satu pemilik atau penguasa. Jadi orang yang tulus itu tidak musyrik, dan ia adalah seorang hamba yang berserah diri hanya kepada Allah..
Hukum Islam terwujud dan terbukti dengan dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa ramadlan dan menunaikan haji ke Baitullah. Ini semua adalah syiar-syiar Islam yang paling tampak. Seseorang yang melaksanakannya berarti sempurnalah penghambaannya. Apabila ia meninggalkannya berarti ia tidak tunduk dan berserah diri. Lalu penyerahan hati, yakni ridla dan taat, dan tidak menggangu orang lain, baik dengan lisan maupun tangan, ia menunjukkan adanya rasa ikatan ukhuwah imaniyah. Sedangkan tidak menyakiti orang lain merupakan bentuk ketaatan menjalankan perintah agama, yang memang menganjurkan kebaikan dan melarang mengganggu orang lain. Ketaatan seseorang dengan hal tersebut merupakan gambaran yang nyata tentang Islam. Hal tersebut mustahil dapat terwujud dengan pembenaran dalam hati (iman). Dan berbagai hal itulah yang disebut dengan Islam.

b. Iman
Menurut bahasa iman berarti pembenaran dalam hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, iman adalah kepercayaan yang berkenaan dengan agama; keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, Nabi, kitab, yang tidak akan bertentangan dengan ilmu dapat pula berarti ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin.
Sedang iman menurut pandangan para ulama terdahulu, diantaranya adalah pendapat Imam Al-Baghawi r.a., beliau berkata :”Para sahabat, Tabi’in, dan para ulama sunnah mereka bersepakat bahwa amal shalih adalah bagian dari iman. Mereka berkata bahwasannya iman terdiri dari ucapan dan perbuatan serta keyakinan. Iman bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam r.a. berkata:
”Pandangan ahlus sunnah yang kami ketahui adalah apa yang disampaikan oleh para ulama kita yang kami sebutkan di kitab-kitab kami, yakni bahwa iman itu meliputi kumpulan niat (keyakinan), ucapan , dan amal perbuatan”. dimensi Iman memiliki enam penyangga
(rukun) yang harus diyakini, yaitu: Allah, Malikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari Akhir dan Taqdir. Dimensi Iman dibahas secara mendalam dalam buku-buku (disiplin) ilmu Tauhid dan ilmu Kalam.
Pengertian iman secara umum, yaitu sikap percaya, dalam hal ini khususnya percaya pada masing-masing rukun iman yang enam (menurut akidah Sunni). Karena percaya pada masing-masing rukun iman itu memang mendasari tindakan seorang maka sudah tentu pengertian iman yang umum dikenal itu adalah wajar dan benar.
Namun, dalam dimensinya yang lebih mendalam, iman tidak cukup hanya dengan sikap batin yang percaya atau mempercayai sesuatu belaka, tapi menuntut perwujudan lahiriah atau eksternalisasinya dalam tindakan-tindakan. Dalam pengertian inilah kita memahami sabda Nabi bahwa iman mempunyai lebih dari tujuh puluh tingkat, yang paling tinggi ialah ucapan Tiada Tuhan selain Allah dan yang paling rendah menyingkirkan bahaya di jalanan.
Keterpaduan antara iman dan perbuatan yang baik juga dicerminkan dengan jelas dalam sabda Nabi bahwa orang yang berzina, tidaklah beriman ketika ia berzina, dan orang yang meminum arak tidaklah beriman ketika ia meminum arak, dan orang yang mencuri tidaklah beriman ketika ia mencuri, dan seseorang tidak akan membuat teriakan menakutkan yang mengejutkan perhatian orang banyak jika memang ia beriman.
Berdasarkan itu, maka sesunggahnya makna iman dapat berarti sejajar dengan kebaikan atau perbuatan baik. Ini dikuatkan oleh adanya riwayat tentang orang yang bertanya kepada Nabi tentang iman, namun turun wahyu jawaban tentang kebajikan (al-birr), yaitu:
Oleh karena itu perkataan iman yang digunakan dalam Kitab Suci dan sunnah Nabi sering memiliki makna yang sama dengan perkataan kebajikan (al-birr), taqwa, dan kepatuhan (al-din) pada Tuhan (al-din).
Dalam bahasa Inggris, pada umumnya kita tidak bisa membedakan antara istilah faith dan belief namun, Wilfred, Cantwell Smith menggarisbawahi bahwasanya istilah faith sekalipun tanpa mempertimbangkan konteks bahasa Arab perlu dibedakan dengan istilah belief. Ketika kita mengatakan “people believe in something” yang dimaksudkan adalah bahwasanya mereka memiliki keyakinan bahwa sesuatu tersebut benar, namun kita sering menjumpai bahwasanya mereka salah dan bertentangan dengan bukti yang meyakinkan. Dalam bahasa Islam, istilah Iman tidak mengandung konotasi negatif seperti itu. Iman melibatkan keyakinan akan sebuah kebenaran sejati, bukan kebenaran prasangka. Selanjutnya istilah faith berarti bahwasanya masyarakat memiliki keyakinan tersebut, maka mereka mengikat diri mereka untuk bertindak berdasarkan kebenaran yang mereka ketahui.
Nabi Muhammad mendefenisikan kata iman dengan sabdanya, “iman adalah sebuah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan dan aktivitas anggota badan”. Jadi, iman melibatkan pengakuan, pengucapan dan perbuatan.



c. Ihsan (kebajikan)

Dalam hadits yang disinggung di atas, Nabi menjelaskan, "Ihsan ialah bahwa engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau." Maka ihsan adalah ajaran tentang penghayatan pekat akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri sebagai sedang menghadap dan berada di depan hadirat-Nya ketika beribadat.
Ihsan adalah pendidikan atau latihan untuk mencapai dalam arti sesungguhnya. Karena itu, ihsan menjadi puncak tertinggi keagamaan manusia. Ia tegaskan bahwa makna Ihsan lebih meliputi daripada iman, dan karena itu, pelakunya adalah lebih khusus daripada pelaku iman, sebagaimana iman lebih meliputi daripada Islam, sehingga pelaku iman lebih khusus daripada pelaku Islam. Sebab dalam Ihsan sudah terkandung iman dan Islam, sebagaimana dalam iman sudah terkandung Islam. Kemudian, kata-kata ihsan itu sendiri secara harfiah berarti "berbuat baik." Seorang yang ber-ihsan disebut muhsin, sebagai seorang yang ber-iman disebut mu'min dan yang ber-Islam disebut muslim. Karena itu, sebagai bentuk jenjang penghayatan keagamaan, ihsan terkait erat sekali dengan pendidikan berbudi pekerti luhur atau berakhlaq mulia. Disabdakan oleh Nabi bahwa yang paling utama di kalangan kaum beriman ialah yang paling baik ahlaqnya.
Ihsan dalam arti akhlaq mulia atau pendidikan ke arah akhlaq mulia sebagai puncak keagamaan dan yang dimasukkan ke dalam surga ialah orang yang bertaqwa kepada Allah dan memiliki keluhuran budi pekerti.
Ihsan memiliki tiga macam tindakan utama yakni:
Berbuat kebajikan terhadap sesama, baik itu dengan lisan dengan harta maupun dengan tindakan (tenaga) dengan mengintegrasikan agama (dinul Islam) pada seluruh segi kehidupan serta memasukkan kehidupan itu sendiri ke dalam irama-irama ibadah dan tatanan nilai yang ditentukan oleh agama yang melahirkannya. Dalam hal ini, ihsan (kebajikan) telah menciptakan suatu keutuhan yang direfleksikan dalam tindakan dan perbuatannya dengan tanpa pamrih.
Melakukan suatu ibadah dengan penuh kesadaran dan keikhlasan yang senantiasa berhubungan dengan kehadiran Tuhan bersinar di dalam jiwa manusia melalui prinsip-prinsip tentang realitas dan sesuai dengan kebenarannya yang terletak dalam inti ajaran Islam, karena Islam itu sendiri didasarkan pada sifat realitas.
Merenungkan dan memikirkan Tuhan Yang Maha Esa dalam segala sesuatu dan setiap tarikan dan hembusan nafas, karena substansi sesungguhnya dari makhluk Tuhan adalah pengentalan nafas Yang Maha Pengasih (nafas Al'Rahman) yang ditupkan pada pola-pola dasar (al-a'yan al-tsabitah) kemudian melahirkan alam.
Sebetulnya, antara entitas Iman dan Islam ini kompleks, karena di situ dilengkapi dengan unsur Ihsan. Unsur Ihsan ini tidak seperti rel kereta api yang tidak saling ketemu antara yang satu dengan yang lain. Sekarang, tugas para ilmuwan, muballigh, dan juga pimpinan masyarakat, bagaimana mencari hubungan ketiganya yang, lebih manusiawi. karena dimensi Ihsan sebetulnya sangat terkait, selain ukhrawi, juga lebih tampak insani. Bukan tidak mungkin ketika dimensi Ihsan kemanusiaan tidak dilengketkan dengan iman dan Islam.

C. Aliran Pemikiran Islam
Sebagaimana yang telah dipelajari dalam dimensi Islam yakni Iman yang merupakan salah satu dari tiga sendi utama dalam Islam, dalam pembahasan yang mendalam mengenai Iman maka melahirkan salah satu ilmu yang disebut dengan Ilmu Kalam., sedangkan pelajaran yang lebih mendalam mengenai Ihsan maka akan melahirkan salah satu cabang ilmu Islam yang disebut dengan ilmu Tasawuf.
1) . Aliran Kalam.
Agama islam yang diyakini sebagai agama “Rahmatan Lil A’lamiin” oleh penganutnya ternyata tidak selamanya bersifat positif. Salah satu buktinya adalah adanya tahkim. Peristiwa inilah yang membuat islam menjadi terpecah, paling tidak ada 3 kelompok, yaitu :
1. Pendukung Mu’awiyah diantaranya Amr Bin Ash.
2. Pendukung Ali Bin Abi Thalib, diantaranya Musya Al-Asyari.
3. Umat islam yang membelot/menentang terhadap Ali Bin Abi Thalib (Khawarij), pelopornya adalah A’tab bin A’war, Urwah bin Jarir.
Khawarij memiliki ajaran memiliki ajaran dan menjadi ciri utama ajaran ini, yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar (Murtakib Al-Kabair). Menurut aliran ini, orang-orang yang terlibat dan menyetujui hasil hakim telah melakukan dosa besar, orang yang telah melakukan dosa besar menurut pandangan mereka berarti telah kafir, kafir setelah memeluk islam berarti murtad dan orang murtad halal dibunuh, berdasarkan sebuah hadits Nabi Muhammad saw: “Man Baddala Dinah faktuluuh”. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk membunuh Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Amr bin Ash dan sahabat-sahabat lain yang yang menyetujui tahkim, namun yang berhasil yang mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib. Disamping itu mereka mencela Umar bin Khattab, orang-orang yang terlibat dalam perang Jamal dan perang siffin.
Kesimpulannya mereka beranggapan kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang “diperintahkan” oleh agama, bagi mereka pembunuhan terhadap orang-orang yang dinilai telah kafir adalah “ibadah”. Khawarij merupakan aliran teologi pertama dalam islam.
Amir Al-Najjar berkesimpulan bahwa penyebab tumbuh dan berkembangya aliran kalam adalah pertentangan dalam bidang politik, yakni Imamah dan Khilafah. Kelompok Murji’ah yang dipelopori oleh Ghilam Al-Dimasyqi berpendapat mereka bersifat netral dan tidak mau mengkafirkan para sahabat yang terlambat dan menyetujui tahkim dalam ajaran aliran ini, orang islam yang melakukan dosa besar tidak boleh dihukum kedudukannya dengan hukum dunia. Mereka tidak boleh ditentukan akan tinggal di neraka atau di surga, kedudukan mereka ditentukan di akhirat.
Dan bagi mereka Iman adalah pengetahuan tentang Allah secara mutlak. Sedangkan kufur adalah ketidaktahuan tentang Tuhan secara mutlak, iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang..Qodariah adalah aliran yang memandanga bahwa manusia memiliki kekuatan (qudrah) untuk menentukan perjalanan hidupnya dan untuk mewujudkan perbuatannya.
Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidup dan mewujudkan perbuatannya. Mereka hidup dalam keterpaksaan (Jabbar). Dengan demikian kita sudah mengenal 4 aliran kalam, yaitu Khawarij, Murji’ah, Qadariyah dan Jabariyah. Qadariyah dan Jabariyah pada dasarnya lebih mendekati paham, bukan aliran, sesab kedua ajaran itu karena yang bersifat antroposentris dan bersifat teosentris disebarkan oleh penganut Khawarij.
Setelah empat aliran itu, muncul aliran yang berdasarkan Analisis Filosofis, kelompok ini banyak menggunakan kekuatan akal sehingga diberi gelar “Kaum Rasionalis Islam” dan dikenal dengan nama “Muktazilah” yang didirikan oleh Washil bin Atha.
Aliran ini ditentang oleh orang Muktazilah itu sendiri yang kemudian membentuk aliran Asy ariyah oleh Imam Al-Asy’ari, menurut Abu Bakar Ismail Al-Qairawani adalah seorang penganut muktazilah selama 40 tahun, kemudian menyatakan diri keluar dari muktazilah. Setelah itu mengembangkan ajaran yang berhubungan terhadap gagasan-gagasan muktazilah yang dikenal dengan aliran As ‘ariyah..
2) . Aliran Tasawuf.
Menurut etimologi , yaitu Ahlu suffah kelompok orang pada zaman rasulullah hidupnya banyak di serambi serambi mesjid mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Alah. Ada lagi mengatakan Tasawuf berasal dari kata shafa ( fi’il mabni majhul) orang yang bersih dan suci, orang yang menyucikan dirinya Dihadapan Allah.. Ada yang mengartikan berasal dari bahasa Yunani saufiI yang berarti kebijaksanaan. shuf yang berarti bulu domba (wol).
Tasawuf berdasarkan istilah, (1) menurut Al-Jurairi, Memasuki segala budi (Akhlak) yang bersifat suni dan keluar dari budi pekerti yang rendah. (2) Menurut AlJunaidi , ia memberikan rumus bahwa tasawuf adalah bahwa yang hak adalah yang mematikanmu dan Hak-lah yang menghidupkanmu. Ada beserta Allah tanpa adanya penghubung.
Dari segi kebahasan (linguistik) terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubungkan orang dengan tasawuf. Harun Nasution misalnya menyebutkan lima istilah yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah) yaitu orang yang ikut pindah dengan nabi dari Makkah ke Madinah, saf, yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan shalat berjama’ah, sufi yaitu bersih dan suci, sophos(bahasa Yunani:hikmah), dan suf (kain wol kasar).
Jika diperhatikan secara saksama, tampak kelima istilah tersebut bertemakan tentang sifat-sifat dan keadaan yang terpuji, kesederhanaan, dan kedekatan dengan Tuhan. Kata ahl al-suffah misalnya menggambarkan keadaan orang yang mencurahkan jiwa raganya, harta benda dan lainnya sebagai kekayaan, harta benda dan sebagainya yang ada di Makkah untuk ditinggalkan karena ikut hijrah bersama nabi ke Madinah. Tanpa ada unsur iman dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah, tidaklah mungkin hal demikian mereka lakukan.
Dengan demikian dari segi kebahasan tasawuf menggambarkan keadaan yang selalu berorientasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan kebenaran, dan rela berkorban demi tujuan-tujuan yang lebih mulia disisi Allah. Sikap demikian pada akhirnya membawa seseorang berjiwa tangguh, memiliki daya tangkal yang kuat dan efektif terhadap berbagai godaan hidup yang menyesatkan. Tasawuf atau sufisme adalah salah satu dari jalan yang diletakkan Tuhan di dalam lubuk Islam dalam rangka menunjukkan mungkinnya pelaksanaan kehidupan rohani bagi jutaan manusia yang sejati yang telah berabad-abad mengikuti dan terus mengikuti agama yang diajarkan al-quran.
Dalam kaitannya dengan pendidikan akhlaq mulia kita melihat hubungan ihsan dengan ajaran kesufian atau tasawuf. Menurut K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari, dengan mengutip Kitab Futuhat al-Ilahiyyah, ada delapan syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang bakal menjalankan thariqat:
 Qashd shahih, artinya, dalam menjalani thariqat itu ia harus mempunyai tujuan yang benar, yaitu niat menjalaninya sebagai ubudiyyah, yakni penghambaan diri kepada Tuhan Yang Maha Benar (al-Haqq), dan berniat memenuhi haqq al-rubbiyyah, yakni hak Ketuhanan Allah Ta'ala, bukan untuk meraih keramat atau pangkat, juga bukan untuk memperoleh hasil yang bersifat nafsu seperti ingin dipuji orang lain dan seterusnya;
 Shidq sharif, artinya kejujuran yang tegas, yaitu bahwa murid harus membenarkan dan memandang gurunya sebagai memiliki rahasia keistimewaan (sirr al-khushushiyyah) yang akan membawa muridnya ke hadapan Ilahi atau hadlrat al-ilahiyyah;
 Adab murdliyyah, artinya, tata krama yang diridhai, yaitu bahwa orang yang mengikuti
thariqat harus menjalankan tatakrama yang dibenarkan ajaran agama, seperti sikap kasih sayang kepada orang yang lebih rendah, menghormati orang lain sesamanya dan yang lebih tinggi, sikap jujur, adil dan lurus terhadap diri sendiri, dan tidak memberi pertolongan kepada orang lain hanya karena kepentingan diri sendiri;
 Akwal zakiyyah artinya, tingkah laku yang bersih, yaitu bahwa orang masuk thariqat tersebut tingkah lakunya dan ucapan-ucapannya harus sejalan dengan syari'at Nabi Muhammad saw.;
 Hifz al-hurmah, artinya, menjaga kehormatan, yaitu bahwa orang yang mengikuti thariqat harus menghormati gurunya, hadir atau gaib, hidup atau pun mati, dan menghormati sesama saudara pemeluk Islam, tabah atas sikap-sikap permusuhan saudara, dengan menghormati orang yang lebih tinggi dan cinta kasih kepada orang yang lebih rendah;
 Husn al-khidmah, artinya, orang yang masuk thariqat harus mempertinggi mutu pelayanannya kepada guru, pada sesame saudara pemeluk Islam, dan kepada Allah swt. Dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya al-shiddiq-un dan itulah al-maqshud al-a'dzham (tujuan agung) mengikuti thariqat;
 Raf' al-himmah, artinya, mempertinggi mutu tekad hati, yaitu bahwa orang masuk thariqat tidak karena tujuan-tujuan dunia dan akhirat tapi karena hendak mencapai ma'rifat khashshah (ma'rifat atau pengetahuan khusus atau istimewa) tentang Allah swt.;
 Nufudz al-'azimah, artinya, kelestarian tekad dan tujuan, yaitu bahwa orang yang masuk thariqat harus menjaga kelestarian tekad dan tujuannya, memelihara kelanjutan menjalankan thariqatnya, demi meraih ma'rifat khashshah tentang Allah Ta'ala, dan bila melakukan kebajikan maka ia melakukannya dengan lestari sehingga berhasil.
KH. Hasyim Asy'ari juga menegaskan bahwa tujuan menjalankan thariqat ialah mempertinggi tata krama, abad atau akhlaq.

DAFTAR PUSTAKA

Madjid, Nurcholish, “Islam , doktrin dan peradaban”, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Su’ud, Abu, “ Islamologi”, Renika, Jakarta, 2003.
Mubarak, Jaih, “ Metodologi study islam”, Erlangga, Jakarta, 1999.
Muhaimin, dkk., “ Metodologi study islam”, Renaka, Jakarta, 2000.
Murata, Sachiko, “Trilogi islam ( Islam, iman, dan Ihsan)”, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1997.

Model-model penelitian keagamaan

Agama dan penelitian, mengapa kita harus melakukan penelitian terhadap agama? Paling tidak ada tiga alasan mengapa penelitian ini penting dilakukan
Pertamam, bahwa tindakan manusia selalu dipengaruhi oleh system teologi yang dianut. Oleh karenanya karakter hubungan manusia yang berbeda agama dimanapun selalu dipengaruhi oleh system teologi yang dianut masimg-masing. Jadi peningkatan partisipasi umat beragama bagi Negara, dengan demikian, daapat ditumbuhkan antara lain melalui peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap berbagai agama, khususnya agama-agama yang berkembang di Negara tersebut.
Kedua, peristiwa-peristiwa yang terjadi diberbagai bagian dunia senantiasa melibatkan factor antar agama di belkangnya, meskipun agama bukan satu-satunya factor pemicunya.
Ketiga, penelitian perbandingan agama dapat meningkatkan wawasan umat beragama. Seperti yang pernah dijelaskan Max Muller bahwa orang yang mengetahui satu agama (agamanya sendiri) sebetulnya tidak mengetahui apa-apa. Tiga alasan tersebut mengisyaratkan bahwa penelittian agama-agaama ( perbandingan agama) berfungsi sebagai “upaya akademis” menciptakan kehidupan antar agama yang lebih harmonis dan dinamis.

A. MODEL PENELITIAN TAFSIR
1. Pengertian Tafsir
Kata”model” yang terdapat pada judul di atas berarti contoh, acuan, ragam atau macam. Sedangkan penelitian berarti pemeriksaan, penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara secara saksama dengan tujuan mencari tersebut kemudian kebenaran–kebenaran objektif yang disimpulkan melalui data-data yang terkumpul. Kebenaran-kebenaran objektif yang diperoleh tersebut kemudian digunakan sebagai dasar atau landasan untuk pembaharuan, pengembangan atau perbaikan dalam massalah-masalah teiritis dan praktis dalam bidang pengetahuan yang bersangkutan.
Adapun tafsir berasal dari bahasa Arab, fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti al-idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan dan keteranga.
Selanjutnya, pengertian tafsir sebagaimana dikemukakan pakar Al-Qur’an tampil dalam pormulasi yang berbeda-beda, namun esensinya sama. Al-Jurjani, misalnya, mengatakan bahwa tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai seginya, baik konteks historisnya maupun sebab al-nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menunjukkan kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas.
Sementara itu menurut Imam Al-Zarkani mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan Al-Qur’an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai dikehendaki Allah, menurut kadar kesanggupan manusia.
Dengan demikian, secara singkat dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan model penelitian tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan, atau macam dari penyelidikan secara saksama terhadap penafsiran Al-Qur’an yang pernah dilakukan generasi terdahulu untuk diketahui secara pasti tentang berbagai hal yang terkait dengannya

2. Model-model Penelitian Tafsir
a. Model Quraish Shihab
Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M.Quraish Shihab lebih banya bersifat eksploratif, deskriptif, analisis, dan pebandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan, maupun ulama lainnya.data-data yang dihasilkan dari berbagai literature tersebut kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategorisasi dan perbandingan.


b. Model Ahmad Al-Syarbashi
pada tahun 1985 Ahmad Al-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif dan analisis sebagaimana halnya yang dilakukan Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir. Hasil penelitiannya itu mencakup tiga bidang. Pertama , mengenai sejarah penafsiran Alquran yang dibagi kedalam tafsir pada masa sahabat Nabi .kedua , mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah ,tafsir sufi ,dan tafsir politik . Ketiga, mengenai gerakan pembaruan di bidang tafsir.

c. Model Syaikh Muhammad Al- Ghazali
Sebagaimana para peneliti tafsir lainya ,Muhammad Al- Ghazali menempuh cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif,deskriptif,dan analitis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu.

d. Model Penelitian Lainya
Selanjutnya,dijumpai pula penelitian yang dilakukan para ulama terhadap aspek-aspek tertentu dari Alquran. Di antaranya ada yang memfokuskan penelitiannya terhadap kemu’jizatan Alquran, metode-metode ,kaidah-kaidah dalam menafsirkan Alquran ,kunci-kunci untuk memahami Alquran, serta ada pula yang khusus terjadi pada abad keempat.
B. MODEL PENELITIAN HADIS
1. Pengertian Hadis
Dilihat dari pendekatan kebahasaan ,hadis berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata hadatsa, yahduts,hadtsan, haditsan dengan pengertian yang bermacam-macam. Kata tersebut misalnya dapat berarti al-jadid min al-asy ya’ sesuatu yang baru, sebagai lawan dari kata al-qadim yang artinya sesuatu yang sudah kuno atau klasik.
Selanjutnya, hadis dilihat dari segi pengertian istilah dijumpai pendapat yang berbeda-beda. Para ulama ahli hadis misalnya berpendapat bahwa hadis adalah ucapan, perbuatan dan keadaan Nabi Muhammad Saw. Sementara ulama ahli hadis lainya seperti Al-Thiby Saw.

2. Model-model Penelitian Hadis
a) Model H.M. Quraish Shihab
Penelitian yang dilakukan Quraish Shihab terhadap hadis menunjukkan jumlahnya tidak lebih banyak jika dibandingkan dengan penelitian terhadap Al-Qur’an. Dalam bukunya berjudul Membumikan Al-Qur’an, Quraish Shihab hanya meneliti dua sisi dari keberadaan hadis, yaitu mengenai hubungan hadis dan Al-Qur’an serta fungsi dan posisi sunnah dalam tafsir. Bahan-bahan penelitian yang beliau gunakan adalah bahan kepustakaan atau bahan bacaan, yaitu sejumlah buku yang ditulis para pakar dibidang hadis termasuk pula Al-Qur’an. Sedangkan sifat penelitiannya adalah deskriptif analitis, dan bukan uji hipotesis.

b) Model Musthafa Al-Siba’iy
Penelitian yang dilakukan Musthafa Al-Siba’iy dalam bukunya itu bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan secara deskriptif analitis. Yakni dalam system penyajiannya menggunakan pendekatan kronologi urutan waktu dalam sejarah. Ia berupaya mendapatkan bahan-bahaan penelitian sebanyak-banyaknya dari beerbagai literature hadis sepanjang perjalanan kurung waktu yang tidak singkat.

c) Model Muhammad Al-Ghazali
Penelitian hadis yang dilakukan Muhammad Al-Ghazali termasuk penelitian eksploratif, yaitu membahas, mengkaji dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan actual yang muncul di masayarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada konteks hadis tersebut. Dengan kata lain, Muhammad Al-Ghazali terlebih dahulu memahami hadis yang ditelitinya itu dengan melihat konteksnya kemudian baru dihubungkan dengan berbagai masalah actual yang munncul di masyarakat. Corak penyajiannya masih bersifat deskriptif analitis. Yakni mendeskripsikan hasil penelitian sedemikian rupa, dilanjutkan manganalisisnya dengan menggunakan pendekatan fiqih, se4hingga terkesan ada misi pembelaan dan pemurnian ajaran islam dari berbagai paham yang dianggapnya tidak sejalan dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang mutawatir.

d) Model Zain Al-Din ‘Abd Al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqiy
Mengingat sebelum zaman Al-Iraqiy belum ada hasil penelitian hadis, maka nampak ia berusaha membangun ilmu hadia dengan menggunakan bahab-bahan hadis Nabi serta berbagai pendapat para ulama yang dijumpai dalam kitab tersebut. Dengan damikian, peneelitiannya bersifat penelitian awal, yaitu penelitian yang ditujukan untuk menemukan bahan-bahan untuk digunakan membangun suatu ilmu. Buku inilah buat pertama kali mengemukakan macam-macam hadis yang didasarkan pada kualitas sanad dan matannya, yaitu ada hadis yang tergolong sahih, hasan, dan dhaif.

e) Model Penelitian Lainnya
Selanjutnya, terdapat pula model penelitian hadis yang diarahkan pada fokus kajian aspek tertentu saja. Misalnya, Rif’at Fauzi Abd Al-Muthallib pada tahun 1981, meneliti tentang perkembangan Al Sunnah pada abad ke-2 hijriah. Hasil penelitiannya itu dilaporkan dalam bukunya berjudul Tautsiq Al Sunnah fi al-Qurn al-Tsany al-Hijri ususuhu wa ijtihad. Selanjutnya, Mahmud Abu Urayyah melalui telaah kritis atau sejumlah hadis Nabi Muhammad saw. Dalam bukunya berjudul Adlwa’a ‘Ala Al-Sunnah Al-Muhammadiah, tampa menyebutkan tahun terbitnya. Sementara itu, Mahmud Al-Thahhan khusus meneliti cara menyeleksi hadis serta penentuan sanad yang disampaikan dalam bukunya berjudul Ushul Al- Tahkrij wa Dirasat Al-Asanid, diterbitkan tanpa tahun.
C. MODEL PENELITIAN FILSAFAT ISLAM
1. Pengertian filsafat Islam
Dari segi bahasa, filsafat islam terdiri dari gabungan kata filsafat dan islam. Kata filsafat berasal dari kata pihilo yang bereti cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian secara bahasa filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Selanjutnya kata islam berasal dari bahasa Arab aslama, yislimu islaman yang berarti patuh, tunduk, berserah diri, serta memohon selamat dan sentosa. Kata tersebut berasal dari Salima yang berarti selamat, sentosa, aman dan damai.
Jadi, filsafat islam menurut Musa Asy’ari mengatakan bahwa filsafat islam itu pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah.
2. Model-model Penelitian Filsafat Islam
a. Model M. Amin Abdullah
Dalam rangka penulisan disertasinya, M. Amin Abdullah mengambil bidang penelitiannya pada masalah filsafat islam. Hasil penelitiannya ia tuangkan dalam bukunya berjudaul The Idea of Universality Ethical Norm in Ghazali and Kant. Dilihat dari segi judulnya, penelitian ini mengambil metode penelitian kepustakaan yang bercorak deskriptif, yaitu penelitian yang mengambil bahan-bahan kakiannya pada berbagai sumber baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti itu sendiri(sumber primer), maupun sumber yang ditulis oleh orang lain mengenai tokoh yang diteletinya itu(sumber sekunder). Bahan-bahan tersebut selanjutnya diteliti keontentikanya secara seksama; diklasifikasikan menurut variable yang ingin ditelitinya, dalam hal ini masalah etik, dibandingkan antara satu sumber dangan sumber lainnya, dideskripsikan(diuraikan menurut logika berfikir tertentu), dianalisis dan disimpulkan.
Selanjutnya, dilihat dari segi pendekatan yang digunakan, M. Amin Abdullah kelihatannya mengambil pendekatan studi tokoh dengan cara melakukan studi komparasi antara pemikiran kedua tokoh tersebut(Al-Ghazali dan Immanuel Kant), khususnya dalam bidang etika.

b. Model Otto Horrassowitz, Majid Fakhry dan Harun Nasution
Ia melakukan penelitian terhadap seluruh pemikiran filsafat islam yang berasal dari tokoh-tokoh filosof abad klasik, yaitu Al-Kindi, Al-Razi, dll. Selain mengemukakan berbagai pemikiran filosofis sebagaimana tersebut di atas, Horrassowitz juga mengemukakan manganai riwayat hidup serta karya tulis dari masing-masing tokoh tersebut.
Dengan demikian jelas terlihat bahwa peenelitiannya termasuk penelitian kualitatif. Sumbernya kajian pustaka. Mertodenya deskriptif analitis, sadangkan pendekatannya historis dan tokoh. Yaitu bahwa apa yang disajikan berdasarkan data-data yang ditulis ulama terdahulu, sadangkan titik kajiannya adalah tokoh.
c. Model Ahmad Fuad Al-Ahwani
Metode penelitian yang ditempuh Ahmad Fuad Al-Ahwani adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan. Sifat dan coraknya adalah penelitian deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatanya ialah pendekatan yang bersifat campuran, yaitu pendekatan historis, pendakatan kawasan yang bersifat melalui pendekatan historis, ia mencoba menjalaskan latar belakang timbulnya pemikiran filsafat dalam islam, sedangkan dengan pendekatan kawasan ia mencoba membagi tokoh-tokoh filosof menurut tempat tinggal mereka, dan dengan pendekatan tokoh, ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai deengan tokoh yyang mengemukakannya.


D F T A R P U S T A K A

Nata Abuddin. 2004. Metodologi Studi Islam. PT. Grafindo Persada: Jakarta.
Harahap Syahrin 2002. Metodologi Study dan Penelitian Ilmu-ilmu Ushuluddin. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

PENGARUH FAKTOR PSIKOLOGIS TERHADAP KEMAHIRAN MEMBACA SISWA

Perkembangan dunia pendidikan berbanding lurus dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Hal ini menyebabkan adanya tuntutan kepada masyarakat untuk selalu tanggap terhadap isu-isu global, utamanya bagi kalangan siswa. Siswa yang merupakan pelaku utama dalam pendidikan haruslah berusaha ekstra keras untuk menyelaraskan diri dan menyeleksi segala isu dan paradigma yang disodorkan kepadanya, terutama ketika dalam proses belajar mengajar.

Oleh karena itu demi meningkatkan eksistensi siswa di dalam proses belajar mengajar, maka sangatlah diperlukan adanya budaya membaca bagi para pelajar, karena selain mengefektifkan proses belajar mengajar, siswa juga dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu untuk menjawab tantangan hidup pada masa-masa yang akan datang.

Burns, dkk (1996) mengemukakan bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Namun, anak-anak yang tidak memahami pentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Belajar membaca merupakan usaha yang terus-menerus , dan anak-anakyang melihat tingginya nilai (value) membaca dalam kegiatan pribadinya akan lebih giat belajar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menemukan keuntungan dari kegiatan membaca.

Dr. Farida Rahim, M.Ed. (2007) mengemukakan bahwa pada dasarnya membaca tidak hanya sekedar menyuarakan bunyi-bunyi bahasa atau mencari arti kata-kata sulit dalam suatu teks bacaan. Akan tetapi, lebih dari itu, membaca melibatkan pemahaman memahami apa yang dibacanya, apa maksudnya, dan apa implikasinya. Bayangkan jika seorang anak (SD) hanya bisa melafalkan kata-kata tanpa bisa memahami apa maksud dari kata-katanya maka kegiatan yang dilakukannya kurang bermakna.

Membaca semakin penting dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Setiap aspek kehidupan melibatkan kegiatan membaca. Di samping itu, kemampuan membaca merupakan tuntutan realitas kehidupan sehari-hari manusia. Beribu judul buku dan jutaan koran diterbitkan setiap hari. Ledakan informasi ini menimbulkan tekanan pada guru untuk menyiapkan bacaan yang memuat informasi yang relevan untuk siswa-siswanya. Walaupun tidak semua informasi perlu dibaca, tetapi jenis-jenis bacaan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan patutnya perlu dibaca.

Walaupun informasi bisa ditemukan dari media lain seperti televisi dan radio, namun peran membaca tak dapat tergantikan sepenuhnya. Membaca tetap memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena tidak semua informasi bisa didapatkan di televisi dan radio.

Melihat sangat pentingnya kemampuan membaca bagi para siswa , maka memang sangat perlulah kita selalu membudidayakan membaca di sekolah.Tetapi permasalahan yang dihadapi sekarang terutama di Indonesia, realitas membuktikan bahwa masih ada orang yang sudah duduk di bangku SMP ataupun di SMA tetapi belum terlalu mahir dalam membaca. Sebenarnya apa yang menjadikan hal tersebut ? Apakah sistem yang menjadikan hal tersebut ? Ataukah kurangnya kesadaran siswa akan pentingnya untuk mahir dalam membaca, ataukah adanya faktor psikis yang membuat siswa memiliki kemampuan yang rendah dalam membaca, faktor kemalasan misalnya.

Benarkah seseorang yang mempunyai sifat pemalas, lebih susah untuk mahir dalam membaca ketimbang orang yang rajin belajar? Atau apakah seseorang yang cenderung memiliki emosi yang labil lebih susah untuk mahir dalam membaca? Itu semua adalah pernyataan yang masih perlu dikaji kebenarannya.

Berkaca pada persoalan ini , maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai penyebab rendahnya kemampuan membaca seseorang jika ditinjau dari psikologis.

A. MEMBACA
1. Pengertian dan hakikat membaca
Menurut S.J Crawley dan L Mountain (Crawley, 1995) dalam bukunya "Strategies for Guiding Content Reading", mengatakan bahwa membaca adalah suatu proses berfikir yang mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Lebih lanjut Crawley juga membahas mengenai tiga komponen dasar dalam proses membaca yakni proses recording (mengasosiasikan kata-kata atau kalimat dengan bunyi-bunyi yang sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan), decoding (penyandian), dan meaning (pemahaman makna). Sedangkan menurut Wikipedia berbahasa Indonesia Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa. Membaca dan mendengar adalah dua cara paling umum untuk mendapatkan informasi. Informasi yang didapat dari membaca dapat termasuk hiburan, khususnya saat membaca cerita fiksi atau humor. Sebagian besar kegiatan membaca sebagian besar dilakukan dari kertas. Batu atau kapur di sebuah papan tulis bisa juga dibaca. Tampilan komputer dapat pula dibaca. Membaca dapat menjadi sesuatu yang dilakukan sendiri maupun dibaca keras-keras. Hal ini dapat menguntungkan pendengar lain, yang juga bisa membangun konsentrasi bagi orang yang membaca.

Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia. Secara teoritis, membaca adalah suatu proses rumit yang melibatkan aktivitas auditif (pendengaran) dan visual (penglihatan), untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata. Aktivitas membaca meliputi 2 proses, yaitu proses membaca teknis dan proses memahami bacaan. Proses membaca teknis adalah suatu proses pemahaman hubungan antara huruf dan bunyi atau suara dengan mengubah simbol-simbol tertulis berupa huruf atau kata menjadi sistem bunyi. Proses ini disebut sebagai pengenalan kata. Misalnya anak mengucapkan, baik dalam hati maupun bersuara, seperti kata "adik minum", yang tercetak merupakan proses membaca teknis. Proses memahami bacaan merupakan kemampuan siswa untuk menangkap makna kata yang tercetak. Pada waktu melihat tulisan "adik minum", anak tahu bahwa yang minum bukan ayah, atau adik dalam tulisan itu tidak sedang makan. Penguasaan kosakata sangat penting dalam memahami kata-kata dalam bacaan.
Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya melafalkan tulisan, akan tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir,psikolinguistik dan metakognitif. sebagai proses visual membaca merupakan proses menterjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berfikir, membaca mencakup pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis dan pemahaman kreatif. Pemahaman kata bisa berupa aktifitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus.

2. Tekhnik dan komponen membaca
P.C. Burns (Burns, 1996) dalam bukunya yang berjudul "Teaching Reading in Today's Elementary Schools", mengemukakan bahwa komponen kegiatan membaca terdiri atas proses dan produk. Dalam bukunya Burns juga memaparkan bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar.

Menurut Makhrif, seorang blogger berkebangsaan Malaysia dalam situsnya mahirkb.tripod.com mengemukakan bahwa Seseorang pelajar umumnya terpaksa banyak membaca. Dalam konteks sekolah, pelajar digalakkan mendapatkan pengetahuan dari berbagai sumber. Mereka membaca untuk berbagai tujuan. Ada waktunya mereka perlu membaca secara meluas atau ekstensif. Ada waktunya pula mereka perlu membaca secara intensif atau mendalam. Untuk menjadi seorang pembaca yang berkesan, pelajar perlu menguasai dan mengamalkan beberapa teknik membaca. Oleh itu guru perlu membimbing para pelajar menguasai teknik-teknik tersebut yang dimulai dari tingkat sekolah dasar. Dalam konteks sekolah, pelajar membaca untuk berbagai tujuan-tujuan seperti yang berikut; untuk mendapatkan pengetahuan atau fakta berkaitan dengan sesuatu tema atau persoalan untuk mendapatkan gambaran keseluruhan tentang suatu tema atau masalah untuk memahami suatu masalah untuk mengumpulkan berbagai pendapat berkaitan dengan suatu persoalan. Secara umumnya seseorang perlu menguasai dua teknik membaca, yaitu; membaca seksama (intensif) dan membaca kritis (ekstensif). Untuk membaca intensif seseorang dapat menggunakan teknik skimming dan scanning, sedangkan membaca kritis seseorang dapat menggunakan teknik seperti KWLH dan SQ3R. Teknik Membaca KWLH adalah singkatan dari; K (know) Apa yang telah diketahui (sebelum membaca) W (want) Apa yang hendak diketahui (sebelum membaca) L (learned). Apa yang telah diketahui (setelah membaca) H (how) Bagaimana untuk mendapat pengetahuan tambahan yang berkaitan (untuk membaca seterusnya). Tekhnik KWLH adalah suatu teknik membaca kritis di mana pembaca perlu mengingat terlebih dahulu apa yang telah diketahui; membayangkan atau menentukan apa yang ingin diketahui; melakukan pembacaan (bahan yang telah dipilih) untuk mengetahui apa yang telah diperoleh dari membaca yang baru saja dilakukan; kemudian menentukan lagi yang perlu diperoleh. Teknik membaca akan memudahkan pelajar mengaitkan pengetahuan yang tersedia dengan apa yang telah dibaca kemudian menentukan apa yang telah diperoleh dari hasil membacanya, lalu menentukan lagi bahan yang perlu dibaca setelahnya untuk mendapatkan pengetahuan tambahan. Dalam konteks pengajaran, pelajar dibiasakan menggunakan teknik KWLH. Know (K) Apa yang sudah diketahui, Want (W) Apa yang hendak diketahui, Learned (L) Apa yang telah dipelajari/diperoleh. How (H) Bagaimana memperoleh pengetahuan tambahan. Teknik Membaca SQ3R ialah teknik membaca kritis yang telah diperkenalkan oleh Robinson (1961), merupakan sistem membaca yang memerlukan seseorang mempersoalkan kesesuaian pengetahuan yang terdapat dalam suatu bahan yang dibaca dengan materi yang perlu diselesaikan.
SQ3R adalah singkatan bagi; S (survey), Q (question), R (read), R (recite), R (review). Survey (meninjau) adalah langkah membaca untuk mendapatkan gambaran keseluruhan tentang apa yang terkandung di dalam bacaan. Ini dilakukan dengan meneliti tema bacaan, ide-ide pokok, gambar-gambar atau ilustrasi, grafik, membaca daftar pustaka, dan indeks. Di sini juga pelajar sebenarnya menggunakan teknik membaca intensif yaitu skimming dan scanning.

Question (soal atau tanya) dimana memerlukan pelajar mencari suatu masalah yang berkaitan dengan teks. Soal-soal tersebut menunjukkan keinginan pembaca untuk memperoleh pengetahuan dari bahan bacaan tersebut, dan dapat menjadi acuan ketika proses membaca kemudian pelajar akan mencoba mencari jawaban soal-soal tersebut. Read (baca) adalah suatu tingkatan dimana pelajar membaca bahan atau teks secara aktif serta mencoba mendapatkan jawaban terhadap soal-soal yang telah dibuat sebelumnya. Ketika membaca, pelajar mungkin juga akan membuat soal-soal tambahan, berdasarkan perkembangan kefahaman dan keinginannya sepanjang membaca. Pelajar juga mempersoalkan pendapat atau pengetahuan yang didapatinya. Recite (mengingat kembali) Setelah selesai membaca, pelajar coba mengingat kembali apa yang telah dibaca dan meneliti segala Review (menganalisa kembali) merupakan tahap yang terakhir dimana pelajar membaca bagian-bagian buku atau teks secara selektif untuk mendapatkan jawaban-jawaban terhadap soal yang dibuatnya di langkah ketiga.

Teknik skimming dan scanning digunakan untuk membaca bahan yang ringkas seperti suatu petikan maupun bahan bacaan yang lebih panjang seperti buku, jurnal dan majalah. Dalam membaca suatu petikan, kita perlu memperhatikan ide penting setiap teks untuk mendapatkan gambaran umum, Ide- ide khusus sengaja diabaikan. Dalam membaca sebuah buku, fokus kita diberikan kepada bagian tertentu di dalam buku seperti pendahuluan, prakata, isi kandungan, tema utama, rumusan masalah dan indeks rujukan untuk mendapat gambaran umum tentang teks yang dibaca. Scanning ialah pembacaan cepat untuk mendapat pengetahuan yang khusus dan bukan untuk mendapat gambaran keseluruhan dari suatu teks. cara ini dapat menghilangkan bagian-bagian tertentu yang kurang penting. Secara rinci, tujuan
yang ingin dicapai yaitu :Menjelaskan hakikat dan proses membaca; Menjelaskan jenis-jenis
membaca; Menjelaskan langkah-langkah kegiatan membaca; Menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan
membaca; Menjelaskan membaca intensif dan ekstensif; Menjelaskan pengembangan kemampuan membaca skimming dan scanning.

3. Faktor yang mempengaruhi kegiatan membaca
Menurut Drs.Kholid Al Haras (Haras, 2009) dalam bukunya "Membaca 1", mengemukakan bahwa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
Membaca dan pemahaman terhadap teks yang dibaca di antaranya faktor karakteristik materi bacaan dan karakteristik pembaca itu sendiri. Teks bacaan sangat berpengaruh
terhadap pemahaman pembaca, ada teks yang tingkat kesulitannya rendah, sedang, dan tinggi. Oleh karena itu, tingkat keterbacaan teks (readibility) adalah salah satu syarat yang harus diperhatikan dalam memilih teks. Selain itu kemenarikan dan keotentikan teks juga merupakan syarat untuk memilih teks yang baik.
Karakteristik pembaca juga dapat mempengaruhi pemahaman pembaca terhadap teks. Karakteristik pembaca yang dapat mempengaruhi pemahaman teks adalah: IQ minat baca, kebiasaan membaca yang jelek, dan minimnya pengetahuan tentang cara membaca cepat dan efektif.

Lamb dan Arnold Richard (Lamb, 1976) dalam bukunya "Reading Foundations and Introductional Strategies",membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca seseorang yakni faktor fisiologis, faktor intelektual, faktor lingkungan dan faktor psikologis.

B. ASPEK-ASPEK DASAR YANG MENDORONG PENINGKATAN KEMAHIRAN MEMBACA DITINJAU DARI SEGI PSIKOLOGIS

Pengertian psikologi berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Dalam kaitannya dengan kemampuan membaca seseorang Ditinjau dari faktor psikologi maka Dr. Farida Rahim (Rahim, 2007) dalam bukunya "Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar", mengemukakan bahwa ada 3 aspek dasar yang mendorong peningkatan kemahiran membaca seseorang yakni:

1. Motivasi
Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Eanes (1997) mengemukakan bahwa kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kuncinya adalah guru harus mendemostrasikan kepada siswa praktik pengajaran yang relevan dengan minat dan pengalaman anak sehingga anak memahami belajar itu sebagai kebutuhan.

Tindakan membaca bersumber dari kognitif. Namun, semua aspek kognisi tersebut bersumber dari aspek afektif seperti minat, rasa percaya diri, pengontrolan perasaan negatif, serta penundaan dan kemauan untuk mengambil resiko.

Crawley dan Mountain (1995) mengemukakan bahwa motivasi ialah sesuatu yang mendorong seseorang belajar atau melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar mempengaruhi minat dan hasil belajar siswa. Menurut Frymier (dalam buku Farida Rahim berjudul "Pengajaran membaca di Sekolah Dasar"), ada lima ciri siswa yang mempunyai motivasi yang bisa diamati guru, yakni:
a. Persepsinya terhadap waktu: siswa menggunakan waktu secara realistis dan efesien; mereka sadar tentang masa sekarang, masa lalu, dan masa yang akan datang.
b. Keterbukaannya pada pengalaman: siswa termotivasi mencari dan terbuka pada pengalaman baru.
c. Konsepsinya tentang diri sendiri: siswa mempunyai konsepsi diri yang lebih jelas dibandingkan dengan siswa yang tidak termotivasi dan merasa seolah-olah dirinya orang penting dan berharga.
d. Nilai-nilai: siswa cenderung menilai hal-hal abstrak dan teoritis.
e. Toleransi dan ambiguitas: siswa lebih tertarik pada hal-hal yang kurang jelas yang belum diketahui, tetapi berharga untuk mereka.

Terkait dengan pendapat Crawley dan Mountain (1995) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang sangat penting bagi kesuksesan belajar ialah motivasi, keinginan, dorongan dan minat yang terus-menerus untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Dengan kata lain guru mempunyai tanggung jawab untuk selalu memotivasi siswa agar berhasil menyelasaikan tugas belajar mereka dengan baik.
Sehubungan dengan yang dikemukakan Rubin (1993), Depdiknas (2003) mengemukakan beberapa prinsip motivasi dalam belajar antara lain:
a. kebermaknaan;
b. pengetahuan dan keterampilan prasyarat;
c. model;
d. komunikasi terbuka;
e. keaslian dan tugas yang menantang, latihan yang tepat dan aktif;
f. kondisi dan konsekuensi yang menyenangkan;
g. keragaman pendekatan;
h. mengembangkan beberapa kempuan;
i. melibatkan sebanyak mungkin indra.

Eanes (1998) menyarankan berbagai kegiatan yang bisa memotivasi siswa membaca. Kegiatan yang dimaksud mencakup sebagai berikut:
a. Menekankan kebersamaan dan kebaruan (novelty).
b. Membuat isi pelajaran relevan dan bermakna melalui kontroversi.
c. Mengajar dengan fokus antarmata pelajaran.
d. Membantu siswa memprediksi dan melatih mereka membuat sendiri pertanyaan tentang bahan bacaan yang dibacanya.
e. Memberikan wewenang kepada siswa dengan memberikan pilihan-pilihan.
f. Memberikan pengalaman belajar yang sukses dan menyenangkan.
g. Memberikan umpan balik positif sesegera mungkin.
h. Memberikan kesempatan belajar mandiri.
i. Meningkatkan tingkat perhatian.
j. Meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar.

Lebih lanjut menurut Eanes (1998) bahwa kunci motivasi instrinsik sederhana, tetapi tidak mudah mendapatkannya. Cara yang paling penting untuk mendapatkan pengaruh positif pada sikap membaca dan belajar siswa ialah dengan memberikan model membaca yang menyenangkan dan memperlihatkan antusias guru dalam mengajar.

2. Minat
Minat adalah keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri.

Frymeir mengidentifikasi tujuh faktor yang mempengaruhi perkembangan minat anak. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut:
a. Pengalaman sebelumnya; siswa tidak akan mengembangkan minatnya terhadap sesuatu jika mereka belum pernah mengalaminya.
b. Konsepsinya tentang diri; siswa akan menolak informasi yang dirasa mengancamnya, sebaliknya siswa akan menerima jika informasi itu dipandang berguna dan membantu meningkatkan dirinya.
c. Nilai-nilai; minat siswa timbul jika sebuah mata pelajaran disajikan oleh orang yang beribawa.
d. Mata pelajaran yang bermakna; informasi yang mudah dipahami oleh anak akan menarik minat mereka.
e. Tingkat keterlibatan tekanan; jika siswa merasa dirinya mempunyai beberapa tingkat pilihan dan kurang tekanan, minat membaca mereka mungkin akan lebih tinggi.
f. Kekompleksitasan materi pelajaran; siswa yang lebih mampu secara intelektual dan fleksibel secara psikologis lebih tertarik kepada hal yang lebih kompleks.

3. Kematangan Sosio dan Emosi serta Penyesuaian diri

Menurut Dr. Farida Rahim, M. Ed (2007) ada tiga aspek kematangan emosi dan sosial, yaitu:
a. Stabilitas emosi,
b. Kepercayaan diri, dan
c. Kemampuan berpartisipasi dalam kelompok.
Seorang siswa harus mempunyai pengontrolan emosi pada tingkat tertentu. Anak-anak yang mudah marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu, atau menarik diri, atau mendongkol akan kesulitan dalam pelajaran membaca. Sebaliknya, anak-anak yang lebih mudah mengontrol emosinya, akan lebih muda pula memusatkan perhatiannya pada teks yang dibacanya. Pemusatan perhatian pada kemampuan siswa dalam memahami bacaan akan meningkat.

Percaya diri sangat dibutuhkan oleh siswa, bagi yang memiliki rasa kurang percaya diri tidak akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik walaupun tugas tersebut sesuai dengan kemampuannya. Mereka sangat bergantung kepada orang lain sehingga bisa mengikuti kegiatan mandiri dan selalu meminta untuk diperhatikan guru.

Glazer dan Searfoss (1988) mengemukakan bahwa siswa perlu menghargai segi-segi positif dalam dirinya, sehingga mereka menjadi yakin, percaya diri, dan bisa melaksanakan tugas dengan baik. Sebaliknya, siswa yang mempunyai harga diri (self esteem) rendah, selalu takut berbuat salah, dia tidak akan berusaha untuk mencoba berulang kali menyelesaikan tugasnya sampai tuntas.

Untuk menyelesaikan tugas apa pun, siswa harus berusaha mencobanya walaupun gagal atau mengalami perubahan. Perubahan tersebut merupakan salah satu bagian dari proses belajar. Siswa yang mempunyai harga diri dan percaya diri, akan mencoba dan mencoba lagi apabila mengalami kegagalan. Siswa yang merasa bahwa belajar adalah tanggung jawabnya sendiri akan memahami bahwa kegagalan adalah bagian proses belajar. Misalnya siswa yang lancar membaca memperlihatkan rasa percaya diri dan harga diri, mempunyai hasrat dan minat membaca, dan akan terus menerus menguasai keterampilan membaca dan menulis.

Terkait dengan pendapat Glazer dan Searfoss (1998), Harris dan Sipay (1980) mengemukakan bahwa siswa yang kurang mampu membaca merasakan bahwa dia tidak mempunyai kemampuan yang memadai, tidak hanya dalam pelajaran membaca, tetapi juga pelajaran yang lainnya. Dari sudut pandang ini, salah satu fungsi membaca adalah membantu siswa mengubah perasaannya tentang kemampuan belajar membacanya dan meningkatkan rasa harga dirinya (self esteem).

Program yang bertujuan untuk mencapai tujuan tersebut menurut Harris dan Sipay (1980) mempunyai empat aspek utama, yakni:
1. Pembaca yang lemah (poor reader) harus dibantu agar dia merasakan bahwa dia disukai, dihargai dan difahami.
2. Pengalamannya tentang keberhasilan mengerjakan tugas harus dirasakannya sebagai suatu kemampuan.
3. Anak-anak yang berusaha dengan semangat harus diberi dorongan untuk mencapainya dengan menggunakan bahan bacaan yang menarik.
4. Siswa bisa dilibatkan dalam menganalisis masalah yang mereka temui dalam membaca, kemudian merencanakan kegiatan-kegiatan membaca, dan menilai kemajuan membaca mereka.

C. TEORI-TEORI PSIKOLOGI BELAJAR BERKAITAN DENGAN PENINGKATAN KEMAHIRAN MEMBACA SISWA

Menurut Burden & Byrd (1999) perencaan bisa membantu guru melakukan hal-hal berikut:
a. Memberikan arah yang hendak dituju, rasa percaya diri, dan rasa aman;
b. Menyusun, mengurutkan, dan mengakrabi isi pelajaran;
c. Mengumpulkan dan mempersiapkan materi pengajaran, serta merencanakan berbagai media yang akan digunakan;
d. Menggunakan berbagai strategi dan kegiatan pengajaran;
e. Mempersiapkan diri untuk berinteraksi dengan siswa selama pengajaran;
f. Menggabungkan teknik memotivasi siswa belajar dalam setiap pelajaran;
g. Mempertimbangkan perbedaan setiap individu ketika memilih tujuan pembelajaran khusus (objective), isi pelajaran, strategi, materi pelajaran, dan persyaratan-persyaratan yang diperlukan;
i. Menjadi pembuat keputusan yang reflektif tentang kurikulum dan pengajaran;
j. Menyediakan guru-guru pembantu dan tim pengajar dengan suatu perencanaan khusus apabila guru kelas tidak hadir;
k. Memuaskan persyaratan administratif;
l. Menggunakan perencanaan tertulis sebagai sumber perencanaan berikutnya.

Perencanaan pembelajaran diawali dengan penyusunan silabus (Depdiknas, 2003). Silabus merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan hasil belajar. Silabus berisikan komponen pokok, yaitu (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) indikator, (4) materi pokok, (5) pengalaman belajar, (6) alokasi waktu, (7) sumber belajar, dan (8) penilaian.

Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar, yaitu:

a. Teori belajar psikologi Behaviouristik
Teori belajar psikologi behaviouristik dikemukakan oleh para "contemporary behaviourists" atau juga disebut "S-R psychologists". Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi behavioral dengan stimulasinya.

Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar. Kita dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.

b. Teori-teori belajar psikologi kognitif
Dalam teori belajar ini berpendapat, bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh "reward" dan "reinforcement", tetapi tingkah laku seseorang didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh "insight" untuk pemecahan masalah. Jadi kaum kognitif berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih daripada bagian-bagiannya. Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.

c. Teori-teori belajar dari psikologis humanistis
Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistis penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi yang ada pada diri mereka (Hamachek, 1977).