English Bugis


Tulisan ini bukanlah tulisan ilmiah atau memenuhi syarat penulisan karya ilmiah yang baik, tetapi saya hanya mencoba memaparkan sebuah realitas atau paling tidak suatu gambaran mengenai suatu keadaan lingkungan sekitar pembelajar bahasa.

Language Interference, gejala kekacauan dan pencampur adukkan antara bahasa satu dengan bahasa yang lain, umumnya terjadi pada seorang bilingual sub-ordinat dimana seorang yang mengetahui dwi-bahasa menggunakan dua sistem atau lebih secara terpisah dan biasanya masih terdapat proses penerjemahan. Menurut Weinreich, apabila dua atau lebih bahasa bertemu karena digunakan oleh penutur dari komunitas bahasa yang sama, maka akan terjadi bahwa komponen-komponen tertentu dapat tertransfer dari bahasa yang satu, yakni bahasa sumber ke bahasa sasaran akibatnya terjadi pungutan bahasa. Proses terjadinya interfensi sejalan dengan proses terjadinya difusi kebudayaan yang meliputi tingkat phonology, tata bahasa maupun leksikon. Paul Ohoiwutun membedakan 3 dimensi kejadian yakni: pertama, dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tengah masyarakat; kedua, dimensi sistem bahasa dari kedua bahasa atau lebih yang berbaur; dan yang ketiga, dimensi pembelajaran bahasa yang umumnya menjadi suatu fenomena bagi para pembelajar bahasa yang mempelajari bahasa asing.

Umumnya para pelajar ini mencampurkan kata-kata yang sulit/belum mereka ketahui dengan kata-kata umum dalam bahasa sasaran, misalnya saja para pelajar bahasa Inggris, seringkali menyebutkan beberapa kalimat berbahasa Inggris kemudian dilanjutkan atau diselingi dengan bahasa Indonesia: "I want to buy some GANTUNGAN HIAS in the market", "i SEMPAT met him yesterday", "You have to bring the TANDU", dan lain sebagainya.

Fenomena yang lebih kompleks, terjadi pada masyarakat kedaerahaan, pencampurannya pun jauh lebih ruwet dari pencampuran dua bahasa saja. Nah, Hal inilah yang membuat saya begitu tertarik untuk mengamati teman-teman seperjuangannya saya di Mahad Jamiah Bahasa Inggris STAIN Parepare (I Love U all). Kekhasan logat, aksen bahkan dalam konsep bahasa Bugis tidak pernah dilepaskan meskipun tengah menggunakan bahasa Inggris. Bahasa Bugis memang kaya akan berbagai imbuhan yang dipakai dalam percakapan misalnya saja: -mi, je', -mo, -ta, -ko, -ki, -ka ,-ji atau mispronunciation antara kata n, ng, dan m juga antara kata p, d, t dan k. Penggunaan berbagai imbuhan dan error pronunciation ini bagi masyarakat Bugis telah bercampur aduk dengan bahasa Indonesia baku yang kemudian pada akhirnya melahirkan bahasa Indonesia versi Bugis. Beberapa contoh kalimat berikut ini mungkin dapat menggambarkannya: "dimanaKI?", "JanganMI repot-repot!", "ItuMO saja!", "kalau bisa datangKI sekarang", "Jangan(g)", "A(m)kat MI cucianTA!" dan masih banyak kalimat-kalimat lainnya yang sangat berpotensi ditambahkan imbuhan.

Penggunaan bahasa Indonesia versi Bugis telah dipakai secara meluas diberbagai daerah yang notabenenya berbahasa Bugis seperti di Parepare, Bone, Sengkang, Sidendreng Rappang, Pinrang dan berbagai daerah lainnya yang mayoritas pemakainya adalah remaja dan anak-anak. Pengaruhnya pun mau tidak mau, sering terjadi di dalam pergaulan, penulisan (misalnya SMS), bahkan sering juga didapatkan dalam Proses Belajar Mengajar. Kebiasaan menggunakan bahasa Indonesia seperti ini membuat sebahagian para mahasiswa-mahasiswi pelajar bahasa Inggris di Mahad Jamiah (dan juga saya pastinya, wkwkwk...!) kesulitan untuk beradaptasi dengan logat, aksen dan dialek dalam bahasa Inggris, hingga muncullah beberapa kata yang mungkin para pelajar bahasa Inggris lain di seluruh dunia maupun di Indonesia yang non-Bugis menganggapnya agak unik dan lucu diantaranya: "why KO JE'?", "one MO sister (baca: wanG mo siste:r), "honeymoon (baca: hanimuM)", "gymnastic (baca: jimnastiP), "Don't do That! (baca: DonK du dat!). Bahkan salah seorang teman saya dalam buku vocabulary-nya menulis kata berikut ini: jolly alon (seharusnya: jolly along), complaing about (seharusnya: complaint about), don't fuct with me (seharusnya: don't fuck with me), dll.

Demikianlah sedikit ulasan subjektif saya mengenai salah satu problem para pembelajar bahasa Inggris di Mahad Jamiah Parepare, tentunya ini bukanlah suatu bentuk cemohan ataupun penghinaan terlebih dari itu saya sangat mengapresiasi teman-teman yang begitu mencintai budaya dan adat kita sebagai bangsa Indonesia. Jika ada yang kurang setuju ataupun kurang nyaman dengan tulisan saya ini "harap maafkanKA DI'...!"