Jumat, Desember 30, 2011
islam, pendidikan
Meningkatkan Kualitas Guru Agama Islam Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan Islam
Membincangkan pendidikan berarti membincangkan masalah diri manusia sendiri sebagai makhluk Tuhan yang dipersiapkan untuk menjadi khalifah-Nya di muka bumi dalam kerangka mengabdi kepada-Nya[1]. Pendidikan Islam dikaitkan dengan konsepsi kejadian manusia yang dari sejak awal kejadiannya sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna yang dibekali potensi hidayah akal dan ilmu, maka itu merupakan proses panjang yang tidak berkesudahan sehingga siap untuk memikul amanat Tuhan dan tanggung jawab, sepanjang dunia masih ada. Oleh sebab itu problematika pendidikan Islam yang muncul selalu complicated serumit persoalan manusia itu sendiri.[2] Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia boleh dikatakan mendapatkan tantangan yang cukup berat, ada berbagai tantangan dan cobaan yang harus dapat dilalui dengan bijak oleh para pendidik.
Salah satu dari tantangan yang cukup berat bagi para guru agama Islam di Indonesia adalah bagaimana caranya menjadi guru yang berkualitas (Professional). Guru agama Islam yang berkualitas adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain atau orang yang dicontoh dan ditiru, artinya dicontoh perkataannya dan ditiru perbuataannya berkaitan dengan apa yang ada didalam ajaran dan sumber hukum Islam.
Tantangan globalisasi telah banyak membawa pengaruh baik itu kepada pemikiran maupun prilaku anak didik, mereka jadi cenderung bersikap sangat liberalis atau bahkan sekuralis. Menyikapi hal ini, guru apalagi yang dimaksud guru agama tidaklah boleh hanya berpangku tangan saja dan membiarkan para generasi berakhlak bobrok. Ada banyak sekali PR bagi para pendidik yang telah menanti mereka di kemudian hari oleh karena itu berbagai persiapan sudah semestinya dilakukan termasuk peningkatan kualitas yang dimiliki. Terkait dengan berbagai permasalahan yang telah disampaikan penulis tertarik untuk menulis mengenai perlunya meningkatkan porofessional guru agama Islam di Indonesia dengan menjawab tantangan gobalisasi pada masa sekarang untuk meningkatkan mutu pendidikan Islam di Indonesia dengan judul “Meningkatan kualitas (profesionalisme) guru dalam meningkatkan mutu pendidikan Islam”.
Ingin meningkatkan mutu pendidikan Islam tentunya haruslah juga pertama sekali yang harus terlebih dahulu ditingkatkan adalah kualitas gurunya. Kualitas guru sering juga disebut profesionalisme guru. Sebelum membahas terlalu jauh, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi profesionalisme guru. Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di mesjid, surau/musallah, di rumah dan sebagainya[3]. Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pembelajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang professional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.[4] Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa pengertian guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya secara maksimal.[5] Oleh karena itu penulis beranggapan bahwa guru yang professional adalah seseorang yang bekerja untuk mengajar dan mendidik siswa (guru) yang memiliki keahlian dan kemampuan dalam mengajar, bertanggung jawab dan penuh kesadaran akan tugas-tugasnya serta memenuhi persyaratan-persyaratan yang tercantum di dalam kode etik guru.
Guru yang akan penulis bicarakan disini ialah guru Pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah-sekolah umum dan semua guru yang mengajar di sekolah-sekolah Islam dan mengajarkan mata pelajaran yang berbasis Islam baik itu di pesantren maupun madrasah. Penulis tidak akan merincikan apa-apa saja yang menjadi kekurangan guru di pesantren, madrasah ataupun guru PAI tetapi akan membahasnya secara umum sebagai hasil dari suatu kajian dari beberapa artikel yang telah penulis baca.
Guru memegang peranan yang penting dalam proses belajar mengajar. Di pundaknya terpikul tanggung jawab utama keefektifan seluruh usaha kependidikan persekolahan. Di negara yang sudah maju pendidikannya dengan menggunakan media elektronik yang sangat canggih sebagai alat pengajar sudah dipergunakan dan kemampuannya untuk membawakan bahan pengajaran kepada pelajar sudah dibuktikan. Namun, keberadaan alat bantu tersebut tetap tidak dapat sepenuhnya menggantikan kedudukan guru. Dalam hal ini terdapat sesuatu yang hilang yang selama ini disumbangkan oleh guru dengan adanya interaksi antar manusia, antara guru dan pelajar. Kehilangan yang utama adalah segi keteladanan dan penanaman nilai - nilai yang dikristalisasikan dalam tujuan pengajaran.[6]
Disisi lain, telah sering kita mendengar bahwa sebenarnya banyak diantara guru di Indonesia yang belum pantas dan belum layak untuk mengajarkan mata pelajaran di sekolah. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.[7]
Realita sekarang menunjukkan bahwa banyak diantara guru yang hanya sekedar mengajar siswanya saja. Mereka hanya sekedar menyampaikan materi dan setelahnya kelaspun dibubarkan atau bahkan ada guru yang tidak menguasai materi yang diajarkan sehingga apa yang disampaikannya benar-benar pengetahuan yang dangkal dan tidak ada pembahasan secara mendalam mengenai materi yang telah disampaikannnya. Di dalam mitos masyarakat Indonesia bahkan mengatakan bahwa guru adalah profesi yang terbuka, jadi siapa saja dapat dan boleh jadi guru, jika mitos ini ditafsirkan secara mendalam maka kita akan mendapatkan asumsi bahwa siapa saja yang dapat berdiri di depan kelas tanpa memiliki pengetahuan dan keterampilan professional boleh menjadi guru. Hal ini tentulah sangat tidak sesuai dengan apa yang telah menjadi kode etik guru yakni mengajar dan mendidik siswa apalagi jika yang kita maksudkan adalah ilmu pengetahuan agama Islam. Tetapi sayangnya lagi anggapan-anggapan seperti ini kelihatannnya masih menjamur dan membudidaya di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Selain itu, salah satu yang mungkin menjadi penyebab kurangnya profesionalisme guru adalah karena kurangnya kesadaran akan tanggung jawab mereka sebagai seorang guru. Tanggung jawab guru ialah keyakinannya bahwa segala tindakannya dalam melaksanakan tugas dan kewajiban didasarkan atas pertimbangan profesional (profesional judgement) secara tepat.[8] Perlu disadari pekerjaan guru menuntut kesungguhan dalam berbagai hal. Oleh sebab itu posisi dan persyaratan para pekerja pendidikan atau guru karena pekerjannya ini, maka patutlah mendapat pertimbangan dan perhatian yang sungguh-sungguh pula. Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan hal tersebut dimaksudkan agar usaha pendidikan yang baik tidak akan jatuh ke tangan orang-orang yang bukan ahlinya, sehingga pendidikan tidak akan kehilangan visi dan misinya.
Banyak sekali contoh yang bisa dikemukakan mengenai kurangnya profesionalisme seorang guru, bahkan penulis sempat mengalaminya sendiri. Sewaktu duduk di bangku SMP, penulis pernah diajar oleh seorang guru (guru mata pelajaran Sejarah) yang hanya datang duduk dan memerintahkan untuk menulis dan mencatat pelajaran yang ada di buku paket, setelah jam pelajaran selesai, kelaspun dibubarkan tanpa sepatah katapun dan hanya diperintahkan untuk belajar dirumah. Inikah yang dinamakan tanggung jawab seorang guru? Tentulah kita semua menyepakati bahwa bukanlah itu yang menjadi visi dan misi guru. Mungkin tidak akan menjadi masalah serius jika mata pelajaran yang dibawakan adalah mata pelajaran yang tidak terkait dengan moral dan akhlak, tetapi pada kemudian kita pun dibawa kepada suatu pertanyaan mengenai bagaimanakah kondisi para guru PAI atau para guru di sekolah berbasis agama islam sekarang ini, apakah kondisinya tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada guru di mata pelajaran umum? Belum ada penelitian yang mengemukakan secara gamblang mengenai kualitas para guru madrasah dan pesantren sekarang ini, tetapi haruslah diketahui bersama bahwa para guru berbasis Islam ini mempunyai tanggung jawab lebih besar pada perkembangan anak didik baik dari segi intelektual maupun dari segi akhlaknya, sehingga tingkat keprofessionalan guru agama berbasis Islam harus selalu dinamis dengan standarisasi yang tinggi.
Mengajar mata pelajaran yang berbasis pendidikan islam menurut Zakiah Drajat Merupakan hal yang sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan pertumbuhan kepribadian anak didik, karena pendidikan agama mempunyai dua aspek terpenting. Aspek pertama dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian. Anak didik diberikan kesadaran kepada adanya Tuhan lalu dibiasakan melakukan perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan larangan Nya. Dalam hal ini anak didik dibimbing agar terbiasa berbuat yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama. Aspek kedua dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada pikiran yaitu pengajaran agama itu sendiri. Kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan tidak diketahui betul-betul. Anak didik harus ditunjukkan apa yang disuruh, apa yang dilarang, apa yang dibolehkan, apa yang dianjurkan melakukannya dan apa yang dianjurkan meninggalkannya menurut ajaran agama.[9]
Berdasarkan kutipan diatas menunjukkan bahwa pendidikan agama mutlak diperlukan di sekolah apalagi di sekolah berbasis Islam. Oleh sebab itu guru yang mengajar agama Islam sangat bertanggung jawab dalam pembinaan sikap mental dan kepribadian anak didiknya. Guru harus mampu menanam nilai-nilai agama Islam kepada setiap siswa dengan berbagai cara. Akan tetapi tujuan itu tidak akan tercapai apabila tidak ada kerjasama dengan semua pihak terutama dengan sesama guru dan antara guru dengan orang tua siswa. Sebab pendidikan agama dapat terbina apabila adanya kesinambungan atau keterpaduan antara pembinaan orang tua didalam keluarga, masyarakat dan guru di sekolah. Disinilah lagi dibutuhkan keprofessionalan guru dalam merangkul semua aspek yang terkait terhadap pendidikan anak didik dan mampu beradaptasi dengan siapa saja demi meningkatnya mutu pendidikan Islam.
Melalui peranannya sebagai pendidik guru diharapkan mampu mendorong siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan melalui bermacam-macam sumber dan media. Guru hendaknya mampu membantu setiap siswa untuk secara efektif dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dari berbagai sumber serta media belajar.[10] Guru juga harus mampu menyampaikan materi dengan jelas dan senantiasa sadar akan tanggung jawabnya.
Hal ini sesuai dengan apa yang tertera dalam al-Qur’an dalam surah an-Nisa ayat 58:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.
Lebih dari itu, pembelajaran islam juga sangat menuntut adanya kesinambungan antara ajaran dan amalan yakni teori dan praktek. Sebagaiman peribahasa “practice makes perfect” yang artinya teori membutuhkan praktek. Setelah anak mengetahui teorinya maka dia harus dapat juga mengetahui pengamalannya. Dalam al-Qur;an pun sangat jelas dalilnya sebagaimana dalam surah al-Imran ayat 57:
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”.(QS. 3:57)
Dari apa yang termaktub di dalam ayat diatas dikaitkan dengan guru sebagai salah satu pelaku pendidik Islam dapat disimpulkan bahwa seorang guru tidak hanya dituntut manis dalam berbicara tetapi juga dituntut manis dalam berbuat. Mereka tidak hanya dituntut untuk pintar berbicara tetapi juga dituntut untuk selalu mengamalkannya. Apabila siswa hanya disodori dengan teori-teori tanpa adanya praktek yang jelas maka anak juga hanya akan mampu berpengetahuan tetapi tidak berpengamalan.
Lebih jauh menyoroti mengenai kualitas guru di dalam pendidikan Islam, maka kita akan terkonsentrasi pada aspek intelektual dan kreativitasnya. Misalnya saja tentang sebagus apa metode pengajaran yang telah diberikan ataukah sejauh mana keberhasilan mereka dalam mentransfer ilmu yang mereka miliki? Dalam bukunya Muhammad Uzer Usman mengatakan bahwa:
Kemampuan atau profesionalisme guru (termasuk guru agama) meliputi hal-hal berikut ini[11]:
Menguasai landasan kependidikan
· Mengenal tujuan pendidikan nasional untuk mencapai tujuan.
· Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat.
· Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar..
Menguasai bahan pengajaran
· Mengusai bahan pengajaran kurikulum pendidikan pendidikan dasar dan menegah
· Mengusai bahan pengajaran
Menyusun program pengajaran
· Menetapkan tujuan pembelajaran
· Memiliki dan mengembangkan bahan pembelajaran
· Memiliki dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai
· Memilih dan memamfaatkan sumber belajar
Melaksanakan program pengajaran
· Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat
· Mengatur ruangan belajar
· Mengelola interaksi belajar mengajar
Menilai hasil belajar mengajar yang telah dilaksanakan
· Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
· Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Apabila semua hal ini bisa dicapai dengan suatu hasil yang baik mungkin tidak akan menjadi masalah tetapi jika hal ini tidak terjawab dengan tuntas maka haruslah segera ditangani dengan cepat dan tepat.
Entah apa jadinya bangsa ini apabila hal-hal yang urgen seperti ini tidak diberikan perhatian oleh pemerintah karena sepanjang pengetahuan yang penulis miliki guru itu adalah suri tauladan bagi kita dan dari dirinyalah kita dapat mendapatkan pengetahuan dan pendidikan yang lebih baik. Namun apabila guru hanya sekedar masuk saja kedalam kelas, menyampaikan materi terlebih lagi materi Islam, menggunakan metode yang kurang menarik atau tanpa disertai dengan bimbingan dan arahan yang jelas maka sudah dapat dipastikan akan ada kebobrokan moral yang melanda generasi-generasi penerus bangsa.
Oleh karena itu, dari sekarang memang haruslah ada semacam penyeleksian guru secara ketat. karena tidak semua orang yang dapat berdiri didepan siswa pantas disebut guru dan tidak semua orang yang memiliki uang yang banyak atau berpengaruh bisa seenaknya menjadi guru. Kesadaran dari para guru mengenai tugas yang diembannya juga haruslah selalu mereka tanamkan di dalam hati. Mereka haruslah dapat memiliki pengetahuan yang mendalam, mampu mengajar dan mendidik dan selalu memberikan contoh yang baik kepada para anak didiknya serta hal-hal yang lainnya sesuai dengan kode etik guru dan aturan-aturan yang telah tertatar di dalam al-Qur’an dan hadits.
Di lain pihak, semua aspek juga harus dapat bekerja sama dengan para guru termasuk pihak keluarga, masyarakat dan pemerintah karena tanpa pemerhatian dari mereka rasanya sangat sulit untuk memajukan pendidikan islam di Indonesia. Selain itu, sudah sepantasnya pula adanya perhatian terkait kondisi kesajahteraan para guru karena bukan tidak mungkin salah satu penyebebab buruknya kualitas guru dipengaruhi oleh kesahjetaraan mereka.
Setelah adanya peningkatan kualitas dari guru agama Islam bukan tidak mungkin akan membawa dunia pendidikan Islam pada peningkatan yang cukup signifikan dari apa yang telah ada sekarang sehingga akan mengantarkan guru dan anak didik pada tujuan akhir pendidikan Islam.
Ada beberapa pendapat yang dikemukakan mengenai tujuan akhir pendidikan Islam diantaranya menurut al Syaibani yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah :
a. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
b. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
c. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi:
a. Pembinaan akhlak.
b. Menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
c. Penguasaan ilmu.
d. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Sedangkan menurut Asma Hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci menjadi :
a. Tujuan keagamaan.
b. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
c. Tujuan pengajaran kebudayaan.
d. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Sementara itu menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam adalah :
a. Bahagia di dunia dan akhirat.
b. menghambakan diri kepada Allah.
c. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat islam.
REFERENSI
Arifi, Ahmad. 2009. “Politik Pendidikan Islam; Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi Pendidikan Islam Di Tengah Arus Globalisasi”. Yogyakarta: Teras.
Daradjah, Zakiah. 1989. “Kesehatan Mental”. Jakarta: Haji Masagung.
Rusman. 2010. “Seri Manajemen Sekolah Bermutu: Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru”. Jakarta: PT. Rajawali Press.
Syah, Muhibbin. 1996. ”Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru”, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Uzer Usman, Muhammad. 2002. “Menjadi Guru Profesional”, Bandung : Remaja Rosda Karya.
Yunus, M. 2009. “Pemikiran Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia”. Yogyakarta: UIN Yogyakarta.
Internet: Hidayatul Haq, “Tujuan Pendidikan Islam” (http://hidayatulhaq.wordpress.com/2008/06/14/tujuan-pendidikan-islam/ : diakses tanggal 26 desember 2011).
Internet: M. Shiddiq Al-Jawi, “Pendidikan di Indonesia Masalah dan Solusinya” (http://mii.fmipa.ugm.ac.id/2006/05/09/pendidikan-di-indonesia-masalah-dan-solusinya/: diakses tanggal 25 desember 2011).
Internet: Mohib Anshori, “Peranan Guru Dalam Pendidikan Islam”, (http://gurutrenggalek.blogspot.com/2009/12/peranan-guru-agama-islam-dalam.html : diakses tanggal 25 desember 2011).
Internet: Muttaqin Hasyim, “Peranan Guru Agama Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama di Sekolah Umum”, (http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/05/17/peranan-guru-agama-dalam-meningkatkan-mutu-pendidikan-agama-di-sekolah-umum/ : diakses tanggal 25 desember 2011).
Internet: Ofiq Zaira, ““Masalah-Masalah Pendidikan Islam di Era Globalisasi”, (http://tulangrusukwanita.blogspot.com/2011/09/masalah-masalah-pendidikan-islam-di-era.html : diakses tanggal 25 desember 2011).
[1] M. Yunus, S.Sos.I, Makalah Diskusi ” Pemikiran Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia” (Yogyakarta: UIN Yogyakarta, 2009), hlm. 1.
[2] Ahmad Arifi, Politik Pendidikan Islam; Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi Pendidikan Islam Di Tengah Arus Globalisasi (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 1
[3] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya , 1996), hal. 221.
[4] Dr. Rusman, M. pd, “seri manajemen sekolah bermutu: model-model pembelajaran (mengembangkan profesionalisme guru), (Jakarta: PT. Rajawali Press, 2010), hlm. 19.
[6] Internet: Mohib Anshori, “Peranan guru dalam pendidikan Islam”, (http://gurutrenggalek.blogspot.com/2009/12/peranan-guru-agama-islam-dalam.html : diaksese tanggal 25 desember 2011).
[7] Internet: M. Shiddiq Al-Jawi “pendidikan di indonesia masalah dan solusinya” (http://mii.fmipa.ugm.ac.id/2006/05/09/pendidikan-di-indonesia-masalah-dan-solusinya/: diakses tanggal 25 desember 2011).
[10] Internet: Muttaqin Hasyim, “Peranan Guru Agama Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama di Sekolah Umum”, (http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/05/17/peranan-guru-agama-dalam-meningkatkan-mutu-pendidikan-agama-di-sekolah-umum/ : diakses tanggal 25 desember 2011).
[12] Internet: Hidayatul Haq ,“Tujuan Pendidikan Islam” (http://hidayatulhaq.wordpress.com/2008/06/14/tujuan-pendidikan-islam/ : diakses tanggal 26 desember 2011).