Selama ini PAI disekolah sering dianggap kurang berhasil dalam
menggarap sikap dan perilaku keberagamaan peserta didik serta membangun moral
dan etika bangsa. Bermacam-macam argumen yang dikemukakan untuk memperkuat
statement tersebut antara laina adanya indikator-indikator kelemahan yang
melekat pada pelaksanaan pendidikan agama di sekolah.
Persoalan tersebut sebenarnya sudah bersifat klasik, namun hingga
kini rupanya belum juga terselesaikan dengan baik, sehingga pada gilirannya
menjadi persoalan yang berkesinambungan dari satu periode ke periode
berikutnya. Hal tersebut lebih disebabkan karena lemahnya kegiatan penelitian
termasuk eksperimen-eksperimen yang serius dibidang PAI disekolah.
Masalah tersebut memang tidak akan pernah selesai dibicarakan. Hal
ini setidak-tidaknya didasarkan pada fitrah didasarkan karena merupakan fitrah
setiap orang bahwa mereka menginginkan pendidikan yang lebih baik sekalipun
mereka kadang-kadang belum tahu mana sebenarnya pendidikan yang lebih baik itu.
Karena merupak fitrah, sehingga sudah menjadi takdirnya pendidikan itu tidak
pernah selesai no limit to study or life long education atau belajar
sepanjang hayat merupakan implikasi praktis dari fitrah tersebut. Hal ini juga
sejalan dengan sabda Rasulullah
Diantara kritik terhadap pelaksanaan pendidikan Islam di sekolah
banyak bermuara pada aspek metodologi pembelajaran PAI dan orientasinya yang
lebih bersifat normatif, teoritas dan kognitif, termasuk di dalamnya aspek
gurunya yang kurang mampu mengaitkan dan berinteraksi dengan mata pelajaran dan
guru non pendidikan agama dan aspek lainnya yang banyak disoroti menyangkut
aspek muatan kurikulum atau materi pendidikn Agama, sarana pendidikan agama,
termasuk didalamnya buku-buku dan bahan ajar pendidikan agama yang belum mampu
membangkitkan semangat dan kesadaran beragama. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan metode pembelajaran PAI di sekolah kebanyakan masih
menggunakan pembelajaran tradisional, yaitu ceramah monoton dan statis atau kontekstual,
cenderung normatif, monolitik lepas dari sejarah dan semakin akademis.
Pada dasarnya, pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. dan berakhlak
mulia. untuk membentuknya diperlukan pengembangan ketiga dimensi secara
berkelanjutan dan terpadu, yaitu moral knowing, moral feeling dan moral action.
Pada tataran moral action, agar peserta didik kompeten, memiliki
kemauan dan kebiasaan dalam mewujudkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia tersebut, diperlukan pembinaan secara berkelanjutan dan terpadu baik
dalam keluarga, masyarakat maupun di antara para tenaga kependidikan di
sekolah, termasuk juga terciptanya suasana religius di dalamnya, serta sosial
kontrol yang kuat. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai keimanan, ketakwaan
dan akhlak mulia yang telah melekat pada diri peserta didik kadang-kadang bisa
pudar karena terkalahkan oleh hawa nafsu atau godaan-godaan setan baik yang
berupa jin, manusia maupun budaya-budaya negatif yang telah mengglobal dan
berkembang disekitarnya. Karena itu, bisa jadi peserta didik pada suatu hari
sudah kompeten dalam mewujudkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
tersebut, tetapi pada saat yang lain tidak kompeten lagi. Di dalam sebuah hadis
Nabi Saw. dinyatakan bahwa “al-Iman yazid wa yanqus” (iman itu bisa
bertambah dan bisa juga berkurang).
A.
Pengertian
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan
Agama Islam adalah sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan
manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan beraqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah bumi (Khalifah Fii Ardi)
berdasakan kepada ajaran al-Quran dan Sunnah[1].
Prof. Dr.
Muhaimin dan Ahmad Tafsir membedakan antara pendidikan agama islam (PAI) dan
pendidikan Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan “Agama
Islam”, karena yang diajarkan adalah agama Islam bukan pendidikan agama islam.
Nama kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikan agama islam disebut sebagai
pendidikan agama Islam. Kata “pendidikan” ini ada dan mengikuti setiap mata
pelajaran.
Pendidikan
Agama Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan yang didalamnya ada
nilai-nilai keislaman yang dapat membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tujuan pendidikan
Islam. Penulis pun sepakat untuk membedakan antara PAI dengan pendidikan Islam,
sebab PAI itu mata pelajaran yang diajarkan disekolah-sekolah yang memiliki
kurikulum, sementara pendidikan Islam masih bersifat universal yang bisa masuk
pada mata pelajaran yang lain bisa masuk di biologi dan lain-lain.
Pendidikan Agam
Islam atau pendidikan keislaman, merupakan upaya agama islam atau ajaran Islam
dan nilai-nilainya agar menjadi pandangan dan sikap hidup seseorang, ini dapat
berwujud segenap kegiatan yang dilakukan seseorang untuk membantu seorang atau
sekelompok peserta didik dalam menanamkan atau menumbuhkembangkan ajaran Islam
dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidupnya, yang diwujudkan
dalam sikap hidup dan dikembangkan dalam keterampilan hidupnya sehari-hari[2].
B.
Fungsi
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan
agama Islam mempunyai fungsi yang sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan
kepribadian mental anak. Fungsi pendidikan agama islam disini dapat menjadi
inspirasi dan pemberi kekuatan mental yang akan menjadi bentuk moral yang
mengawasi segala tingkah lakudan petunjuk jalan hidupnya serta menjadi obat
anti penyakit gangguan jiwa.
C.
Tujuan
Pendidikan Agama Islam
Tujuan
Pendidikan Agama Islam ialah keberagamaan peserta didik sendiri bukan terutama
pada pemahaman tentang agama. Dengan kata lain, yang diutamakan bukan hanya knowing
(mengetahui tentang ajaran dan nilai-nilai agama) ataupun doing (bisa
mempraktikkan apa yang diketahui) setelah diajarkannya di sekolah, tetapi justru
lebih mengutamakan being-nya (beragama atau menjalini hidup atas dasar
ajaran dan nilai-nilai agama). Karena itu, pendidikan agama (Islam) harus lebih
diorientasikan pada tataran moral action, agar peserta didik tidak hanya
berhenti pada tataran kompeten (competence), tetapi sampai memiliki
kemauan (will)dan kebiasaan (habit)dalam mewujudkan ajaran dan
nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari[3].
D.
Aspek-aspek
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam mempunyai dua aspek penting
1.
Pendidikan agama Islam adalah ditujukan pada
jiwa atau pembentukan kepribadian. Artinya bahwa melalui pendidikan agama Islam
ini anak didik diberikan keyakinan tentang adanya Allah swt
2.
Pendidikan
agama Islam adalah ditujukan pada aspek pikiran (intelektualitas), yaitu
pengajaran Agama Islam itu sendiri. Artinya, bahwa kepercayaan kepada Allah swt
beserta seluruh ciptaan-Nya tidak akan sempurna manakala isi yang dikandung
oleh setiap firman Allah tidak dimengerti dan dipahamisecara benar. Disini anak
didik tidak hanya sekedar diinformasikan tentang perintah dan larangan, akan
tetapi justru pada pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana beserta argumentasinya
E.
Pendidikan
Agama Islam di SMA sekarang
agama Islam di SMA sebenarnya merupakan
kelanjutan dari PAI sebelumnya pada jenjang pendidiakan dasar. PAI pada jenjang
pendidikan dasar dimkasudkan untuk meningkatkan potensi sprotual peserta didik
agar dapat mengenal dan membiasakan diridalam menjalankan ajaran agama, serta
dapat memahami , meyakini dan mengamalkan ajaran agama islam dengan baik.
Dengan demikian, PAI pada jenjang pendidikan dasar ini lebih diarahkan pada
pembinaan sikap keberagamaan dan pengembangan potensi spritual siswa yang
bersifat personal dan individual (kesalehan individual) yang secara langsung
atau tidak langsung akan memiliki dampak sosial. Pada jenjang pendidikan
menengah disamping merupakan kelanjutan dari pendidikan sebelumnya, juga
dimaksudkan untuk meningkatkan potensi spritual peserta didik agar dapat
mendakwahkan serta membudayakan ajaran dan nilai-nilai agama Islam. Dengan kata
lain PAI di SMA lebih diarahkan pada pembinaan kesalehan individu dan sosial
sekaligus.
Jika mengamati
PAI di SMA, sebagimana yang tertuang dalam kurikulumnya, agaknya masih
terpilah-pilah menjadi beberapa aspek, yaitu: aspek al-Qur’an/Hadis, keimanan,
ibadah/syariah, akhlak dan aspek tarikh, ini semua terfokus hanya pada satu sub
mata pelajaran PAI. Keterkaitan antara satu aspek dengan apek lainnya masih
belium tampak, terutama dalam operasional pembelajarannya. Kenyataan tersebut
berimplikasi pada hassil pemahaman, pengamalan dan penghayatan siswa yang
terpilah-pilah pula, serta mengabaikan bangunan sistematik dari ajaran dan
nilai-nilai agama Islam untuk diwujudkan dan dibudayakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Kita tidak
dapat memungkiri bahwasanya masing-masing aspek tersebut dapat berdiri sendiri.
Contohnya saja aspek keimanan atau aqidah, menekankan pada pembinaan
keyakinan bahwa Tuhan adalah asal-usul dan tujuan hidup manusia, termassuk
peradaban ilmu pengetahuannya, untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Aspek
al-Qur’an/Hadis menekankan pada pengembangan kemampuan membaca teks,
memahami arti dan menggali maknanya secara.
Namun demikian,
pemahaman aspek-aspek pendidikan agama Islam maupun proses pelaksanaannya yang
teerpilah-pilah tersebut pada kenyataannya mengalami reduksi dalam orientasinya, sehingga yang
muncul di lapangan adalah orientasi mempelajari keimanan/aqidah, ada
kecenderungan mengarah pada paham fatalistik dalam aspek al-Qur’an/Hadis masih cenderung
pada kemampuan membaca teks, belum mengarah pada pemahaman arti dan penggalian
makna secara tekstual dan konstektual.
Keterjebakan
umat Islam kedalam ritualisme belaka merupakan dampak lainnya dari pembelajaran
PAI yang terpilah-pilah tersebut. Salah satu ciri pokok yaitu keterkaitan pada
makna ynag tersurat dari teks-teks keagamaan, jika tidak tercantum secara jelas
dalam teks, umat Islam akan mudah mengabaikannya. Misalnya, orang mudah
mengabaikan bantuan terhadap lembaga pendididkan dan persoalan pendidikan
masyarakat, karena tidak ada nash yang jelas. Sedangkan ibadah haji atau
umrah yang biayanya relatif mahal
dilakukan berkali-kali karena sudah ada nash yang jelas. Ini menunjukan bahwa
umat Islam kebanyakan terjebak pada hedonismespritual dan kesalehan pribadi
serta lupa terhadap pengembangan kesalehan sosialnya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin .2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang
Kusut Dunia Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
[1] Prof.K.H Ali Yafie. Pendidikan Agama Islam di
Sekolah.http://bataviase.co.id//
[2] Prof.Dr.H.Muhaimin. Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang
Kusut Dunia Pendidikan Islam.hal5
[3] Prof. Dr. H. Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang
Kusut Dunia Pendidikan Islam.hal147
By: Hasnawati Munir