Lupa dalam psycholinguistic

Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Secara sederhana, Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Dengan demikian, lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
1. Lupa Versus Hilang
Kerapkali pengertian “lupa” dan “hilang” secara spontan di anggap sama, padahal apa yang dilupakan belum tentu hilang dari ingatan begitu saja. Hasil penelitian dan refleksi atas pengalaman belajar di sekolah, memberikan petunjuk bahwa sesuatu yang pernah dicamkan dan dimasukkan dalam ingatan (long-term-memory) tetap menjadi milik pribadi dan tidak menghilang tanpa bekas.
Lupa adalah fenomena psikologis, suatu proses yang terjadi di dalam kehidupan mental. Hilangnya informasi dari ingatan jagka pendek disebabkan oleh dua hal, yaitu karena gangguan dan waktu. Mengingat al-hal yang batu dapat menggangu mengingat hal-hal yang lama.gangguan-gangguan yang menyebabkan terjadinya lupa, baik dalam ingatan jangka panjang maupun dalam ingatan jangka pedek ditunjang oleh ahsil-hasil penelitian, bahwa informasi-informasi yang baru dapat membingungkan informasi-informasi yang lama, yang baru menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang lama disebut ‘inhibisi retroaktif’ atau gangguan retroaktif. Sebaliknya bila informasi-informasi yang lama menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang baru dinamakan “inhibisi proaktif ” atau gangguan proaktif (Mahmud, 1990: 136).
Dengan kata lain kenyataan bahwa seseorang tidak dapat mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari ingatannya, seolah-olah yang pernah dialami atau dipelajari sama sekali tidak mempunyai efek apa-apa.
2. Lupa-Lupa Ingat
Lupa-lupa ingat berlainan dengan lupa-lupaan, dan tidak sama dengan melupakan. Lupa-lupa berarti pura-pura lupa. Melupakan berarti melalaikan, tidak mengindahkan . baik lupa-lupaan maupun melupakan mengandung kesengajaan. Pengorganisasian struktur kognitif yang kurang baik dan sistematik berpotensi ke arah lupa-lupa ingat. Kerancuan struktur kognitif menyebabkan sejumlah kesan menjadi samar-samar; kesan berbentuk baying-bayang dalam ketidak pastian. Sesuatu hal yang direpresentasikan dalam bentuk kesan mengapung di antara alam ambang sadar dan alam bawah sadar.
3. Faktor-faktor Penyebab Lupa
a. Lupa dapat terjadi karena sebab gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam system memori siswa. Dalam interference theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1)practice interference; 2) retroactive interference (Reber 1988; Best 1989; Anderson 1990)
Seorang siswa akan mengalami gangguan proactive apabila materi pelajaran lama yang sudah tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini bisa terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali.
Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami ganguan retroactive apabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pelajarn lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain siswa tersebut lupa akan materi peajaran lama itu.
b. Lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena sebab adanya tekanan terhadap item yang telah ada baik sengaja maupun tidak. Penekanan ini terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
 Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
 Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroactive.
 Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan.
c. Lupa dapat terjadi karena sebab perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, meskipun seorang siswa telah mengikuti proses belajar-mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan terhadp guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
d. Menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi karena sebab materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunaakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
e. Lupa tentu saja dapat terjadi karena sebab perubahan urat syaraf otak. Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alcohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan atau item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.
B. Transfer Belajar
1. Pengertian Transfer Belajar
Transfer belajar adalah sebuah frase yang terdiri dari kata yaitu transfer dan belajar. Transfer dipungut dari bahasa Inggris yaitu “ transfer “ yang berarti pergantian, serahterima, atau pemindahan. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa-raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah lakuh sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Rumusan Transfer belajar menurut para pakar psikologi :
a. Salmeto mengatakan bahwa transfer adalah pengaruh hasil belajar yang telah diperoleh pada waktu yang lalu terhadap proses dan hasil belajar yang dilakukan kemudian.
b. Muhibbin Syah menyatakan bahwa trasfer belajar terjadi bila pengetahuan dan keterampilan anak didik sebagai hasil belajar pada masa lalu seringkali mempengaruhi proses belajar yang sedang dialaminya sekarang.
c. Menurut W.S Winkel dalam bukunya “ Psikologi Pengajaran “ bahwa transfer belajar berasal dari bahasa inggris “ Transfer of Learning “ atau “transfer of Training “ yang brarti pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dari bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau kehidupan sehari-hari di luar lingkup pendidikan sekolah.
Dari beberapa rumusan yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa transfer belajar yaitu pemindahan. Pemindahan disini jangan dikonotasikan sebagai hilangnya suatu kemampuan atau keterampilan yang sudah dimiliki pada masa lalu, karena diganti dengan kemampuan atau keterampilan yang baru pada masa sekarang. Agar tidak terjadi kesalahan persepsi, transfer belajar disini sebagai “ pemindahan Pengaruh “ atau pengaruh kemampuan atau keterampilan melakukan sesuatu yang dikuasai terhadap kemampuan atau keterampilan melakukan sesuatu yang lain yang akan dikuasai.
2. Beberapa Teori Transfer Belajar
Teori transfer belajar adalah pemikiran atau pendapat mengenai bagaimana transfer belajar itu sendiri.
a. Teori Disiplin Formal
Teori ini didasari oleh ilmu jiwa daya. Menurut teori ilmu jiwa itu tersusun dari beberapa macam daya ( pikiran, ingatan, perasaan, dll. ) masing-masing daya itu dapat diperbaiki melalui latihan-latihan. Teori transfer belajar menurut psikologi daya adalah bahwa baiknya setiap fungsi sebagai akibat mempelajari bahan tertentu akan tertransfer dalam mempelajari bahan apapun juga yang tidak ada hubungannya dengan bahan latihan itu.
b. Teori Komponen-Komponen Identik
Menurut teori ini transfer terjadi, jika antara situasi yang lalu atau hasi belajar yang lalu dengan situasi yang dihadapi atau bahan pelajaran yang dihadapi terdapat aspek-aspek yang sama.
c. Teori Generalisasi
Pandangan ini dikemukakan oleh Charles Judd ( 1873-1946 ) yang berpendapat bahwa transfer belajar lebih berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola, dan prinsip-prinsip umum.
3. Ragam Transfer Belajar
Muhibbin syah ( 1999 : 14 ) dengan mengutip pendapat Robert M.Gagne mengemukakan empat macam tansfer belajar yaitu transfer Positif, transfer negatif, transfer vertikal dan transfer lateral.
a. Transfer Positif
Yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Misalnya keterampilan mengendarai sepeda motor, akan mempermudah belajar mengendarai kendaraan bermotor roda empat.
b. Transfer Negatif
Transfer atau pemindahan berefek buruk yaitu mempersukar dan mempersulit dalam kegiatan belajar selanjutnya. Misalnya keterampilan mengemudikan kendaraan bermotor dalam arus lalu lintas yang bergerak disebelah kiri jalan, yang diperoleh seseorang selama tinggal di Indonesia, akan menimbulkan kesulitan bagi orang itu bila ia pindah kesalah satu Negara Eropa Barat, yang arus lalu lintasnya bergerak disebelah kanan jalan.
c. Transfer Vertikal (tegak lurus)
Dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu mebantu siwa tersebut dalam menguasai pengetahuan atau keterampilan yang lebih tinggi atau rumit. Misalnya seorang siswa SD yang telah menguasai prinsip penjumlahan dan pengurangan pada waktu duduk dikelas II akan mudah mempelajari perkalian pada waktu di duduk dikelas III.
d. Transfer Lateral (ke arah samping)
Dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Misalnya seorang lulusan STM yang telah menguasai teknologi “X” dari sekolahnya dapat menjalankan mesin tersebut ditempat kerjanya. Disamping itu, ia juga mampu mengikuti pelatihan menggunakan teknologi kurang lebih sama dengan mesin “X” tadi.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya transfer belajar :
a. Intelegensi
Individu yang lancer dan pandai biasanya akan mampu menganalisa dan melihat hubungan-hubungan logis, ia segera melihat unsur-unsur yang sama serta pola dasar atau kaidah hukum, hingga sangat mudah terjadi transfer.
b. Sikap
Meskipun orang mengerti dan memahami sesuatu serta hubungannya dengan yang lain, tetapi kecendrungan atau pendiriannya menolak/ sikap negative, maka transfer tidak akan terjadi, demikian sebaliknya.


c. Materi pelajaran
Biasanya mata pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan misalnya matematika dengan statistic, ilmu jiwa sscial dengan sosiologi, lebih mudah terjadi transfer.
d. Sistem penyampaian Guru
Pendidik yang senantiasa menunjukkan hubungan antara pelajaran yang sedang dipelajari dengan meta pelajaran lain atau dengan menunjuk ke kehidupan nyata yang dialami anak, biasanya lebih membantu terjadinya transfer.