Bahasa Dan Kepribadian

A. Pengertian Bahasa
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa bunyi atau suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (mulut), selain itu bahasa juga dapat dilakukan dengan cara menggerakkan tubuh manusia atau yang lebih populer dikenal sebagai bahasa tubuh (body language)
a. fungsi bahasa dalam masyarakat
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.
b. Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).
c. Jenis bahasa terbagi atas dua yaitu:

1. Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.
2. Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri. Bahasa isyarat akan dibahas pada artikel lain di situs organisasi.org ini. Selamat membaca.

B. Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
1. Kepribadian menurut pengertian sehari-hari
Disamping itu kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”.
2. Kepribadian menurut psikologi
Berdasarkan penjelasan Gordon Allport tersebut kita dapat melihat bahwa kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan
a. Faktor-faktor penentu kepribadian antara lain
1. Faktor keturunan
Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua dari individu tersebut, yaitu komposisi biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu.
Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian seseorang. Dasar pertama berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak. Dasar kedua berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi.
Penelitian terhadap anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap pengaruh dari faktor keturunan. Bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan. Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat kepribadian mungkin dihasilkan dari kode genetis sama yang memperanguhi faktor-faktor seperti tinggi badan dan warna rambut.
Para peneliti telah mempelajari lebih dari 100 pasangan kembar identik yang dipisahkan sejak lahir dan dibesarkan secara terpisah. Ternyata peneliti menemukan kesamaan untuk hampir setiap ciri perilaku, ini menandakan bahwa bagian variasi yang signifikan di antara anak-anak kembar ternyata terkait dengan faktor genetis. Penelitian ini juga memberi kesan bahwa lingkungan pengasuhan tidak begitu memengaruhi perkembangan kepribadian atau dengan kata lain, kepribadian dari seorang kembar identik yang dibesarkan di keluarga yang berbeda ternyata lebih mirip dengan pasangan kembarnya dibandingkan kepribadian seorang kembar identik dengan saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.
2. Faktor lingkungan
Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial; dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang. Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada kultur yang lain. Misalnya, orang-orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang terus tertanam dalam diri mereka melalui buku, sistem sekolah, keluarga, dan teman, sehingga orang-orang tersebut cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan keluarga daripada pekerjaan dan karier.
3. Warisan sosial (social heritage)
Kebudayaan yang merupakan warisan sosial sangat berpengaruh pada proses sosialisasi manusia Misalnya, teknologi yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat, akan diserap individu yang mengalami proses sosialisasi dalam masyarakat tersebut dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kelompok manusia
Kehidupan seseorang sangat dipengaruhi oleh kelompoknya. Setiap anggota kelompok memiliki peranan-peranan yang diwariskan kepada anggota kelompoknya. Kelompok manusia pertama adalah keluarga, tetangga, teman sepermainan, teman sekolah, lingkungan kerja, dan media massa.
Tiap kelompok dihadapkan pada anggapan-anggapan, nilai-nilai, norma-norma, dan adat istiadat Setiap kelompok manusia, apakah disadari atau tidak, akan memengaruhi anggota-anggotanya sehingga para anggotanya menyesuaikan diri terhadap kelompoknya. Setiap kelompok mewariskan pengalaman khas yang tidak diberikan oleh kelompok lain kepada anggotanya. Hal itu menimbulkan kepribadian khas dari kelompok masyarakat tersebut
b. Sifat-sifat kepribadian
Berbagai penelitian awal mengenai struktur kepribadian berkisar di seputar upaya untuk mengidentifikasikan dan menamai karakteristik permanen yang menjelaskan perilaku individu seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut. Karakteristik-karakteristik tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian. Sifat kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar karena para peneliti telah lama meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan memandu keputusan pengembangan karier.
c. Cara identifikasi kepribadian
Terdapat sejumlah upaya awal untuk mengidentifikasi sifat-sifat utama yang mengatur perilaku. Seringnya, upaya ini sekadar menghasilkan daftar panjang sifat yang sulit untuk digeneralisasikan dan hanya memberikan sedikit bimbingan praktis bagi para pembuat keputusan organisasional. Dua pengecualian adalah Myers-Briggs Type Indicator dan Model Lima Besar. Selama 20 tahun hingga saat ini, dua pendekatan ini telah menjadi kerangka kerja yang dominan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan sifat-sifat seseorang.
 Myers-Briggs Type Indicator
Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) adalah tes kepribadian menggunakan empat karakteristik dan mengklasifikasikan individu ke dalam salah satu dari 16 tipe kepribadian. Berdasarkan jawaban yang diberikan dalam tes tersebut, individu diklasifikasikan ke dalam karakteristik ekstraver atau introver, sensitif atau intuitif, pemikir atau perasa, dan memahami atau menilai. Instrumen ini adalah instrumen penilai kepribadian yang paling sering digunakan. MBTI telah dipraktikkan secara luas di perusahaan-perusahaan global seperti Apple Computers, AT&T, Citgroup, GE, 3M Co., dan berbagai rumah sakit, institusi pendidikan, dan angkatan bersenjata AS.
 Model Lima Besar
Myers-Briggs Type Indicator kurang memiliki bukti pendukung yang valid, tetapi hal tersebut tidak berlaku pada model lima faktor kepribadian -yang biasanya disebut Model Lima Besar.Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah besar penelitian mendukung bahwa lima dimensi dasar saling mendasari dan mencakup sebagian besar variasi yang signifikan dalam kepribadian manusia. Faktor-faktor lima besar mencakup ekstraversi, mudah akur dan bersepakat, sifat berhati-hati, stabilitas emosi, dan terbuka terhadap hal-hal baru.
d. Sifat kepribadian utama yang memengaruhi perilaku antara lain
• Evaluasi inti diri
Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas [lingkungan] mereka. Evaluasi inti diri seorang individu ditentukan oleh dua elemen utama: harga diri dan lokus kendali.Harga diri didefinisikan sebagai tingkat menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana individu menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai seorang manusia.
• Machiavellianisme
Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses.Karakteristik kepribadian Machiavellianisme berasal dari nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad keenam belas yang menulis tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan
• Narsisisme
Narsisisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri. Sebuah penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsisis berpikir mereka adalah pemimpin yang lebih baik bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk. Individu narsisis seringkali ingin mendapatkan pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka sehingga individu narsisis cenderung memandang rendah dnegan berbicara kasar kepada individu yang mengancam mereka. Individu narsisis juga cenderung egois dan eksploitif, dan acap kali memanfaatkan sikap yang dimiliki individu lain untuk keuntungannya
• Pemantauan diri
Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor situasional eksternal. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi menunjukkan kemampuan yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku dengan faktor-faktor situasional eksternal. Bukti menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi cenderung lebih memerhatikan perilaku individu lain dan pandai menyesuaikan diri bila dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang rendah. Kepribadian tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau hal lain. Dalam kultur Amerika Utara, karakteristik ini cenderung dihargai dan dikaitkan secara positif dengan ambisi dan perolehan barang-barang material yang berhasil.Karakteristik tipe A adalah:
• selalu bergerak, berjalan, dan makan cepat;
• merasa tidak sabaran;
• berusaha keras untuk melakukan atau memikirkan dua hal pada saat yang bersamaan;
• tidak dapat menikmati waktu luang;
• terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang bisa mereka peroleh.
• Kepribadian proaktif
Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan perubahan positif daalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan.
e. Perkembangan kepribadian
Menurut Erikson, perkembangan manusia melewati suatu proses dialektik yang harus dilalui dan hasil dari proses dialektik ini adalah salah satu dari kekuatan dasar manusia yaitu harapan, kemauan, hasrat, kompetensi, cinta, perhatian, kesetiaan dan kebijaksanaan. Perjuangan di antara dua kutub ini meliputi proses di dalam diri individu (psikologis) dan proses di luar diri
individu (sosial). Dengan demikian, perkembangan yang terjadi adalah suatu proses adaptasi
aktif.
Remaja menurut Erikson, memiliki dua kutub dialektik yaitu Identitas dan Kebingungan.
Salah satu dari pencarian individu dalam tahapan ini yaitu pencarian identitas dirinya dengan menjawab satu pertanyaan penting yaitu “Siapa Aku?”. Bila individu berhasil menjawabnya
akan menjadi basis bagi perkembangan ke tahap selanjutnya. Namun, apabila gagal, maka
akan menimbulkan kebingungan identitas di mana individu tidak berhasil menjawab siapa
dirinya yang sebenarnya. Apabila seorang individu tidak berhasil menemukan identitas
dirinya, maka ia akan sulit sekali mengembangkan keintiman dengan orang lain terutama
dalam hubungan heteroseksual dan pembentukan komitmen seperti yang terdapat dalam
pernikahan.

f. Tahap perkembangan kepribadian
Tahap-tahap perkembangan kepribadian setiap individu tidak dapat disamakan satu dengan yang lainnya. Tetapi secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut.
a. Fase Pertama
Fase pertama dimulai sejak anak berusia satu sampai dua tahun, ketika anak mulai mengenal dirinya sendiri. Pada fase ini, kita dapat membedakan kepribadian seseorang menjadi dua bagian penting, yaitu sebagai berikut.
1) Bagian yang pertama berisi unsur-unsur dasar atas berbagai sikap yang disebut dengan attitudes yang kurang lebih bersifat permanen dan tidak mudah berubah di kemudian hari. Unsur-unsur itu adalah struktur dasar kepribadian (basic personality structure) dan capital personality . Kedua unsur ini merupakan sifat dasar dari manusia yang telah dimiliki sebagai warisan biologis dari orang tuanya.
2) Bagian kedua berisi unsur-unsur yang terdiri atas keyakinan-keyakinan atau anggapan-anggapan yang lebih fleksibel yang sifatnya mudah berubah atau dapat ditinjau kembali di kemudian hari.
b. Fase Kedua
Fase ini merupakan fase yang sangat efektif dalam membentuk dan mengembangkan bakat-bakat yang ada pada diri seorang anak. Fase ini diawali dari usia dua sampai usia remaja. Fase ini merupakan fase perkembangan di mana rasa aku yang telah dimiliki seorang anak mulai berkembang karakternya sesuai dengan tipe pergaulan yang ada di lingkungannya, termasuk struktur tata nilai maupun struktur budayanya.
Fase ini berlangsung relatif panjang hingga anak menjelang masa kedewasaannya sampai kepribadian tersebut mulai tampak dengan tipe-tipe perilaku yang khas yang tampak dalam hal-hal berikut ini.
1) Dorongan-Dorongan (Drives)
Unsur ini merupakan pusat dari kehendak manusia untuk melakukan suatu aktivitas yang selanjutnya akan membentuk motif-motif tertentu untuk mewujudkan suatu keinginan. Drivers ini dibedakan atas kehendak dan nafsu-nafsu. Kehendak merupakan dorongan-dorongan yang bersifat kultural, artinya sesuai dengan tingkat peradaban dan tingkat perekonomian seseorang. Sedangkan nafsu-nafsu merupakan kehendak yang terdorong oleh kebutuhan biologis, misalnya nafsu makan, birahi (seksual), amarah, dan yang lainnya.
2) Naluri (Instinct)
Naluri merupakan suatu dorongan yang bersifat kodrati yang melekat dengan hakikat makhluk hidup. Misalnya seorang ibu mempunyai naluri yang kuat untuk mempunyai anak, mengasuh, dan membesarkan hingga dewasa. Naluri ini dapat dilakukan pada setiap makhluk hidup tanpa harus belajar lebih dahulu seolah-olah telah menyatu dengan hakikat makhluk hidup.
3) Getaran Hati (Emosi)
Emosi atau getaran hati merupakan sesuatu yang abstrak yang menjadi sumber perasaan manusia. Emosi dapat menjadi pengukur segala sesuatu yang ada pada jiwa manusia, seperti senang, sedih, indah, serasi, dan yang lainnya.
4) Perangai
Perangai merupakan perwujudan dari perpaduan antara hati dan pikiran manusia yang tampak dari raut muka maupun gerak-gerik seseorang. Perangai ini merupakan salah satu unsur dari kepribadian yang mulai riil, dapat dilihat, dan diidentifikasi oleh orang lain.
5) Inteligensi (Intelligence Quetient-IQ)
Inteligensi adalah tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki oleh seseorang. Sesuatu yang termasuk dalam intelegensi adalah IQ, memori-memori pengetahuan, serta pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh seseorang selama melakukan sosialisasi.
6) Bakat (Talent)
Bakat pada hakikatnya merupakan sesuatu yang abstrak yang diperoleh seseorang karena warisan biologis yang diturunkan oleh leluhurnya, seperti bakat seni, olahraga, berdagang, berpolitik, dan lainnya. Bakat merupakan sesuatu yang sangat mendasar dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan yang ada pada seseorang. Setiap orang memiliki bakat yang berbeda-beda, walaupun berasal dari ayah dan ibu yang sama.
c. Fase Ketiga
Pada proses perkembangan kepribadian seseorang, fase ini merupakan fase terakhir yang ditandai dengan semakin stabilnya perilaku-perilaku yang khas dari orang tersebut.
Pada fase ketiga terjadi perkembangan yang relatif tetap, yaitu dengan terbentuknya perilaku-perilaku yang khas sebagai perwujudan kepribadian yang bersifat abstrak. Setelah kepribadian terbentuk secara permanen, maka dapat diklasifikasikan tiga tipe kepribadian, yaitu kepribadian normatif, kepribadian otoriter, dan kepribadian perbatasan.
1) Kepribadian Normatif ( Normative Man )
Kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang ideal, di mana seseorang mempunyai prinsip-prinsip yang kuat untuk menerapkan nilai-nilai sentral yang ada dalam dirinya sebagai hasil sosialisasi pada masa sebelumnya. Seseorang memiliki kepribadian normatif apabila terjadi proses sosialisasi antara perlakuan terhadap dirinya dan perlakuan terhadap orang lain sesuai dengan tata nilai yang ada di dalam masyarakat. Tipe ini ditandai dengan kemampuan menyesuaikan diri yang sangat tinggi dan dapat menampung banyak aspirasi dari orang lain.
2) Kepribadian Otoriter ( Otoriter Man )
Tipe ini terbentuk melalui proses sosialisasi individu yang lebih mementingkan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan orang lain. Situasi ini sering terjadi pada anak tunggal, anak yang sejak kecil mendapat dukungan dan perlindungan yang lebih dari lingkungan orang-orang di sekitarnya, serta anak yang sejak kecil memimpin kelompoknya.
3) Kepribadian Perbatasan ( "text-align: justify;")
Kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang relatif labil di mana ciri khas dari prinsip-prinsip dan perilakunya seringkali mengalami perubahan-perubahan, sehingga seolah-olah seseorang itu mempunyai lebih dari satu corak kepribadian. Seseorang dikatakan memiliki kepribadian perbatasan apabila orang ini memiliki dualisme budaya, misalnya karena proses perkawinan atau karena situasi tertentu hingga mereka harus mengabdi pada dua struktur budaya masyarakat yang berbeda.
C. Pengaruh Bahasa terhadap Kepribadian
Penggunaan bahasa yang lembut dan santun akan membentuk kepribadian anak yang sopan dan hormat kepada yang tua. Penggunaan bahasa yang baik dan sesuai dengan anak akan menumbuhkan sikap-sikap terpuji dan melatih anak untuk dapat mengendalikan emosi dan kesabaran. Sebaliknya dengan bahasa yang kasar secara tidak langsung mengajarkan anak untuk bersikap emosional, temperamental, keras, dan merangsang tindakan-tindakan kekerasan.
Di beberapa daerah yang mempunyai bahasa dan logat keras berimplikasi pada penggunaan bahasa yang kasar dan meledak-ledak sangat berpotensi membentuk karakter-karakter keras dan temperamen pada generasi-generasi mudanya. Semisal Makassar, daerah yang terkenal keras dan kasar dalam penggunaan bahasa sehari-harinya berimbas pada munculnya kakarakter-karakter keras yang tidak kenal kompromi, hal ini seringkali kita lihat di media elektronik maupun media massa.
Sebaliknya jika kita amati daerah yogyakarta dengan adat dan kejawaannya yang kental, bahasa yang digunakan cenderung santun dan lembut. Dan implikasinya adalah kesantunan dan kelembutan seringkali ditonjolkan oleh masayarakat daerah tersebut. Sehingga membetuk karakter generasi muda yang sopan dan lembut.
Contoh lain kota Solo misalnya, bahasa yang mereka tunjukkan sangat lemah gemulai, santun dan bersahaja sehingga terbawa pada karakter mereka sehari-hari yang penuh kesantunan dan kesopanan. Demikian juga dengan bahasa yang lembut ini mempengaruhi karakter generasi muda mereka yang kalem dan penuh kesantunan.
Kedua perbedaan tersebut (antara logat keras dan lembut) tidak dapat digeneralisasi, hanya dianalisis secara umum dan sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Bahasa yang keras memang belum tentu membentuk karakter anak yang keras dan temperamen. Demikian juga bahasa yang lembut tidak sepenuhnya akan menjadikan karakter anak lembut dan santun.

1.Bahasa Keluarga dan Karakter Anak

Bahasa yang digunakan dalam keseharian anak banyak meniru dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Untuk itu orang tua harus mampu berkomunikasi dengan bahasa yang proporsional didepan anak-anak mereka. Mereka harus menyadari apapun perkataan yang dilontarkan dari mulut mereka akan direkam oleh anak dan suatu saat akan dipergunakannya.
Komunikasi antar anggota keluarga terutama antara ibu dan ayah harus ditata sedemikian rupa. Mulai dari pemakaian bahasa yang tepat dan cenderung lembut, pengurangan tekanan tinggi dalam intonasi bahasa, dan kesopanan serta kesantunan dalam pengucapan. Demikian juga jika sedang terjadi konflik antar ibu dan ayah, hendaknya tidak dilakukan didepan anak, karena secara tidak sengaja orang tua akan menggunakan bahasa yang cenderung keras dan meledak-ledak.
Dengan mengimplementasikan tata cara berkomunikasi dan berbahasa seperti yang telah dijelaskan diatas, akan menimbulkan efek yang positif bagi anak-anak. Anak tertua akan mengajarkan kepada adik-adiknya tata cara berbahasa yang baik dan santun, karena mereka belajar dari kedua orangtuanya hingga seterusnya pada anak terkecil akan terbiasa berkomunikasi dengan santun dan sopan.
Dengan terbiasa berbahasa yang lembut dan santun akan berimplikasi terhadap pembentukan karakter anak. Keluarga yang terbiasa berkomunikasi dengan santun umumnya memiliki karakter yang baik. Kedisiplinan orang tua dalam penyusunan kata-kata dan pemakaian kalimat yang teratur mempunyai peran yang signifikan dalam pembentukan karakter anak. Hal ini bisa buktikan dengan mengambil sampel masyarakat di sekitar atau tetangga kanan kiri.
Jika pada pagi hari terdengar teriakan seorang ibu yang membangunkan anaknya dengan kata-kata kasar atau seringkali memakai nama-nama hewan, maka dipastikan anak akan menyahut tidak jauh dari apa yang dikatakan sang ibu. Misalnya, ibu mengatakan “ayo bangun jangan molor terus seperti kerbau!”, maka anak kan menjawab “iya bu kerbau sebentar lagi, masih pagi ni”!. Contoh komunikasi seperti ini akan mempengaruhi karakter posistif anak yang selanjutnya akan cenderung negatif. Lain halnya dengan komunikasi yang dilakukan oleh keluarga berikut,”nak adzan subuh sudah terdengar, ayo berangkat ke masjid!” kata si ibu. “iya bu saya wudhu dulu sebentar”. Jawab sang anak. Kelembutan dan kesantunan komunikasi yang dilakukan oleh sang ibu melunakkan hati sang anak, sehingga karakter positif yang ada pada anak akan semakin baik dan kelak membentuk karakter yang sabar, ikhlas dan santun.
Para ahli seperti sapir dan worf mengatakan, bahwa tidak ada dua bahasa yang memiliki kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama.Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran.
1. Hipotesis pertama adalah lingusitic realitivity hypotesis yang mengatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara parallel dengan perbedaaan kognitif non bahasa, perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.
2. Hipotesis yang kedua adalah linguistic determinism yang mengatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara individu mempresentasikan dan menalar dunia perceptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.

Dilihat betapa pentingnya bahasa untuk umat manusia dan begitu banyak ragam bahasa didunia ini, tentu saja bahasa dapat mempengaruhi kepribadian manusia terutama secara individu, karena bahasa yang digunakan manusia banayak sekali ragamnya. Di Negara kita saja ada sekitar 726, terdiri dari 719 bahasa lokal/daerah (masih aktif digunakan sampai sekarang), 2 bahasa sekunder tanpa penutur asli, dan 5 bahasa tanpa diketahui penuturnya. Hal ini tentu dapat mempengaruhi perilaku manusia sebagai pengguna bahasa.

3. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi bahasa dengan kepribadian seseorang, seperti :

1. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi manusia tentu sangat mempengaruhi perilaku manusia, karena bahasa merupakan alat komunikasi yang biasa dibilang sangat sensitive. Bila seseorang salah mengartikan bahasa orang lain, maka orang tersebut bisa saja menjadi tersinggung atau malah sebaliknya orang tersebut dapat menyinggung bahasa yang salah tersebut sehingga dapat mempengaruhi perilaku manusia baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang.
2. Begitu banyak ragam bahasa yang dimiliki negara kita ini, karena hal inilah bahasa dapat mempengaruhi pribadi seseorang, biasanya pada saat seseorang dengan suku tertentu berbicara dengan bahasa sukunya, sementara lawan bicaranya tidak mengerti dengan bahasa tersebut, hal itu bisa saja membuat orang tersebut menjadi kesal. Untuk hal yang lebih sederhana seperti pada saat sesorang menggunakan bahasa yang halus maka biasanya orang tersebut memliki kepribadian yang lebih halus dalam artian kehalusannya terlihat dari tutur bahasanya yang halus dan mudah disukai dan diterima oleh masyarakat yang akhirnya membuat orang tersebut lebih percaya diri akan tutur bahasanya yang lembut.
3. Dalam bahasa pasti ada syarat atau aturan tertentu yg sudah ditentukan sebelumnya seperti dalam bahasa indonesia terdapat SPOK (Subjek,Predikat, Objek dan keterangan), selain itu juga aturan yang juga sudah ditetapkan oleh para ahli bahasa indonesia yaitu EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) serta tanda baca.
Adapun hubungan ketiga hal tersebut dengan kepribadian yakni, secara langsung bila seseorang bertutur kata tanpa aturan maka orang lain akan sulit menerima maksud dari perkataan orang tersebut, seperti contoh ketika seseorang berbicara tanpa tanda baca atau ejaan yang benar, maka orang tersebut akan sulit diterima masyarakat, karena tutur bahasanya yang tidak jelas. Hal ini tentu memberi dampak negatif terhadap kepribadian orang tersebut menjadi lebih minder dan cenderung menghindari orang lain.
Secara umum bahasa memang suatu hal yang sangat membantu manusia dalam berinteraksi antar sesama, karena dengan bahasa kita dapat mengerti apa yang kita maupun yang orang lain inginkan, tetapi bila kita tidak dapat mengatur atau menggunakan, bahasa yang baik dan benar, justru itu malah akan merugikan diri kita sendiri dan orang lain karena dapat menyinggung perasaan orang lain.
Secara umum bahasa memang suatu hal yang sangat membantu manusia dalam berinteraksi antar sesama, karena dengan bahasa kita dapat mengerti apa yang kita maupun yang orang lain inginkan, tetapi bila kita tidak dapat mengatur atau menggunakan, bahasa yang baik dan benar, justru itu malah akan merugikan diri kita sendiri dan orang lain karena dapat menyinggung perasaan orang lain









BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karakter merupakan suatu hal yang bisa digunakan sebagai ciri untuk mengenali seseorang. Karakter mengisyaratkan suatu norma tingkah laku tertentu, dimana seorang individu akan dinilai perbuatannya. Dengan kata lain, karakter merupakan kepribadian yang dievaluasi secara normatif. Sebagai contoh, karakter pemurah hati, penolong; atau bisa pula sebaliknya, karakter pencuri, pembohong, koruptor, dan lain-lain (Seto Mulyadi).
Sedangkan metode pembentukan karakter anak bisa muncul dalam bentuk apa saja, baik melalui bahasa, hiburan, pikiran, sulap, film, kejahatan, dan sebagainya. Memang ada metode pembentukan karakter formal yang umumnya ditemui di sekolah-sekolah dalam bentuk pembelajaran agama atau PPKN. tetapi hal itu memiliki pengaruh yang kurang signifikan terhadap anak, karena porsinya yang sedikit dan kurang memenuhi sasaran, juga oleh anak dianggap sebagai pelajaran atau wacana pengetahuan saja.
Kemudian metode apa yang sangat berperan dalam membentuk karakter positif anak. Salah satunya adalah bahasa, penggunaan bahasa yang tepat, santun, lembut dan sopan, disengaja ataupun tidak, akan mempengaruhi mental dan watak si anak. Begitu juga sebaliknya.
Bahasa sendiri merupakan sesuatu yang selalu digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan orang lain yang berwujud suatu kode atau sistem simbol dan urutan kata-kata yang diterima secara konvensional untuk menyampaikan konsep-konsep atau ide-ide dalam berkomunikasi. Bahasa sebagai alat komunikasi juga memiliki karakteristik; bahasa mempunyai kata-kata (words), urutan kata-kata dalam bahasa tersebut merupakan karakteristik yang dikehendaki, bahasa adalah suatu alat yang produktif dan kreatif, bahasa menyampaikan informasi tentang suatu tempat dan waktu yang lain, dan bahasa juga memiliki grammar (tata bahasa).
Dengan pemakaian bahasa yang kreatif, sistematis, proporsional, sesuai situasi dan kondisi, terutama pada kondisi ketika berhadapan dengan anak akan berimplikasi terhadap pembentukan karakter anak. Hal ini dapat terjadi, baik disengaja maupun tidak. Anak merupakan media imitasi dari orangtua dan lingkungan, jika orangtua terbiasa menggunakan bahasa yang santun dan ditunjang dengan lingkungan yang senantiasa berkomukasi dengan bahasa sopan, maka anak akan meniru apa yang dilakukan. Hal tersebut tentunya berimplikasi pada karakter anak. Keluarga dan lingkungan baik, karakter yang muncul pada anak tentu adalah karakter positif, sebaliknya jika keluarga dan lingkungan kurang baik, akan terbentuk karakter anak yang negatif.
Yang perlu digarisbawahi adalah peranan bahasa pada pembentukan karakter anak adalah sesuatu yang nyata dan terjadi di masyarakat Indonesia. Dan tidak bisa dipungkiri baik secara langsung ataupun tidak langsung bahasa akan mempengaruhi karakter anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Jika bahasa yang digunakan penuh dengan muatan positif, maka akan memacu timbulnya karakter-karakter positif anak bangsa. Bahasa dengan muatan negatif akan menghancurkan perjalanan watak dan karakter anak. Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya, bahasa sebagai identitas bangsa harus digunakan sesuai dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia yakni mencerdaskan generasi penerus. Dengan penggunaan bahasa yang mencerminkan karakter bangsa yang sesuai dengan adat ketimuran Indonesia, berarti ikut berpartisipasi dalam membentuk generasi penerus yang berakhlaq mulia, berbudi pekerti yang luhur, dan beriman serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.